Nabi Yusuf adalah putera ke tujuh daripada dua belas putera-puteri Nabi  Ya'qub. Ia dengan adiknya yang bernama Benyamin adalah beribukan  Rahil, saudara sepupu Nabi Ya'qub. Ia dikurniakan Allah rupa yang bagus,  paras tampan dan tubuh yang tegap yang menjadikan idaman setiap  wanita dan kenangan gadis-gadis remaja. Ia adalah anak yang dimanjakan  oleh ayahnya, lebih disayang dan dicintai dibandingkan dengan saudara- saudaranya yang lain, terutamanya setelah ditinggalkan iaitu wafatnya  ibu kandungnya Rahil semasa ia masih berusia dua belas tahun.
Perlakuan yang diskriminatif dari Nabi Ya'qub terhadap anak-anaknya  telah menimbulkan rasa iri-hati dan dengki di antara saudara-saudara  Yusuf yang lain, yang merasakan bahawa mereka dianak-tirikan oleh  ayahnya yang tidak adil sesama anak, memanjakan Yusuf lebih daripada  yang lain.
Rasa jengkel mereka terhadap kepada ayahnya dan iri-hati terhadap  Yusuf membangkitkan rasa setia kawan antara saudara-saudara Yusuf,  persatuan dan rasa persaudaraan yang akrab di antara mereka. Kisah  Nabi Yusuf terdapat dalam satu surah penuh yang juga bernama surah  Yusuf. Disebutkan bahawa sebab turunnya surah Yusuf adalah kerana  orang-orang Yahudi meminta kepada Rasulullah saw untuk menceritakan  kepada mereka kisah Nabi Yusuf. Kisah Nabi Yusuf telah mengalami  perubahan pada sebahagiannya dan terdapat penambahan pada  sebahagiannya. Lalu Allah s.w.t menurunkan satu surah penuh yang  secara terperinci menceritakan kisah Nabi Yusuf. 
Allah s.w.t berfirman: 
"Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan  mewahyukan Al-Qur'an ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu  sebelum (kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang  belum mengetahuinya. " (QS. Yusuf: 3) 
Para ulama berbeza pendapat dalam hal mengapa kisah ini disebut  dengan kisah yang terbaik? Ada yang mengatakan bahawa kisah ini  memiliki keistimewaan dibandingkan dengan kisah-kisah Al-Qur'an yang  lain dilihat dari sisi kandungannya yang memuat berbagai ungkapan dan  hikmah. Ada yang mengatakan kerana Nabi Yusuf mengampuni saudara- saudaranya dan bersikap sabar atas tindakan mereka. Ada yang  mengatakan lagi bahawa kerana di dalamnya terdapat kisah para nabi  dan orang-orang soleh, terdapat juga pelajaran tentang kehormatan diri  dan adanya godaan, kehidupan para raja, lelaki dan wanita, tipu daya  kaum wanita, di dalamnya juga disebut tentang aspek tauhid dan fiqih,  pengungkapan mimpi dan penakwilannya. Di samping itu, ia adalah surah  yang penuh dengan peristiwa-peristiwa dan petualangan emosi (perasaan  atau cinta). Ada yang mengatakan bahawa ia disebut sebagai kisah yang  terbaik kerana semua orang-orang yang disebut di dalamnya pada  akhirnya mendapatkan kebahagiaan. Alhasil, kita percaya bahawa  terdapat sebab penting di balik keistimewaan kisah ini. Kisah dalam  surah tersebut bermuara dari awal sampai akhir pada satu bentuk di  mana Anda akan merasakan adanya kekuasaan Allah s.w.t dan  terlaksananya perintah-Nya meskipun banyak manusia berusaha  menentangnya: 
"Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya. " (QS. Yusuf: 21) 
Nabi Yusuf mendapatkan berbagai ujian dalam hidupnya. Beliau  menghadapi persekongkolan jahat yang justru datang dari orang-orang  yang dekat dengannya, yaitu saudara-saudaranya. Mereka merencanakan  untuk membunuhnya. Rencana itu mereka buat saat Yusuf masih kecil.  Kemudian Yusuf dijual di pasar budak di Mesir lalu ia dibeli dengan harga  yang sangat murah. Kemudian beliau menghadapi rayuan dari isteri  seorang lelaki yang memiliki jabatan penting. Ketika ia menolak  rayuannya, ia pun dimasukan ke dalam penjara. Dalam beberapa waktu,  beliau menjadi tahanan di penjara. Meskipun mendapatkan berbagai  kehinaan ini, pada akhirnya beliau mampu menduduki tampuk  kepemimpinan di Mesir. Beliau menjadi menteri dari raja yang pertama.  Ia memulai dakwahnya di jalan Allah s.w.t dari atas panggung kekuasaan.  Ia melaksanakan rencana Allah s.w.t dan menunaikan perintah-Nya.  Demikianlah kandungan dari kisahnya. 
Kisah tersebut seolah-olah menggambarkan suatu adegan filem yang  sangat mengagumkan, episod demi episod. Di samping itu, Anda akan  dihadapkan pada satu bahagian dari bahagian-bahagian peristiwa yang  membuat Anda tercengang dan cukup mengganggu daya imaginasi Anda.  Itu adalah kisah seni yang sangat mengesankan yang tidak mampu  diungkapkan oleh seniman mana pun dari kalangan manusia. Pada  mulanya kisah itu mengungkap mimpi dan pada akhirnya menakwilkan  mimpi ini. Mimpi para nabi pasti selalu berisi kebenaran, di mana Allah  s.w.t menyingkapkan di dalamnya berbagai peristiwa yang belum pernah  terjadi sebelumnya. Pada awal kisah, kita tidak mengetahui bahawa  Yusuf adalah seorang Nabi. Begitu juga konteks Al-Qur'an terkesan  menyembunyikan nama ayahnya, yaitu Nabi Yakub sebagaimana  disampaikan oleh Nabi saw. Jadi, kita berhak untuk merenungkan mimpi  tersebut dengan penuh kehairanan. Layar akal pertama-tama  menampilkan pemandangan mimpi. Perhatikanlah filem yang dimulai  dengan mimpi. Mimpi identik dengan tidur, dan permulaan kisah apa pun  yang dimulai dengan tidur tidak terlepas dari rasa ngantuk. Tetapi yang  perlu diperhatikan adalah faktor-faktor daya tarik cerita itu sendiri. Al- Qur'an menceritakan bagaimana Nabi Yusuf menyampaikan mimpinya  kepada ayahnya: 
"(Ingatlah), Ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: 'Wahai ayahku,  sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan  bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku."' (QS. Yusuf: 4) 
Amatilah bentuk tentangan yang diwujudkan oleh adanya mimpi yang  membangkitkan daya khayal. Perhatikanlah potensi imaginasi bagaimana  ia menjalankan aktivitinya. Sesungguhnya otak manusia merupakan  sumber masalah di mana ia menciptakan di dalamnya suatu gambar dari  sujudnya matahari, bulan dan bintang. Dengan gambaran mukjizat ini  yang menentang imaginasi para ahli seni dan filem, kisah Nabi Yusuf  dimulai. Atau, dimulailah video visual dari kisah Nabi Yusuf sebagaimana  yang diceritakan oleh Allah s.w.t dalam kitab-Nya. Nabi Yusuf melihat  mimpi dan ia sekarang membeberkannya kepada ayahnya: 
"Ayahnya berkata: 'Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu  itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk  membinasakan)mu. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata  bagi manusia.'" (QS. Yusuf: 5) 
Si ayah mengingatkannya agar jangan sampai ia menceritakannya kepada  saudara-saudaranya. Sesungguhnya saudara-saudara Nabi Yusuf tidak  mencintainya dan tidak menyukai kedekatannya dengan ayahnya, dan  mereka juga tidak simpati dengan perhatian si ayah padanya. Yusuf  bukanlah saudara kandung mereka di mana Nabi Yakub menikahi isteri  kedua yang tidak melahirkan baginya anak-anaknya dan lahirlah darinya  Yusuf dan saudara kandungnya. Yusuf bin Yakub dan Yakub bin Ishak bin  Ibrahim. Salasilah suci dalam kitaran suci. Ketika mendengar mimpi  anaknya, Nabi Yakub merasa bahawa anaknya itu akan mengembang  suatu urusan besar, yaitu kitaran kenabian yang berada di sekitarnya.  Sebahagian ulama berkata: "Nabi Yakub merasa bahawa Allah s.w.t  memilih Yusuf melalui mimpi ini": • 
"Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi nabi) dan  di ajarkan-Nya kepadamu sebahagian dari tabir mimpi-mimpi." (QS.  Yusuf: 6) 
Makna takwil adalah mengetahui akhir dari sesuatu dan kemampuan  untuk menyingkap suatu kesimpulan, juga mengetahui rahsia yang belum  terjadi. Lalu apa yang dimaksud dengan alhadis? Mereka mengatakan  bahawa ia adalah mimpi. Nabi Yusuf akan mampu mentafsirkan mimpi di  mana melalui simbol-simbolnya yang tersembunyi, ia mampu melihat apa  yang akan terjadi di masa depan. Ada yang mengatakan bahawa alhadis  adalah peristiwa-peristiwa. Nabi Yusuf akan mengetahui kesudahan dari  suatu peristiwa, baik dari permulaannya dan akhirannya. Allah s.w.t akan  memberikan ilham padanya sehingga ia mengetahui takwil mimpi. 
"Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS.  Yusuf: 6) 
Pada akhir pembicaraannya, Nabi Yusuf mengembalikan ilmu dan hikmah  kepada Allah s.w.t. Sebahagian ulama ada yang mengatakan bahawa ayat  tersebut bukan termasuk bahagian dari dialog Nabi Yakub bersama  anaknya Yusuf, namun ia merupakan pujian dari Allah s.w.t terhadap  Yusuf. Perkataan tersebut dimasukan dalam rangkaian kisah sejak  permulaannya, padahal ia bukan bahagian darinya. Jadi, sejak semula  Nabi Yusuf dan Nabi Yakub tidak mengetahui takwil dari mimpinya. Kami  memilih pendapat ini (pendapat ini dikemukakan oleh al-Qurthubi dalam  tafsirnya: Al-Jami' li Ahkamil Qur'an. Kalau begitu, kita memahami dialog  dalam bentuk pemahaman yang lain. Sesungguhnya Allah s.w.t  menceritakan di sini bagaimana Dia memilih Yusuf. Ini bererti proses  kenabian Yusuf, dan bukan mengajarinya untuk menakwilkan mimpi serta  memberitahunya tentang hakikat simbol-simbol yang ada dalam  kehidupan atau dalam mimpi, selain mukjizat-mukjizatnya sebagai  seorang nabi. Dan Allah s.w.t Maha Mengetahui kepada siapa agamanya  diserahkan. Nabi Yakub mendengarkan mimpi anaknya dan  mengingatkannya agar jangan menceritakannnya kepada saudara- saudaranya. Yusuf memenuhi permintaan ayahnya. Ia tidak menceritakan  pada saudara-saudaranya apa yang dilihatnya. Yusuf berprasangka  bahawa mereka membencinya sampai pada batas di mana sulit baginya  untuk merasa nyaman bersama mereka, dan kemudian menceritakan  kepada mereka rahsia-rahsianya yang khusus dan mimpi-mimpinya.  Tersembunyilah penampilan Nabi Yakub dan anaknya, lalu layar filem  menampilkan kejadian lain, yaitu saudara-saudara Nabi Yusuf yang  membuat persengkokolan: 
"Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada  (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang-orang yang  bertanya. (Yaitu) ketika mereka berkata: Sesungguhnya Yusuf dan  saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita  daripada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang  kuat). Sesungguhnya ayah kita ada dalam kekeliruan yang nyata.  Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia he suatu (daerah yang tidak di  kenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja, dan  sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik. Seorang  di antara mereka berkata: 'Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi  masukkanlah dia ke dalam telaga, supaya dia dipungut oleh beberapa  orang musafir, jika kamu hendak berbuat. " (QS. Yusuf: 7-10) 
Di dalam lembaran-lembaran perjanjian lama disebutkan bahawa Nabi  Yusuf menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya. Tidak  terdapat isyarat Al-Qur'an yang menunjukkan hal itu. Kalau memang  demikian, nescaya saudara-saudaranya akan menceritakan hal itu dan  kedengkian mereka akan semakin bertambah sehingga mereka segera  membunuhnya. Yusuf percaya dengan pesan ayahnya dan ia tidak  menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya. Meskipun demikian,  saudara-saudaranya tetap merencanakan konspirasi dan niat jahat  padanya. Salah seorang mereka berkata: "Mengapa ayah kita lebih  mencintai Yusuf daripada kita?" Saudara yang kedua berkata: "Barangkali  kerana ketampanannya." Saudara ketiga berkata: 'Yusuf dan saudaranya  kedua-duanya mendapat tempat di hati ayahnya." Saudara yang pertama  berkata: "Sungguh ayah kita telah sesat." Salah seorang mereka  mengusulkan sebuah solusi: "Kalau begitu bunuhlah Yusuf." "Mengapa kita  membunuhnya? lebih baik kita membuangnya di bumi yang jauh.  Mengapa kita tidak membunuhnya, lalu kita merasa tenang." Salah  seorang di antara mereka berkata: "Mengapa ia harus dibunuh? Apakah  kalian ingin menghindar darinya? Kalau begitu, lebih baik kita  membuangnya ke dalam telaga yang di situ menjadi tempat lewatnya  para kafilah. Maka kafilah itu akan mengambilnya dan membawanya ke  tempat yang jauh sehingga ia jauh dari wajah ayahnya. Dengan jauhnya  Yusuf, maka tujuan kita tercapai. Kemudian setelah itu, kita bertaubat  dari kejahatan kita dan kita kembali menjadi orang-orang yang baik." 
Dialog tersebut terus berlanjut setelah timbul ide untuk memasukan  Yusuf ke telaga. Namun mereka tetap kembali pada ide-ide itu kerana ia  dianggap sebagai ide yang paling aman. Ide untuk membunuh  diurungkan. Kemudian timbullah ide untuk menjauhkan dan membuang  Yusuf. Itu dianggap ide yang paling cemerlang. Dari sini kita memahami  bahawa saudara-saudara Yusuf, meskipun kejahatan mereka dan  kedengkian mereka sangat kental, namun dalam had mereka masih  tersisa titik-titik kebaikan. Akhirnya, ide untuk membuangnya ke telaga  diputuskan. Kemudian mereka sepakat untuk melaksanakan rencana itu: 
"Mereka berkata: 'Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak  mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami  adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya. Biarkan dia  pergi bersama kami esok pagi, agar ia (dapat) bersenang-senang dan  (dapat) bermain-main, dan sesungguhnya kami pasti menjaganya.'  Berkata Yakub: 'Sesungguhnya kepergian kamu bersama Yusuf amat  menyedihkankanku dan aku khawatir kalau-kalau dia dimakan  serigala, sedang kamu lengah darinya. Mereka berkata: 'Jika ia benar- benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang kuat),  sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang rugi.'"  (QS. Yusuf: 11-14) 
Terjadilah dialog antara mereka dan ayahnya dengan penuh kelembutan  dan dendam yang tersembunyi. Mengapa engkau tidak merasa aman  ketika kami pergi dengan Yusuf? Apakah Yusuf dapat menjadi saudara  kandung kami, lalu mengapa engkau khawatir kepada kami jika kami  membawanya. Bukankah kami mencintainya dan nanti akan menjaganya.  Mengapa engkau tidak membiarkannya pergi bersama kami besok untuk  bersenang-senang dan bermain. Bukankah ketika ia pergi dan main-main,  itu dapat menghiburnya? Lihatlah wajahnya tampak pucat kerana ia  sering berdiam di rumah, seharusnya ia harus bermain agar tampak ceria.  Masalahnya adalah, Yakub khawatir terhadap serigala-serigala gurun.  Apakah yang dimaksud Yakub adalah serigala-serigala yang ada dalam diri  mereka atau serigala-serigala hakiki, yaitu binatang yang buas? Tidak ada  seorang pun yang mengetahuinya. Mereka membujuk ayahnya agar  mengizinkan Yusuf pergi dengan mereka. Akhirnya, mereka berhasil  meyakinkan ayahnya yang sangat khawatir kalau-kalau Yusuf dimakan  oleh serigala. Apakah ini masuk akal? Kami sepuluh orang laki-laki, maka  mana mungkin kami yang banyak ini lalai darinya? Sungguh kami akan  kehilangan sifat kejantanan kami seandainya terjadi peristiwa itu. Kami  jamin bahawa tidak ada seekor serigala pun yang akan memakannya.  Kerana itu, tidak ada yang perlu dikhuatirkan. Si ayah berdiri di bawah  tekanan anak-anaknya. Mereka pun berhasil menemani Yusuf pada hari  berikutnya dan pergi dengannya ke gurun. Mereka menuju tempat yang  jauh yang belum pernah mereka berjalan sejauh itu. Mereka mencari  telaga yang di situ sering dilewati oleh para kafilah dan mereka  berencana untuk memasukan Yusuf ke dalam telaga itu. Allah s.w.t  mengilhamkan kepada Yusuf bahawa ia akan selamat, maka ia tidak perlu  takut. Allah s.w.t menjamin bahawa Yusuf akan bertemu dengan mereka  pada suatu hari dan akan memberitahu mereka apa yang mereka lakukan  kepadanya. 
Selesailah satu adegan dan akan dimulai adegan yang lain. Kita bisa  membayangkan bahawa Yusuf sempat melakukan perlawanan kepada  mereka namun mereka memukulinya dan mereka memerintahnya untuk  melepas bajunya, lalu mereka menceburkannya ke dalam telaga dalam  keadaan telanjang. Kemudian Allah s.w.t mewahyukan kepadanya  bahawa ia akan selamat dan kerananya ia tidak perlu takut. Di dalam  telaga itu terdapat air, namun tubuh Nabi Yusuf tidak terkena hal yang  membahayakan. Ia sendirian duduk di telaga itu, kemudian ia  bergantungan dengan batu: 
"Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil  menangis. Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran)  dengan darah palsu. Yakub berkata: 'Sebenarnya dirimu sendirilah  yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran  yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon  pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.'" (QS. Yusuf: 16- 18) 
Peristiwa ini terjadi di malam yang gelap. Tetapi kegelapan itu segera  dipecah oleh tangisan sepuluh orang lelaki. Sementara itu, si ayah duduk  di rumahnya lalu anak-anaknya masuk menemuinya di tengah-tengah  malam di mana kegelapan malam menyembunyikan kegelapan had dan  kegelapan kebohongan yang siap ditampakkan. Nabi Yakub bertanya:  "Mengapa kalian menangis? Apakah terjadi sesuatu pada kambing? Mereka  berkata sambil meningkatkan tangisannya: 
"Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlumba-lumba dan  kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan  serigala; dan kamu sekali-kali tidak akan pernah percaya kami,  walaupun kami adalah orang-orang yang benar. " (QS. Yusuf: 17) 
"Setelah kembalinya kita dari adu lari, kita dikejutkan ketika melihat  Yusuf telah berada di perut serigala. Kita tidak menemukan Yusuf.  Mungkin engkau tidak percaya kepada kami meskipun kami jujur, tetapi  kami menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi. Kita tidak berbohong  kepadamu. Sungguh Yusuf telah dimakan oleh serigala. Inilah pakaian  Yusuf. Kita menemukan pakaian Yusuf berlumuran darah sedangkan Yusuf  tidak kita temukan: 
"Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan  darah palsu. " (QS. Yusuf: 18) 
