Pembunuh balita nomor satu adalah pneumonia.Perhatian masyarakat belakangan tercurah kepada kematian sejumlah korban kerusuhan di beberapa daerah.
Coba kita melihat data statistik. Pada tahun 1996, setidaknya setiap seribu bayi yang dilahirkan terdapat enam bayi yang meninggal dunia karena penyakit pneumonia (radang paru-paru). Apa arti angka tersebut? Berarti di Indonesia ada 17 balita (anak dibawah lima tahun) perjam yang wafat karena penyakit yang dicetuskan bakteri itu. Sayangnya, meskipun pneumonia adalah penyebab kematian tertinggi pada bayi dan balita, tak banyak orang tua yang memahami penyakit tersebut. Apalagi awam tidak melihat perbedaan yang nyata antara pneumonia dan batuk pilek biasa. Padahal perbedaannya sangat nyata. Batuk pilek biasanya terjadi karena peradangan pada tenggorokan, sedangkan pneumonia terjadi karena kerusakan pada jaringan paru-paru-paru. Akibatnya pada penderita pneumonia, mereka sesak nafas, tersengal-
sengal.
Pada bayi berusia 2 sampai 12 bulan, gejala pneumonia umumnya ditandai dengan gejala batuk dan tarikan napas cepat 50 kali atau lebih permenitnya. Adapun untuk bayi berusia satu tahun sampai lima tahun,
gejala penyakit ini harus diwaspadai, jika tarikan napas si anak 40 kali atau lebih permenitnya. Kesukaran bernapas bisa juga diamati pada dada bagian bawah si bayi. Bila dinding dada bagian bawah tertarik kedalam, itu artinya si anak tengah mengalami sesak napas. Jika terdapat gejala batuk disertai napas cepat dengan tarikan dinding dada bagian bawah kedalam waspadalah. Itu bisa berarti sang bayi tengah menderita pneumonia berat. Penderita akan memasuki tahap yang lebih parah dan berbahaya jika ia sudah tidak mau makan atau minum. Nah, kalau gejala ini dibiarkan, akan berakibat fatal berupa kematian yang cepat pada si anak.
Untuk pendeteksian dini sebenarnya ada upaya bisa dilakukan para orang tua. Misalnya dengan cara mendekatkan telinga kemulut si bayi untuk mendengarkan "strindor", suara keras yang keluar ketika sibayi menarik napas. Suara "strindor" akan muncul jika terjadi penyempitan bagian-bagian saluran pernapasan, sehingga udara yang masuk keparu-paru terganggu. Hal yang sama bisa dilakukan untuk mendengarkan apakah ada "wheezing", yakni gejala kesulitan bernapas.
Selain tanda-tanda tersebut, gejala perubahan fisik pun harus segera diamati oleh orang tua. Misalnya apakah si anak mengalami kekurang gizi berat yang ditandai dengan kehilangan lemak dan ototnya. Atau, ada bagian badan membengkak dan kurus, serta rambut yang tipis dan berubah warna menjadi kemerahan. Berbagai gejala fisik ini harus diwaspadai sebagai bagian dari pneumonia.
Upaya pemberantasan penyakit pneumnia di Indonesia sendiri sudah dilaksanakan sejak 1984. Dalam hal ini, Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Permukiman Departemen Kesehatan sudah membentuk program P2ISPA (Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Sampai tahun ini, mereka menargetkan kematian akibat pneumonia ini dapat turun sampai 33 persen. Untuk itiu mereka menyarankan orang tua secepatnya membawa bayi mereka ke petugas kesehatan jika menemukan gejala pneumonia pada anaknya. Sebab petugaslah yang bisa menentukan apakah si bayi mereka menderita pneumonia atau cuma batuk pilek biasa.
Menurut Dr. Mardjanis Said, do,kter spesialis anak dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, pneumonia disebabkan oleh bakteri "Haemophilus Influenza Tipe B" dan "Streptococcus Pneumoniae". Dua jenis kuman inilah yang paling sering menyerang kekebalan tubuh bayi ataupun balita.
Sialnya sampai saat ini, kata Mardjanis, memang belum ada jenis obat yang manjur untuk mematikan kedua jenis kuman itu. Paling banter menggunakan antibiotika. "Ada obatnya, tapi sangat tergantung pada
dosisnya", ujar Mardjanis kepada FORUM, Selasa , 2 Maret 1999.
Penyakit pneumonia sendiri memang sangat senang menyerang bayi yang berumur kurang dari dua bulan atau yang beratnya badannya rendah (kurang 2,5 kilogram) ketika lahir. Berdasarkan penelitian, anak laki-laki lebih mudah terserang pneumonia ketimbang anak perempuan. Apalagi, jika mereka kekurangan vitamin A dan tidak mendapatkan air susu ibu yang memadai.