Mereka menyembelih kambing atau rusa lalu melumurkan darah palsu ke  pakaian Yusuf. Mereka lupa untuk merobek-robek pakaian Yusuf. Mereka  malah membawa pakaian sebagaimana biasanya (masih utuh) tetapi  hanya berlumuran darah. Mereka melemparkan pakaian Yusuf di depan  ayahnya yang saat itu sedang duduk. Nabi Yakub memegang pakaian  anaknya. Lalu ia mengangkat pakaian itu dan memperhatikannya di  bawah cahaya yang terdapat dalam kamar. Ia membalik-balikkan baju itu  di tangannya namun ia mendapatinya masih utuh dan tidak ada tanda- tanda cakaran atau robek. Serigala apa yang makan Yusuf? Apakah ia  memakannya dari dalam pakaian tanpa merobek pakaiannya? Seandainya  Yusuf mengenakan pakaiannya lalu ia dimakan oleh serigala, nescaya  pakaian tersebut akan robek. Seandainya ia telah melepas bajunya untuk  bermain dengan saudara-saudaranya, maka bagaimana pakaian tersebut  dilumuri dengan darah sementara saat itu ia tidak menggunakan pakaian?  Melalui bukti-bukti itu, Nabi Yakub mengetahui bahawa mereka  berbohong. Yusuf tidak dimakan oleh serigala. Si ayah mengetahui  bahawa mereka berbohong. Ia mengungkapkan hal ini dalam  perkataannya: 
"Yakub berkata: 'Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik  perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah  (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya  terhadap apa yang kamu ceritakan.'" (QS. Yusuf: 18) 
Demikianlah perilaku nabi yang bijaksana. Ia meminta agar diberi  kesabaran dan memohon pertolongan kepada Allah s.w.t atas apa yang  mereka lakukan terhadap anaknya. Selanjutnya, terdapat kafilah yang  berjalan menuju ke Mesir, yaitu satu kafilah besar yang berjalan cukup  jauh sehingga dinamakan sayyarah. Semua kafilah itu menuju ke telaga.  Mereka berhenti untuk menambah air. Mereka menghulurkan timba ke  telaga. Lalu Yusuf bergelantungan dengannya. Orang yang  menghulurkannya mengira bahawa timbanya telah penuh dengan air lalu  ia menariknya. Tiba-tiba, "Oh ini anak kecil." Di zaman itu ditentukan  bahawa siapa yang menemukan sesuatu yang hilang, maka ia akan  memilikinya. Demikianlah undang-undang yang ditetapkan saat itu. Mula- mula orang yang menemukannya gembira tetapi ia berfikir tentang  tanggung jawab yang harus dipikulnya, dan kemudian timbullah rasa  khawatir dalam dirinya. Kemudian untuk menghindar darinya ia  menetapkan untuk menjualnya saat ia tiba di Mesir. Akhirnya, ketika ia  sampai di Mesir ia segera menjualnya di pasar budak dengan harga yang  sangat murah di mana ia dibeli oleh seorang lelaki yang mempunyai  kepentingan dengannya: 
"Kemudian datanglah kelompok orang-orang musafir, lalu mereka  menyuruh seorang pengambil air, maka dia menurunkan timbanya,  dia berkata: 'Oh; khabar gembira, ini seorang anak muda!' Kemudian  mereka menyembunyikan dia sebagai barang dagangan. Dan Allah  Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. Dan mereka menjual  Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan  mereka tidak tertarik hatinya kepada Yusuf. Dan orang Mesir yang  membelinya berkata kepada isterinya: 'Berikanlah kepadanya tempat  (dan layanan) yang baik, boleh jadi ia bermanfaat kepada kita atau  kita pungut dia sebagai anak.' Dan demikianlah Kami berikan  kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir) dan agar  Kami ajarkan kepadanya ta'bir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap  urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya. " (QS.  Yusuf: 19-21) 
Perhatikanlah bagaimana Allah s.w.t mengungkap kandungan cerita yang  jauh pada permulaannya: "Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya,  tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya. " 
Yusuf benar-benar diuji dengan ujian yang berat. Ia dimasukkan dalam  telaga, ia dihinakan, ia dijauhkan dari ayahnya, ia diambil dari telaga  lalu menjadi budak yang dijual di pasar, ia dibeli oleh seorang lelaki dari  Mesir lalu menjadi seseorang yang dimiliki oleh lelaki itu. Demikianlah  cerita demi cerita telah dialaminya. Yusuf tampak tidak memiliki daya  dan upaya. Demikianlah prasangka manusia mana pun tetapi hakikat  selalu berlawanan dengan prasangka. Yang dapat kita bayangkan adalah  bahawa itu adalah sebuah tragedi, ujian, dan fitnah. Allah s.w.t pasti  memenangkan urusan-Nya. Dia akan memuluskan langkah-Nya meskipun  banyak orang yang berusaha menghentikannya. Allah s.w.t akan  mewujudkan janji-Nya dan akan menggagalkan kejahatan orang lain.  Allah s.w.t telah menjanjikan kepada Yusuf bahawa ia akan dijadikan  Nabi. 
Yusuf mendapatkan tempat di hati seseorang yang membelinya, yaitu  seorang bangsawan yang berkata kepada isterinya: "Hormatilah ia, kerana  barangkali ia bermanfaat bagi kita atau kita dapat menjadikannya  sebagai anak." Lelaki ini bukanlah orang sembarangan tetapi ia seorang  yang penting. Ia termasuk seseorang yang berasal dari pemerintah yang  berkuasa di Mesir. Kita akan mengetahui bahawa ia adalah seorang  menteri di antara menteri-menteri raja. Seorang menteri yang penting  yang Al-Qur'an menyebutnya dengan istilah al-Aziz. Orang-orang Mesir  kuno terbiasa untuk menyebutkan sifat seperti nama atau identik dengan  nama terhadap para menteri. Misalnya, mereka mengatakan: Ini adalah  al-Aziz (orang yang mulia), ini adalah al-'Adil (orang yang adil), ini adalah  al-Qawi (orang yang kuat), dan seterusnya. Alhasil, pendapat yang paling  kuat adalah, bahawa al-Aziz ini kepala menteri di Mesir. 
Demikianlah Allah s.w.t menguatkan Yusuf di muka bumi. Ia terdidik di  masa kecil di rumah seorang lelaki yang berkuasa dan Allah s.w.t akan  mengajarinya takwil mimpi. Dan pada suatu hari, raja akan  membutuhkannya untuk menduduki jabatan di Mesir. Allah s.w.t akan  memenangkan urusan-Nya tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.  Semua itu terwujud melalui suatu ujian berat yang dialami oleh Yusuf.  Nabi Yusuf adalah orang yang paling tampan di masanya, di mana  wajahnya mengundang decak kagum orang yang melihatnya. Sikapnya  yang sopan dan penuh dengan keanggunan moral semakin menambah  ketampanannya. Hari demi hari berlalu. Yusuf pun semakin tumbuh  besar: 
"Dan tatkala dia cukup dewasa Kami berikan kepadanya hikmah dan  ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang  berbuat baik." (QS. Yusuf: 22) 
Yusuf diberi kemampuan untuk mengendalikan suatu masalah dan ia  diberi pengetahuan tentang kehidupan dan peristiwa-peristiwanya. Ia  juga diberi metode dialog yang dapat menarik simpati orang yang  mendengarnya. Yusuf diberi kemuliaan sehingga ia menjadi peribadi yang  agung dan tak tertandingi. Tuannya mengetahui bahawa Allah s.w.t  memuliakannya dengan mengirim Yusuf padanya. Ia mengetahui bahawa  Yusuf memiliki kejujuran, kemuliaan, dan istiqamah (keteguhan) lebih  dari siapa pun yang pernah ditemuinya dalam kehidupan. 
Sementara itu, isteri al-Aziz selalu mengawasi Yusuf. Ia duduk di  sampingnya dan berbincang-bincang bersamanya. Ia mengamati  kejernihan mata Yusuf. Lalu ia bertanya kepadanya dan mendengarkan  jawapan dari Yusuf. Akhirnya, kekagumannya semakin bertambah pada  Yusuf. Al-Qur'an melukiskan kisah terakhir dari perjalanan cinta ini di  mana si wanita itu mulai menggunakan siasat dan taktik untuk  memperdaya Yusuf: 
"Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda  Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup  pintu-pintu seraya berkata: 'Marilah ke sini.' Yusuf berkata: 'Aku  berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku  dengan baik.' Sesungguhnya orang-orang yang lalim tiada beruntung.  Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu)  dengan Yusuf, dan Yusuf bermaksud (melakukan pula) dengan wanita  itu andaikan dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah,  agar Kami memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian.  Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba yang terpilih. " (QS.  Yusuf: 23-24) 
Al-Qur'an tidak menyebut sedikit pun tentang berapa usia wanita itu dan  berapa usia Yusuf. Kita dapat mengamati hal itu hanya dengan perkiraan.  Ia menghadirkan Yusuf saat beliau masih kecil dari telaga. Dia adalah  seorang isteri yang misalnya berusia dua puluh tiga sementara Yusuf  berusia dua belas tahun. Setelah tiga belas tahun, ia berusia tiga puluh  enam sementara Yusuf berusia dua puluh lima. Apakah peristiwa itu  memang terjadi di usia ini? Boleh jadi memang demikian. Tindakan  wanita itu dalam peristiwa itu dan peristiwa sesudahnya menunjukkan  bahawa ia wanita yang sudah matang dan cukup berani. Peristiwa ini  yang diungkapkan oleh Al-Quran al-Karim merupakan puncak dari  peristiwa-peristiwa yang lalu yang sangat mengganggu daya imaginasi  kita. 
Sungguh isteri al-Aziz sangat mencintai Yusuf. Ia merayunya dengan cara  terang-terangan lalu ia menutup pintu-pintu sambil berkata: "Hai Yusuf  kemarilah kau ke sini. Kali ini engkau tidak akan dapat lari dariku." Ini  bererti bahawa terdapat peristiwa sebelumnya di mana Yusuf dapat  menghindar darinya. Peristiwa sebelumnya tidak disampaikan dengan  cara terang-terangan seperti ini. Yusuf telah terdidik di istana seorang  menteri besar di Mesir. Anda bisa membayangkan bagaimana Yusuf  tinggal di lingkungan yang mewah yang dikelilingi dengan wanita-wanita  cantik. Yusuf adalah seorang pemuda yang dibeli oleh suaminya dan  menjadi budaknya. Ia memanggilnya di tempat tidurnya dan  memerintahkannya untuk menghadirkan gelas minuman, misalnya. Atau  tampak padanya bajunya yang tipis atau ia menampakkan padanya  kecantikannya atau ia merayunya dengan rayuan yang biasa dilakukan  oleh kaum wanita terhadap kaum lelaki. 
Bayangkanlah semua ini di mana mereka berdua selama beberapa tahun  tinggal di satu rumah dan di bawah satu atap. Wanita itu menggoda  Yusuf dan merayunya, sementara Yusuf masih bertahan dengan  ketakwaannya. Wanita itu terbelenggu dengan hawa nafsunya. Kemudian  datanglah hari yang terakhir. Wanita itu bosan dengan sikap tidak peduli  ini dan sikap pura-pura tidak tahu ini. Ia menentukan untuk mengubah  rencananya. Ia tidak lagi menggunakan bahasa isyarat dia lebih memilih  bahasa terang-terangan. Ia menutup semua pintu dan menyobek cadar  rasa malu dan ia menjelaskan cintanya kepada Yusuf. 
Barangkali ia berkata kepada Yusuf: 'Yusuf, alangkah tampan wajahmu."  Dan barangkali Yusuf akan berkata demikian: "Tuhanku menggambarkan  aku sebelum aku diciptakan." Wanita itu berkata sambil mendekati  Yusuf: "Yusuf, alangkah halusnya rambutmu." Yusuf berkata: "Ia adalah  sesuatu yang pertama kali hancur dariku saat aku berada dalam  kuburan." Wanita itu berkata: "Alangkah jernih kedua matamu." Yusuf  berkata: "Dengan keduanya aku melihat apa yang diciptakan oleh  Tuhanku." Wanita itu berkata: "Bukankah aku adalah sesuatu yang  diciptakan oleh Tuhanmu? Angkatlah pandangan matamu dan lihatlah  wajahku." Yusuf berkata: "Aku takut pada hari kiamat." Wanita itu  berkata: "Aku mendekat padamu tetapi engkau malah menjauh dariku."  Yusuf berkata: "Aku ingin mendekat pada Tuhanku." Wanita itu berkata:  "Aku telah dikuasai oleh perasaan cinta padamu. Aku menjadi bahagian  dari udara yang aku hirup dan yang aku bernafas darinya. Engkau tidak  akan lari dariku." Yusuf mengetahui bahawa ia mengajaknya untuk  mendekati, lalu beliau berkata: "Aku berlindung kepada Allah s.w.t. Aku  meminta ampun kepada Allah s.w.t Yang Maha Agung. Tuhan Pencipta  alam semesta telah memuliakan aku dengan rumah ini, dan pemilik  rumah ini telah memuliakan aku dengan kepercayaannya. Maka siapakah  yang aku khianati? Dan keselamatan apa yang aku harapkan bagi diriku  jika aku memang melakukan apa yang engkau inginkan." Allah s.w.t  berfirman: "Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan  perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf bermaksud (melakukan pula)  dengan wanita itu andaikan dia tidak melihat tanda (dan) Tuhannya." 
Para ahli tafsir sepakat tentang keinginan wanita itu untuk melakukan  maksiat, sedangkan mereka berselisih pendapat tentang hasrat yang ada  pada Nabi Yusuf. Ada yang mengatakan bahawa wanita itu memang ingin  melakukan maksiat dengannya dan Yusuf pun memiliki perasaan yang  sama, namun ia tidak sampai melakukannya. Ada yang mengatakan lagi  bahawa wanita itu berhasrat untuk menciumnya dan Yusuf berhasrat  untuk memukulinya. Ada pendapat lain yang mengatakan bahawa hasrat  ini memang terdapat di antara mereka sebelum terjadinya peristiwa ini.  Ia merupakan gerakan jiwa yang terdapat dalam diri Yusuf saat beliau  memasuki alam remaja kemudian Allah s.w.t memalingkannya darinya.  Dan sebaik-baik tafsir yang cukup menenangkan saya bahawa di sana  terdapat pendahuluan dan pengakhiran dalam ayat tersebut. 
Abu Hatim berkata: "Aku membaca bahagian yang unik dari Al-Qur'an  pada Abu Ubaidah dan ketika aku sampai pada firman-Nya":  "Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu)  dengan Yusuf, dan Yusuf bermaksud (melakukan pula) dengan wanita  itu," 
Abu Ubaidah berkata: "Ini berdasarkan pendahuluan dan pengakhiran.  Dengan pengertian bahawa wanita itu benar-benar cenderung pada  Yusuf, dan seandainya Yusuf tidak melihat tanda kebenaran dari  Tuhannya nescaya ia pun akan cenderung padanya. Saya kira tafsir ini  sesuai dengan kemaksuman para nabi sebagaimana ia juga sesuai dengan  konteks ayat yang datang sesudahnya": "Demikianlah, agar Kami  memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu  termasuk hamba-hamba yang terpilih." 
Ayat tersebut menetapkan bahawa Nabi Yusuf termasuk hamba-hamba  Allah s.w.t yang ikhlas, pada saat yang sama menetapkan juga  kebebasannya dari pengaruh kekuasaan setan. Allah s.w.t berkata kepada  Iblis pada hari penciptaan: 
"Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu  terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu  orang-arang yang sesat. " (QS. al-Hijr: 42) 
Selama Yusuf termasuk hamba-hamba-Nya yang ikhlas, maka ia akan  tersucikan dari berbagai dosa. Ini tidak bererti bahawa Yusuf sunyi dari  perasaan kejantanan dan ini juga tidak bererti bahawa Yusuf berada  dalam kesucian para malaikat di mana mereka tidak terpengaruh dengan  daya tarik materialis (bendawi). Namun ini bererti bahawa beliau  menghadapi godaan yang cukup lama dan beliau mampu untuk  melawannya, dan jiwanya tidak cenderung padanya. Kemudian beliau  dibimbing dan ditenangkan oleh ketakwaannya yang mampu melihat  tanda-tanda kebenaran dari Tuhannya. Apalagi Yusuf adalah putera  Yakub, seorang Nabi, putera Ibrahim, kakek para Nabi dan kekasih Allah  s.w.t. 
Terjadilah perkembangan pergelutan antara mereka berdua. Dialog telah  berkembang dari bahasa lisan menuju bahasa tangan. Isteri menteri itu  menghulurkan tangannya kepada Yusuf dan berusaha untuk memeluknya.  Yusuf berputar dalam keadaan pucat wajahnya dan berlari menuju ke  pintu. Lalu ia dikejar oleh wanita itu dan wanita itu menarik-narik  pakaiannya seperti orang tenggelam yang memegang perahu. Kedua- duanya sampai ke pintu. Tiba-tiba pintu itu terbuka namun suaminya  datang bersama salah satu kerabatnya: 
"Dan keduanya berlumba-lumba menuju pintu dan wanita itu menarik  baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya  mendapati suami wanita itu di muka pintu." (QS. Yusuf: 25-29) 
Wanita yang sedang mabuk cinta kepada Yusuf itu melihat suaminya  muncul di tengah-tengah peristiwa itu, ia segera menggunakan  kelicikannya. Jelas sekali bahawa di sana terdapat pergelutan. Yusuf  tampak gementar dengan penuh rasa malu dan butiran-butiran keringat  mengalir dari keningnya. Sebelum suaminya membuka mulutnya untuk  mengawali pembicaraan, wanita itu mendahuluinya dengan melontarkan  tuduhan kepada Yusuf: "Wanita itu berkata: 'Apakah pembalasan  terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan isterimu, selain  dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih?'" 
Ia menuduh Yusuf telah merayunya. Ia mengatakan bahawa Yusuf  berusaha memperkosanya. Yusuf memandangi wanita itu dengan  kepolosan dan kesabaran. Sebenarnya Yusuf berusaha menyembunyikan  rahsia wanita itu namun ketika ia mulai menuduhnya Yusuf terpaksa  mempertahankan dirinya. "Yusuf berkata: 'Dia menggodaku untuk  menundukkan diriku (kepadanya)." 
Kini giliran si suami untuk menunjukkan reaksinya. Kami kira ia berkata:  "Pelankanlah suara kalian berdua. Sesungguhnya di rumah ini terdapat  banyak budak dan pembantu. Ini adalah masalah khusus." Kepala menteri  itu adalah seorang tua yang terkesan tenang dan tidak gampang emosi.  Peristiwa ini terjadi di kalangan kelompok masyarakat yang bergaya  hidup mewah, bukan kaum tradisional sehingga mereka cenderung  menggunakan cara-cara yang bijak dan terbaik dalam menyelesaikan  masalah. Kemudian kepala menteri itu duduk dan mulai mengusut  kejadian itu. Ia bertanya kepada isterinya dan juga bertanya kepada  Yusuf. Kemudian orang yang ada di dekat wanita itu berkata:  "Sesungguhnya kunci persoalan ini terletak pada pakaian Yusuf. Jika  pakaiannya robek dari depan, maka ini bererti Yusuf memang ingin  memperkosanya. Wanita itu akan merobek pakaian Yusuf untuk  mempertahankan dirinya." 
Si suami berkata: "Lalu bagaimana jika pakaiannya robek dari belakang."  Seorang penengah dari keluarganya berkata: "Maka ini bererti wanita itu  yang merayunya. Jadi kunci dari peristiwa ini ada pada pakaian Yusuf."  Akhirnya, pakaian itu berpindah dari satu tangan ke tangan yang lain.  Kemudian seorang penengah dari keluarganya mengamati pakaian itu,  lalu ia mendapatinya dalam keadaan robek dari belakang. Selanjutnya,  kepala menteri itu pun melihatnya dan ia juga mendapatinya dalam  keadaan robek dari belakang. Maka secara otomatis tuduhan itu  dibalikkan pada si isteri. Allah s.w.t menceritakan peristiwa ini dalam  firman-Nya: "Dan seorang saksi keluarga wanita itu memberikan  kesaksiannya: 'Jika baju gamisnya itu koyak di muka, maka wanita itu  benar dan Yusuf termasuk orang-orang yang dusta. Dan jika baju  gamisnya koyak di belakang, maka wanita itulah yang berdusta dan Yusuf  termasuk orang-orang yang benar.' Maka tatkala suami wanita itu melihat  baju gamis Yusuf terkoyak di belakang berkatalah ia: 'Sesungguhnya  (kejadian) itu adalah tipu daya kamu, Sesungguhnya tipu daya kamu  adalah besar.'" 
Ketika si suami memastikan pengkhianatan isterinya, ia tampak tenang- tenang saja dan tidak menunjukkan emosi yang berlebihan, bahkan ia  tidak berteriak dan tidak marah. Aturan kelompok terpandang saat itu  memaksanya untuk menyikapi suatu persoalan dengan penuh ketenangan  dan kelembutan. Ia berkata: "Sesungguhnya ini adalah bahagian dari tipu  daya kalian, hai para wanita." Ia mengisbatkan apa yang dilakukan oleh  isterinya kepada tipu daya yang umumnya dikerjakan oleh para wanita.  Ia menegaskan bahawa tipu daya perempuan umumnya sangat besar  (berbahaya). Kemudian ia menoleh pada Yusuf sambil berkata: "Hai Yusuf  berpalinglah dari masalah ini. Lupakanlah masalah ini dan janganlah  engkau terlalu peduli dengannya serta jangan pula engkau  menceritakannya. Inilah yang penting, yaitu menjaga hal-hal yang telah  terjadi. Kami tidak ingin masalah ini akan mencuat ke permukaan." 
Kemudian si suami merasa bahawa ia belum mengatakan sesuatu pun  kepada isterinya selain penyataannya yang berhubungan dengan tipu  daya kaum wanita secara umum. Ia ingin berkata kepada isterinya  tentang sesuatu yang khusus. Ia berusaha untuk bersikap keras pada  isterinya tetapi kekerasan itu berakhir dengan kelembutan yang terwujud  dalam ucapannya: "Dan (kamu hai isteriku) mohon ampunlah atas dosamu  itu, kerana kamu sesungguhnya termasuk orang-orang yang berbuat  salah. " 
Setelah pernyataan yang pertama dan nasihat yang terakhir, si suami  mengakhiri masalah tersebut, lalu Yusuf pun pergi. Tuan rumah itu tidak  meminta perincian atau kronologis peristiwa yang terjadi antara isterinya  dan pemuda yang mengabdi padanya. Yang ia minta adalah agar  pembicaraan ini ditutup sampai di sini saja. Tetapi masalah ini sendiri  meskipun terjadi di kalangan masyarakat yang terpandang tidak dapat  begitu saja di tutup. Alhasil, masalah tersebut akhirnya tersebar kemana- mana. Peristiwa itu tersebar dari satu istana ke istana-istana penguasa  saat itu. Kemudian wanita-wanita yang tinggal di istana itu mulai ramai- ramai menjadikannya sebagai bahan cerita. Kemudian masalah itu pun  tersebar di penjuru kota: 
"Dan wanita-wanita di kota berkata: 'Isteri al-Aziz menggoda  bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya  cintanya kepada bujangan itu adalah sangat mendalam,  Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata. "  (QS. Yusuf: 30) 
Di sini kita mengetahui bahawa yang dimaksud wanita dalam kasus roman  itu adalah isteri dari al-Aziz dan bahawa laki-laki itu yang membeli Yusuf  dari Mesir itu adalah seorang menteri di Mesir, yakni seorang pembesar  atau tokoh atau ketua dari para menteri. Barangkali ketika membeli  Yusuf, ia masih menjadi menteri biasa lalu setelah itu ia naik jabatan.  Dan sekarang ia menjadi kepala menteri di Mesir. 
Akhirnya berita tersebut berpindah dari satu mulut ke mulut yang lain,  dan dari satu rumah ke rumah yang lain sehingga sampailah berita itu ke  telinga isteri al-Aziz. Barangkali dikatakan kepadanya: "Penduduk kota  banyak yang membicarakan kisah romantismu." la berkata: "Kisah  romantisku dengan siapa?" Dikatakan padanya: "Dengan Yusuf." Ia  berkata: "Aku memang tidak dapat memungkiri bahawa aku  mencintainya." Dikatakan kepadanya: "Semua isteri menteri  membicarakan tentang kecenderunganmu padanya." Ia berkata: "Apa  yang mereka katakan?" Dikatakan kepadanya: "Sungguh engkau berada di  dalam kesesatan yang nyata." Ia berkata mulai tampak emosinya:  "Kesesatan apa? Siapa yang mengatakan bahawa aku tersesat. Tidakkah  wanita-wanita itu pernah melihat bagaimana si Yusuf? Apakah mereka  mengetahui daya tariknya? Siapa mereka itu yang mengatakan demikian?  Sebutkanlah padaku nama-nama wanita-wanita yang banyak bicara itu." 
Isteri al-Aziz terdiam sebentar dan tampaknya ia sedang berfikir.  Kemudian ia telah menetapkan sesuatu dan memerintahkan untuk  mendatangkan para juru masak. Akhirnya, para juru masak datang ke  istana. Ia memberitahu mereka bahawa ia akan menyiapkan suatu  jamuan besar di istana. Ia telah memilih berbagai macam hidangan dan  minuman. Ia telah memerintahkan agar diletakkan pisau-pisau yang  tajam di sebelah buah-buah apel yang dihidangkan, dan hendaklah juga  diletakkan kain putih di sebelah wadah atau piring-piring yang di situ  diletakkan apel, juga diletakkan bantal-bantal yang memang saat itu  menjadi tradisi masyarakat timur. Kemudian ia mengundang kaum hawa  yang membicarakan petualangan cintanya dengan Yusuf. Akhirnya,  datanglah hari jamuan itu. Wanita-wanita dari kalangan masyarakat elit  segera berdatangan menuju ke istana kepala menteri. Isteri al-Aziz  memanfaatkan acara itu sebagai kesempatan emas untuk menunjukkan  seorang pemuda yang paling tampan dan paling mengagumkan. 
Undangan tersebut dibatasi hanya di kalangan wanita sehingga mereka  lebih leluasa dan lebih bebas untuk mendengarkan cerita dan untuk  mengobrol. Mereka duduk dan bersandar di atas bantal-bantal sambil  makan dan minum. Pesta jamuan itu terus berlangsung di mana  dihidangkan di atasnya makanan yang istimewa dan minuman yang dingin  dan sangat menyenangkan orang yang melihatnya. 
Tempat pesta itu dipenuhi dengan berbagai macam komentar dan  berbagai macam canda tawa. Kami kira bahawa setiap wanita yang hadir  di tempat itu sengaja menahan lidahnya agar jangan sampai menyentuh  kisah Yusuf. Sebenarnya mereka semua mengetahui peristiwa yang  terjadi antara Yusuf dan wanita perdana menteri itu, tetapi mereka  sengaja menyembunyikannya seakan-akan mereka tidak mengetahuinya.  Demikianlah aturan main yang biasa dipegang oleh kalangan elit dari  masyarakat saat itu. Namun, isteri al-Aziz, sebagai tuan rumah, justru  menggugah mereka dan ia justru membuka persoalan tersebut: "Aku  mendengar ada wanita-wanita yang mengatakan bahawa aku jatuh cinta  pada seorang pemuda yang bernama Yusuf." Tiba-tiba keheningan yang  menyelimuti meja makan itu runtuh dan tangan-tangan para undangan  nyaris lumpuh. Isteri al-Aziz benar-benar mencuri kesempatan itu. Ia  bercerita sambil memerintahkan para pembantunya untuk menghadirkan  apel. "Aku mengakui bahawa memang Yusuf seorang pemuda yang  mengagumkan. Aku tidak mengingkari bahawa aku benar-benar  mencintainya, dan aku telah mencintainya sejak dahulu," kata isteri al- Aziz dengan nada serius. Kemudian wanita-wanita itu mulai mengupas  apel. Saat itu peradaban di Mesir telah mencapai puncak yang jauh di  mana gaya hidup mewah menghiasi istana-istana. 
Pengakuan isteri al-Aziz menciptakan suatu kedamaian umum di ruangan  itu. Jika isteri al-Aziz saja mengakui bahawa ia memang jatuh cinta  kepada Yusuf, maka pada gilirannya mereka pun berhak untuk  mencintainya. Meskipun demikian, mereka mengisyaratkan bahawa  seharusnya isteri al-Aziz tidak cenderung pada Yusuf justru sebaliknya, ia  harus menjadi tempat cinta. Seharusnya, ia yang dikejar oleh lelaki,  bukan sebaliknya. Isteri al-Aziz mengangkat tangannya dan  mengisyaratkan agar Yusuf masuk dalam ruangan itu. Kemudian Yusuf  masuk di ruang makan itu. Ia dipanggil oleh majikannya kemudian ia pun  datang. Kaum wanita masih mengupas buah, dan belum lama Yusuf  memasuki ruangan itu sehingga terjadilah apa yang dibayangkan oleh  isteri al-Aziz. 
Tamu-tamu wanita itu tiba-tiba membisu. Sungguh mereka tercengang  ketika menyaksikan wajah yang bercahaya yang menampakkan  ketampanan yang luar biasa, ketampanan malaikat. Wanita-wanita itu  pun terdiam dan mereka bertakbir, dan pada saat yang sama mereka  terus memotong buah yang ada di tangan mereka dengan pisau. Semua  pandangan tertuju hanya kepada Yusuf dan tak seorang pun di antara  wanita itu melihat buah yang ada di tangannya. Akhirnya, wanita-wanita  itu justru memotong tangannya sendiri namun mereka tidak lagi  merasakannya. Sungguh kehadiran Yusuf di tempat itu sangat  mengagumkan mereka sampai pada batas mereka tidak merasakan rasa  sakit dan keluarnya darah dari tangan mereka. 
Salah seorang wanita berkata dengan suara yang pelan: "Subhanallah  (Maha Suci Allah)." Wanita yang lain berkata dengan suara lembut yang  menampakkan kehairanan: "Ini bukan manusia biasa." Sedangkan wanita  yang ketiga berkata: "Ini tiada lain adalah seorang malaikat yang mulia."  Tiba-tiba isteri al-Aziz berdiri dan berkata: "Inilah dia orang yang kalian  cela aku kerana daya tariknya. Memang tidak aku pungkiri bahawa aku  pernah merayunya dan menggodanya untuk diriku. Di hadapan kalian ada  handuk-handuk putih untuk membalut luka. Sungguh kalian telah dikuasai  oleh Yusuf, maka lihatlah apa yang terjadi pada tangan-tangan kalian."  Akhirnya, pandangan mereka sekarang berpindah dari Yusuf ke jari-jari  mereka yang terpotong oleh pisau yang tajam di mana mereka tidak lagi  merasakannya. 
Kami kira Yusuf melihat atau memandang ke arah bawah (tanah), atau  mengarahkan pandangannya ke depannya tanpa ada maksud tertentu,  tetapi ketika disebut ada darah yang keluar di sekitar tempat jamuan itu,  maka ia pun melihat ke arah tempat jamuan itu. Yusuf dikejutkan  dengan adanya darah yang mengalir di sekitar buah apel yang keluar dari  jari-jari wanita itu. Yusuf segera mendatangkan perban dan air seperti  biasa yang dilakukan pemuda yang bekerja di istana. Kami kira bahawa  isteri al-Aziz berkata saat Yusuf memerban luka yang dideritai oleh para  wanita: "Sungguh aku telah menggodanya namun ia mampu menahan  dirinya. Jika dia tidak menaati apa yang aku perintahkan kepadanya,  nescaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang- orang yang hina." 
Kami kira Yusuf tidak menghiraukan ucapannya dan tidak  mengomentarinya. Beliau adalah seorang Nabi, tetapi tragedi wanita  tersebut adalah bahawa ia mencintai seorang nabi. Kami kira juga  bahawa wanita-wanita itu menggodanya pada saat mereka hadir di  tempat jamuan. Salah seorang yang sangat cantik berkata kepada Yusuf  saat beliau membalut lukanya: "Sungguh sekadar engkau memandang  tanganku hai Yusuf, itu sudah cukup bagiku untuk mengubati jariku yang  terpotong." Atau ada wanita lagi yang mengatakan padanya: "Yusuf,  tidakkah engkau menginginkan seorang perempuan yang akan  membersihkan sepatumu dan akan mencuci pakaianmu dan yang akan  mengabdi kepadamu." 
Barangkali wanita-wanita yang hadir di pesta jamuan itu memiliki  berbagai macam cara untuk menggoda. Mungkin sebahagian mereka  menggunakan senjata mata atau senjata bulu mata atau senjata fizik  untuk mendapatkan Yusuf. Kita tidak mengetahui secara pasti apa yang  terjadi di tempat jamuan itu. Biarkanlah daya khayal kita menggembara  dan menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi. Tampak bahawa  berbagai godaan ditujukan pada Yusuf dari wanita-wanita yang hadir dan  diundang di acara itu. Yusuf berdiri di tengah-tengah ujian yang berat ini  dengan penuh kehairanan: 
"Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada  memenuhi ajakan mereka kepadaku.'" (QS. Yusuf: 33) 
Semua wanita-wanita yang ikut serta dalam undangan tersebut mencuba  untuk menundukkan Yusuf dengan menggunakan lirikan, gerakan-gerakan  tertentu, atau isyarat atau dengan bahasa yang jelas. Yusuf memohon  pertolongan Allah s.w.t agar ia diselamatkan dari tipu daya mereka. Ia  berdoa kepada Allah s.w.t sebagai seorang manusia yang mengenal  kemanusiaannya dan tidak terpedaya dengan kemaksumannya dan  kenabiannya. Ia berdoa kepada Allah s.w.t agar memalingkan tipu daya  mereka darinya sehingga ia tidak cenderung kepada mereka dan  kemudian menjadi orang yang bodoh. Allah s.w.t mengabulkan doanya.  Kemudian tangan-tangan yang terputus mulai merasakan kesakitan, dan  Yusuf meninggalkan ruang makan itu. Setiap wanita sibuk memerban  lukanya dan masing-masing mereka berfikir tentang alasan apa yang akan  mereka sampaikan ketika suami mereka bertanya tentang tangan mereka  yang terpotong itu? Dan, di mana peristiwa itu terjadi? 
Allah s.w.t menceritakan jamuan yang besar itu dalam firman-Nya: 
"Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka,  diundanglah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka  tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka  sebuah pisau (untuk memotong jamuan) kemudian dia berkata  (kepada Yusuf):
'Keluarlah (nampakanlah dirimu) kepada mereka.' Maka tatkala  wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum akan keelokan rupanya,  dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: 'Maha sempurna  Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah  malaikat yang mulia. Wanita itu berkata: 'Itulah dia orang yang kamu  cela aku kerana (tertarik) kepadanya dan sesungguhnya aku telah  menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi dia  menolak. Dan sesungguhnya jika dia tidak mentaati apa yang aku  perintahkan kepadanya, nescaya dia akan termasuk golongan orang- orang yang hina. Yusuf berkata: 'Wahai Tuhanku, penjara lebih aku  sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak  Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan  cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku  termasuk orang-orang yang bodoh.' Maka Tuhannya memperkenankan  doa Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka.  Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."  (QS. Yusuf: 31-34) 
Allah s.w.t berhasil memalingkan dan menyelamatkan Yusuf dari tipu  daya wanita itu. Akhirnya, wanita-wanita itu merasa putus asa untuk  mendapatkan Yusuf dan mendapatkan cinta darinya, sehingga mereka  merasa bahawa rasa cinta mereka kepada Yusuf adalah sesuatu keinginan  yang mustahil untuk diwujudkan. Keinginan-keinginan yang mustahil ini  justru membangkitkan ingatan mereka kepada Yusuf lebih daripada  sebelumnya. 
Wanita-wanita mulai membicarakan Yusuf: tentang pengaruhnya,  kewibawaannya, dan kemuliaannya. Mereka mulai menceritakan  bagaimana mereka memotong tangan mereka dengan pisau ketika  melihat Yusuf. Akhirnya, berita itu tersebar dari kelompok elit ke  masyarakat bawah. Manusia mulai membicarakan tentang sosok pemuda  yang menolak keinginan isteri seorang ketua menteri, dan isteri-isteri  dari para menteri memotong tangan mereka kerana merasa kagum  dengannya. Seandainya kasus ini diketahui secara terbatas di kalangan  istana dan kamar-kamarnya yang tertutup nescaya tidak ada seorang pun  yang memperhatikannya. Tetapi masalah ini kemudian menyebar  kemana-mana sampai kelapisan masyarakat yang paling bawah. 
Di sinilah kewibawaan pemerintah dipertaruhkan dan menjadi  pertimbangan. Lalu, rejim yang berkuasa menangkap Yusuf. Yusuf  dimasukkan dalam penjara untuk membungkam banyaknya gosip-gosip  yang disampaikan berkenaan dengan sikapnya serta sebagai cara untuk  menutup cerita itu. Yusuf telah berkata ketika wanita-wanita  memanggilnya untuk melakukan kesalahan bahawa penjara baginya lebih  ringan dan lebih disukainya daripada memenuhi ajakan mereka.  Demikianlah Yusuf kemudian masuk ke dalam penjara. Meskipun  sebenarnya Yusuf bebas dari segala tuduhan, ia tetap dimasukkan dalam  penjara. 
Kami tidak yakin bahawa isteri al-Aziz adalah penyebab masuknya Yusuf  ke dalam penjara. Kami mengetahui bahawa penolakan tegasnya  kepadanya membangkitkan kesombongannya dan cukup menjatuhkan  kemuliaannya tetapi kami percaya bahawa wanita itu memang benar- benar mencintainya. Barangkali masuknya Yusuf dalam penjara membuat  suatu kondisi lain yang mengubah hubungannya dengan Yusuf di mana  ketika Yusuf jauh darinya, maka rasa rindunya dan rasa cintanya kepada  Yusuf justru meningkat. Ia berandai-andai seandainya Yusuf keluar dari  penjara meskipun hal itu tidak dapat diwujudkannya. 
Dan barangkali bukti tuntutan kami yang mengisyaratkan perubahan  cintanya padanya dan ketulusannya dengan cinta itu adalah bahawa ia  mengakui benar-benar berusaha untuk berbuat buruk padanya tapi Yusuf  menolak. Ia melepaskan pengakuannya dengan ucapannya: "Agar dia (al- Aziz) mengetahui bahawa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya  di belakangnya." 
Seakan-akan keinginannya agar Yusuf tidak melupakannya lebih penting  daripada kedamaiannya bersama suaminya atau kedudukannya sebagai  wanita kedua di Mesir. Dan barangkali cintanya kepada Yusuf—saat ia  tidak ada—berbeza dalam kualitinya dan kedalamannya daripada  cintanya ketika Yusuf masih muda belia yang mengabdi padanya di  istana. Ketika mereka berdua dipisahkan dengan jarak yang cukup jauh,  dan wanita itu tercegah dari melihatnya, maka timbullah rasa cinta yang  menjadikannya tidak akan mengkhianatinya meskipun Yusuf telah pergi  jauh darinya. Betapa berat penderitaan cinta manusiawi yang dialami  isteri al-Aziz. Masalahnya adalah, bahawa ia memilih seseorang yang  hatinya telah tenggelam dalam lautan cinta Ilahi. Akhirnya, Yusuf masuk  ke dalam penjara. Allah s.w.t berfirman: 
"Kemudian timbul fikiran pada mereka setelah melihat tanda-tanda  (kebenaran Yusuf) bahawa mereka harus memenjarakannya sampai  sewaktu-waktu." (QS. Yusuf: 35) 
Mereka  telah menetapkan suatu keputusan meskipun Yusuf sebenarnya terlepas dari  berbagai tuduhan, dan beliau menunjukkan bukti kebenarannya. Meskipun demikian,  mereka tetap memasukkan Yusuf dalam penjara sampai waktu yang tidak ditetapkan.  Pembicaraan seputar kisah Yusuf pun menjadi padam dan api yang menyala di  tengah-tengah manusia menjadi suram. Ketika para menteri dan para pembesar tidak  mampu menahan kendali wanita-wanita mereka, namun mereka dengan mudah mampu  untuk memenjarakan seseorang yang tidak bersalah. Itu adalah pekerjaan mereka  yang mereka lakukan dengan gampang. 
Demikianlah ayat Al-Qur'an menggambarkan secara singkat  suatu suasana istana secara keseluruhan. Yaitu suasana yang penuh dengan  kekotoran dan kerosakan internal. Suasana orang-orang yang bergaya aristokrasi,  dan suasana hukum yang mutlak. Penjara menjadi jalan keluar yang dipilih oleh  hukum yang mutlak. Seandainya kita memperhatikan keadaan masyarakat Mesir saat  itu dan apa yang mereka sembah, maka kita akan memahami mengapa kekuasaan mutlak  diperlakukan saat itu. Orang- orang Mesir menyembah tuhan-tuhan yang beraneka  ragam. Mereka menyembah selain Allah s.w.t. 
Kita  telah mengetahui sebelumnya bagaimana kebebasan manusia terpasung ketika mereka  lebih memilih sembahan-sembahan selain Allah s.w.t. Dalam kisah Nabi Yusuf kita  melihat fenomena seperti itu. Meskipun beliau sebagai seorang Nabi, beliau  ditetapkan untuk ditahan dan dimasukkan penjara, tanpa melalui penelitian dan  tanpa melalui pengadilan. Kita di hadapan suatu masyarakat yang menyembah  berbagai macam tuhan dan kemudian mereka dikuasai dan dipimpin oleh multi tuhan.  Oleh kerana itu, tidak sulit bagi mereka untuk menahan orang yang tidak berdosa,  bahkan barangkali sulit bagi mereka melakukan sesuatu selain itu.  
Yusuf masuk  dalam penjara dalam keadaan memiliki hati yang kukuh. Dalam keadaan tenang  beliau berada dalam penjara. Beliau tidak menampakkan kesedihan, namun  sebaliknya. Beliau berhasil melalui ujian dari isteri al-Aziz, dari  pertanyaan-pertanyaan para menteri, dari keusilan para dukun, dan dari  pembicaraan para pembantu. Bagi Yusuf, penjara adalah suatu tempat yang damai di  mana di dalamnya ia mampu menenangkan dirinya dan berfikir tentang Tuhannya.  Nabi Yusuf memanfaatkan kesempatannya di penjara untuk berdakwah di jalan Allah  s.w.t. Di dalam penjara, beliau mendapati orang-orang yang tidak berdosa yang  juga dimasukkan di dalamnya. Ketika manusia mendapatkan perlakuan lalim dari  sebahagian manusia yang lain, maka hati mereka akan lebih mudah untuk  mendengarkan kebenaran dan menerima hidayah. Memang hati orang-orang yang  menderita dan teraniaya lebih terbuka untuk memenuhi panggilan Allah s.w.t.  
Yusuf  bercerita kepada manusia tentang rahmat Sang Pencipta, kebesaran-Nya, dan kasih  sayang-Nya terhadap makhluk-makhluk-Nya. Yusuf bertanya kepada mereka: "Mana  yang lebih baik, apakah akal harus dikalahkan dan manusia menyembah tuhan yang  bermacam-macam atau, akal dimenangkan dan manusia menyembah Tuhan Pengatur alam  Yang Maha Besar." Yusuf menyampaikan argumentasi-argumentasi yang kuat melalui  pertanyaan-pertanyaannya yang disampaikan dengan ketenangan dan kedamaian.  Beliau berdialog dengan mereka secara sehat dan dengan fikiran yang jernih serta  dengan niat yang tulus. 
Kemudian  masuklah bersama beliau dua orang pemuda ke dalam penjara. Salah seorang di  antara mereka adalah pimpinan petugas pembuat rod yang biasa bekerja di tempat  raja, sedangkan yang lain pimpinan petugas pemberi minuman keras (khamer) yang  biasa diminum oleh raja. Tukang roti itu menyaksikan dalam mimpinya bahawa ia  berdiri di satu tempat dengan membawa roti di atas kepalanya yang kemudian  dimakan oleh burung yang terbang, sementara orang yang memberikan minum para  raja juga bermimpi, dan melihat dalam mimpinya bahawa ia memberikan minum khamer  kepada raja. 
Kedua  orang itu pergi kepada Yusuf dan masing-masing mereka menceritakan mimpinya  kepadanya serta meminta kepada beliau untuk menakwilkan atau mentafsirkan apa  yang mereka lihat. Yusuf menggunakan kesempatan itu baik-baik dan kemudian ia  berdoa kepada Allah s.w.t. Kemudian beliau memberitahu tukang roti itu, bahawa  ia akan disalib dan akan mati, adapun pemberi minum raja, maka dia akan keluar  dari penjara dan akan kembali bekerja di tempat raja. Yusuf berkata kepada  pemberi minum itu: "Jika engkau pergi ke raja, maka jangan lupa menceritakan  keadaanku padanya. Katakan kepadanya bahawa di sana terdapat seorang yang  ditahan dalam keadaan teraniaya yang bernama Yusuf. 
Akhirnya  apa yang diceritakan oleh Nabi Yusuf benar-benar terjadi. Tukang roti itu pun  terbunuh sedangkan orang yang biasa memberi minum raja itu dimaafkan dan kembali  ke istana tetapi ia lupa untuk menceritakan pesan Yusuf kepada raja. Setan telah  melupakannya sehingga ia lupa untuk menyebut nama Yusuf di depan raja. Yusuf pun  tinggal di dalam penjara selama beberapa tahun. Allah s.w.t berfirman:  
"Dan bersama dengan dia masuk pula ke dalam penjara dua  orang pemuda. Berkatalah salah seorang di antara keduanya: 'Sesungguhnya aku  bermimpi bahawa aku akan memeras anggur. Dan yang lainnya berkata: 'Sesungguhnya  aku bermimpi bahawa, aku membawa roti di atas kepalaku, sebahagiannya dimakan  burung.' Berikanlah kepada kami ta'birnya: Sesungguhnya kami memandang kamu  termasuk orang-orang yang pandai (menakwilkan mimpi). Yusuf berkata: 'Tidak  disampaikan kepada kamu berdua makanan yang akan diberikan kepadamu melainkan  aku telah dapat menerangkan jenis makanan itu sebelum makanan itu sampai  kepadamu. Yang demikian itu adalah sebahagian dari apa yang diajarkan kepadaku  oleh Tuhanku. Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak  beriman kepada Allah, sedang mereka ingkar kepada hari kemudian. Dan aku  mengikut agama bapak-bapakku yaitu Ibrahim, Ishak, dan Yakub. Tidaklah patut  bagi kami (para nabi) mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah Yang demikian itu  adalah dari kurnia Allah kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya); tetapi  kebanyakan manusia itu tidak mensyukuri(Nya). Hai kedua penghuni penjara,  manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha  Esa lagi Maha Perkasa. Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya  (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek-nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah  tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan itu  hanyalah kepunyaan Allah. Dia memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain  Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya."  (QS. Yusuf: 36-40) 
Setelah  dakwah yang sangat dalam ini dan setelah Yusuf mengemukakan argumentasinya  kepada orang-orang yang bertanya, beliau mulai mentafsirkan mimpi yang mereka  lihat: 
"Hai kedua penghuni penjara, adapun salah seorang di antara  kamu berdua, akan memberi minum tuannya dengan khamer; adapun yang seorang lagi,  maka ia akan disalib, lalu burung memakan sebahagian dari kepalanya. Telah  diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya (kepadaku). Dan Yusuf berkata  kepada orang yang diketahuinya akan selamat di antara mereka berdua:  'Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu.' Maka setan menjadikan dia lupa  menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. Kerana itu tetaplah dia (Yusuf)  dalam penjara beberapa tahun lamanya. " (QS. Yusuf: 41- 42)  
Cuba  Anda perhatikan bagaimana Al-Qur'an menceritakan hal ini. Yusuf tidak menentukan  kapan hal tersebut akan terjadi pada kedua orang itu, baik mereka yang bernasib  baik atau pun mereka yang bernasib buruk. Ini adalah salah satu bentuk kasih  sayang dan kelembutan beliau kepada mereka. Namun mereka memahami tujuan beliau  ketika memutuskan suatu perkara kepada mereka dan mengatakan kepada yang lain  bahawa ia akan bebas. 
Al-Qur'an al-Karim tidak menceritakan bahawa takwil itu  telah terwujud dan bahawa perkara itu telah terlaksana sebagaimana telah  ditakwilkan oleh Yusuf. Di sini terdapat celah yang dapat digunakan oleh daya  khayal bahawa semua ini telah terjadi. Kemudian orang yang selamat itu keluar  dari penjara dan menuju ke istana. Ia pun kembali menuangkan minuman kepada  raja. Seharusnya ia menceritakan pesan Yusuf yang telah memberitahukan kepadanya  bahawa ia akan selamat namun pesan Nabi Yusuf tersebut benar-benar dilupakannya  atau benar-benar hilang dari ingatannya. Ia lupa bagaimana Nabi Yusuf  menakwilkan mimpinya dan bagaimana Nabi Yusuf berdakwah di jalan Allah s.w.t.  Kemewahan istana raja dan kesibukannya dalam melayani raja atau tuannya  membuatnya lupa untuk menyampaikan pesan Nabi Yusuf. Setan pun turut serta dalam  melupakannya. Akhirnya, Nabi Yusuf tetap tinggal di penjara untuk beberapa  tahun. Nabi Yusuf menghadapi ujian itu dengan penuh kesabaran dan keikhlasan  serta tidak berputus asa dan redha akan keputusan Allah s.w.t.  
Marilah  kita berpindah dari penjara ke kamar raja. Si raja tertidur dan bermimpi. Ia  melihat dirinya berdiri di tepi Sungai Nil. Air sungai Nil turun di depan  matanya. Air Sungai Nil tenggelam dan habis sehingga sungai itu menjadi tumpukan  tanah yang kosong dari air. Kemudian ikan- ikan melompat-lompat sehingga  tersembunyi dalam tanah sungai. Lalu keluarlah dari sungai itu tujuh sapi yang  gemuk dan keluar juga tujuh sapi yang kurus. Sapi-sapi yang kurus itu malah  menyerang sapi-sapi yang gemuk. Sapi-sapi yang kurus itu anehnya berubah menjadi  binatang- binatang buas yang melahap sapi-sapi yang gemuk. Dalam mimpinya itu,  raja berdiri dan menyaksikan pemandangan yang mengerikan dan menakutkan itu. la  menyaksikan teriakan-teriakan sapi-sapi yang gemuk itu saat dimakan oleh  sapi-sapi yang kurus. 
Kemudian  timbullah di atas tepi Sungai Nil tujuh tangkai hijau dan tujuh tangkai hijau  itu tenggelam dalam tanah. Dan muncullah di tanah yang sama tujuh tangkai yang  kering. Tiba-tiba raja bangun dari tidurnya dalam keadaan takut. Raja  menceritakan mimpinya kepada para peramal, para dukun, dan para menterinya. Ia  meminta kepada mereka untuk menafsirkannya. Seorang peramal berkata: "Ini adalah  hal yang cukup aneh, bagaimana sapi-sapi kurus dapat memakan sapi-sapi yang  gemuk? Saya kira ini adalah kembang mimpi yang tidak ada ertinya." Kemudian para  ahli mimpi dan para penakwil mimpi dan mereka yang ada di sekitar raja  bersepakat bahawa mimpi si raja tidak memiliki makna yang khusus, atau ia hanya  sekadar kembang tidur yang tidak ada ertinya. 
Berita  tentang mimpi raja itu sampai di telinga orang yang memberi minum raja.  Fikirannya bergoncang ketika mendengar mimpi raja itu. Ia mulai mengingat-ingat  mimpi yang dilihatnya di penjara. Ia mengingat, bagaimana Yusuf menakwilkan  mimpinya. Ia segera menuju ke tempat raja dan menceritakan kepadanya peristiwa  yang dialaminya bersama Yusuf. Ia berkata kepada raja: "Sesungguhnya hanya Yusuf  satu-satunya yang mampu mentafsirkan mimpimu. Sebenarnya ia telah berpesan  kepadaku agar aku menyebut keadaannya di depanmu tetapi terus terang, aku lupa  menyampaikan pesannya." Kemudian raja mengutus orang itu ke penjara untuk  menemui Yusuf dan bertanya kepadanya perihal mimpinya. Allah s.w.t berfirman:  
"Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya):  'Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk  dimakan oleh sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau  dan tujuh bulir lainnya yang kering. Hai orang-orang yang termuka, terangkanlah  kepadaku tentang ta'bir mimpiku itu jika kamu dapat menakwilkan mimpiku. Mereka  menjawab: 'Itu adalah mimpi-mimpi yang kosong dan kami sekali-kali tidak tahu  takwil mimpi itu.' Dan berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua dan  teringat (kepada Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya: 'Aku akan memberitahukan  kepadamu tentang (orang yang pandai) menakwilkan mimpi itu, maka utuslah aku  (kepadanya).' (Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): 'Yusuf,  hai orang yang amat dipercayai, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi  betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus-kurus dan  tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali  kepada orang-orang itu agar mereka mengetahuinya.'" (QS. Yusuf: 43-46)  
Kamar  raja menjadi gelap, sementara itu layar penjara menjadi terang. Yusuf tampak  berada dalam penjaranya. Seorang pemberi minum raja datang padanya. Raja  membutuhkan pendapatnya dan Allah s.w.t akan memenangkan urusan-Nya tetapi  kebanyakan manusia tidak menyedari. Utusan raja itu menanyakan tentang tafsir  mimpi si raja. Yusuf tidak mensyaratkan kepadanya bahawa ia harus dikeluarkan  dari penjara sebagai imbalan dari usahanya dalam mentafsirkan mimpinya. Yusuf  tidak tidak mengatakan apa-apa selain ia berusaha untuk mentafsirkan mimpi raja.  Demikianlah sikap seorang nabi ketika manusia datang padanya untuk meminta  pertolongan meskipun mereka berbuat lalim kepadanya. Yusuf berkata kepada  pemberi minum raja itu: 
"Yusuf berkata: 'Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya)  sebagaimana biasa;, maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di bulirnya  kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun  yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya  (tahun yang sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang akan kamu simpan.  Kemudian setelah itu akan datang tahun yang manusia diberi hujan (dengan cukup)  dan di masa itu mereka memeras anggur." (QS. Yusuf: 47-49)  
Yusuf  menjelaskan kepada utusan raja bahawa negeri Mesir akan mengalami masa-masa yang  subur selama tujuh tahun di mana saat itu tanaman-tanaman akan tumbuh segar, dan  hendaklah orang-orang Mesir tidak melampaui batas dalam memanfaatkan musim subur  ini kerana setelah itu akan disusul dengan tujuh tahun paceklik. Pada musim itu,  apa saja yang disimpan oleh penduduk Mesir akan habis. Oleh kerana itu, cara  yang terbaik untuk menyimpan hasil tanaman mereka adalah, hendaklah mereka  membiarkannya di tangkai-tangkainya agar ia tidak rosak atau terkena hama atau  dapat berubah kerana cuaca. 
Demikian  takwil mimpi raja tersebut terkuak. Yusuf justru menambahkan pembicaraan tentang  keadaan suatu tahun yang belum pernah dimimpikan oleh raja. Yaitu tahun yang  penuh dengan kebahagiaan. Tahun di mana manusia mendapatkan kurnia dengan  banyaknya tanaman- tanaman yang tumbuh dan melimpahnya air serta tumbuhnya  anggur- anggur yang mereka tanam sehingga mereka memeras darinya khamer. Juga  tumbuh pohon zaitun yang mereka tanam yang mereka memeras darinya minyak zaitun.  Tahun ini tidak terdapat dalam mimpi raja. Ini adalah ilmu khusus yang diperoleh  Nabi Yusuf. Yusuf menyampaikannya kepada pemberi minum raja itu dan memesan  kepadanya agar bahagian ini pun juga dikemukakan kepada raja dan masyarakat.  Akhirnya, pemberi minum itu kembali ke raja dan menceritakan semua yang  didengarnya dari Yusuf. Raja menjadi terhairan-hairan dengan apa yang  didengarnya. Ia kemudian berkata: "Siapa gerangan orang yang dipenjara ini.  Sungguh luar biasa. Ia menceritakan hal-hal yang akan terjadi, bahkan lebih dari  itu ia memberikan cara-cara untuk mengatasi persoalan yang akan terjadi itu  tanpa meminta upah atau balasan atau agar ia dibebaskan dari penjara."  
Kemudian  raja mengeluarkan perintah agar Yusuf dibebaskan dari penjara dan dihadirkan  padanya. Lalu utusan raja pergi ke penjara. Utusan ini bukan utusan yang  pertama, yaitu si pemberi minum raja. Ia adalah seseorang yang memiliki jabatan  penting. Kemungkinan besar ia adalah salah seorang menteri. Ia pergi untuk  menemui Yusuf di penjara. Ia meminta kepada Yusuf agar keluar dari penjara guna  menemui raja. Raja menginginkan agar ia segera menjumpainya. 
Ternyata  Yusuf menolak untuk keluar dari penjara kecuali semua tuduhan yang ditujukan  kepadanya dicabut. Tampak bahawa mereka menuduhnya terlibat dalam kasus  pemotongan tangan para wanita. Mungkin mereka berkata: "Yusuf ingin berbuat  aniaya terhadap wanita-wanita itu, lalu kaum wanita ingin mempertahankan diri  mereka dengan cara memotong tangan mereka dengan pisau." Alhasil, boleh jadi  mereka menggunakan berbagai macam kebohongan yang sulit diterima, tetapi  sebagaimana kita ketahui segala hal sah-sah saja dan boleh saja jika dilakukan  oleh orang-orang yang hidup di istana kerana hukum yang dipakai di sana adalah  hukum yang mutlak. Yusuf tidak mahu keluar dari penjara itu kecuali bila  ditetapkan bahawa beliau terlepas dari segala tuduhan: 
"Raja berkata: 'Bawalah dia kepadaku.' Maka tatkala utusan  itu datang kepada Yusuf, berkatalah Yusuf: 'Kembalilah kepada tuanmu dan  tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai  tangannya. Sesungguhnya Tuhanku, Maha Mengetahui tipu daya mereka.'" (QS. Yusuf:  50) 
Utusan  itu kembali kepada raja. Raja berteriak ketika melihatnya sendirian: "Di mana  Yusuf?" Utusan raja berkata: "Ia masih di penjara." Raja bangkit dari tempat  duduknya lalu berkata: "Bukankah aku memerintahkanmu untuk menghadirkannya?"  Utusan raja berkata: "Ia menolak untuk keluar dari penjara kecuali semua tuduhan  yang dialamatkan kepadanya dicabut. Paduka yang mulia bertanggungjawab dalam  menyelesaikan kasusnya bersama wanita-wanita di istana yang telah memotong  tangan mereka." Raja berkata: "Kalau begitu, panggillah semua isteri-isteri  menteri dan hadirkanlah isteri al-Aziz. Saya minta semua hadir."  
Raja  merasa bahawa Yusuf menghadapi suatu persoalan di mana ia tidak mengetahui  secara pasti titik terangnya. Barangkali raja mendengar berbagai macam gosip dan  desas-desus yang biasa terjadi di kalangan para menterinya dan kisah yang  melibatkan isteri ketua menterinya dan Yusuf, tetapi raja itu tidak begitu  peduli dengan apa yang didengarnya. Sebab cerita-cerita semacam ini sudah  menjadi hal yang biasa dan sering terjadi di dunia istana yang glamor. Akhirnya,  isteri al-Aziz dan semua wanita yang pernah dijamunya hadir di depan raja. Raja  bertanya: "Bagaimana cerita Yusuf yang sebenarnya? Apa yang kalian ketahui  tentangnya? Apa benar ia terlibat dalam skandal seks? 
Salah  seorang perempuan memotong pembicaraan raja dan berkata: "Demi Allah, kami tidak  mengetahui bahawa ia melakukan suatu keburukan." Wanita yang lain berkata:  "Yusuf adalah seorang yang suci bagaikan seorang malaikat." Kemudian pandangan  tertuju kepada isteri al-Aziz yang tampak pucat. Ia menampakkan kerinduan untuk  melihat wajah Yusuf. Ia mengaku bahawa ia telah berbohong dan Yusuf adalah  orang-orang yang benar. Ia benar-benar telah menggoda Yusuf namun Yusuf menolak.  Ia menegaskan bahawa ia benar-benar mengatakan yang sesungguhnya, bukan kerana  takut kepada raja dan juga wanita-wanita yang lain. Fikirannya masih berputar  sekitar Yusuf. Akhirnya, Yusuf dibebaskan dari berbagai tuduhan. Allah s.w.t  menceritakan proses pengadilan ini dan penyusutan ini dalam firman-Nya:  
"Raja berkata: (kepada wanita-wanita itu): 'Bagaimana  keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepada- mu) ?  Mereka berkata: Maha sempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukkan  darinya. Berkata isteri al-Aziz: 'Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang  menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku) dan sesungguhnya dia termasuk  orang-orang yang benar.' Yusuf berkata: 'Yang demikian itu agar dia (al-Aziz)  mengetahui bahawa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya,  dan bahawasanya Allah tidak meredhai tipu daya orang- orang yang berkhianat. "  (QS. Yusuf: 51-52) 
Al-Qur'an al-Karim menceritakan kepada kita proses  pengakuan isteri al- Aziz dengan menggunakan lafal-lafal insipiratif yang  mengisyaratkan adanya luapan emosi dan perasaan yang dalam: "Akulah yang  menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku) dan sesungguhnya dia termasuk  orang-orang yang benar. " Itu adalah suatu penyaksian yang utuh dari wanita  tersebut tentang dosanya serta kesucian dan kejujuran Yusuf. Suatu kesaksian  yang tidak didorong oleh rasa takut atau rasa khawatir atau apa pun lainnya.  
Konteks  Al-Qur'an mengungkapkan faktor yang lebih dalam dari semua ini. Yaitu keinginan  wanita itu agar lelaki yang telah mencela kesombongan feminisnya tetap  menghormatinya. Ia tidak ingin lelaki itu terus merendahkannya sebagai wanita  yang salah. Ia ingin meluruskan fikiran lelaki tentang dirinya. "Yang demikian  itu agar dia (al-Aziz) mengetahui bahawa sesungguhnya aku tidak berkhianat  kepadanya di belakangnya." Aku tidak seburuk yang dibayangkannya. Barangkali ia  mulai menangis ketika berkata: 
"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), kerana  sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang  diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampunan lagi Maha  Penyayang. " (QS. Yusuf: 53) 
Melalui  perenungan ayat-ayat tersebut, kita dapat mengetahui bahawa isteri al-Aziz  mengikuti agama Nabi Yusuf. Ia mengikuti agama tauhid. Penahanan Yusuf telah  membuat perubahan drastik dalam hidupnya. Ia beriman kepada Tuhannya dan memeluk  agama Yusuf. Ia mencintai Yusuf meskipun beliau jauh dan tidak bertemu  dengannya. 
"Dan raja berkata: 'Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku  memilih dia sebagai orang yang tepat bagiku.' Maka tatkala raja telah bercakap-  cakap dengan dia, dia berkata: 'Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi  seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami.' Berkatalah  Yusuf: 'Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah  orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.' Dan demikian Kami memberi  kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju ke  mana saja yang ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami  kepada siapa saja yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia- nyiakan pahala  orang-orang yang berbuat baik. Dan sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik  bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa." (QS. Yusuf: 54-57)  
Setelah  itu, Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan kisah isteri al-Aziz secara penuh.  Al-Qur'an malah berpindah ke kisah yang lain sehingga kita tidak mengetahui  urusannya ketika ia mengakui kejahatannya lalu dibarengi dengan pernyataan  keimanannya terhadap agama Nabi Yusuf. 
Berkenaaan dengan wanita itu, terdapat banyak dongeng palsu  dan bohong. Ada yang mengatakan bahawa suaminya mati lalu ia menikah dengan  Yusuf. Kemudian diketahui bahawa ia masih perawan. Ia mengaku bahawa suaminya  adalah seorang tua yang tidak suka mendekati wanita. Ada yang mengatakan bahawa  matanya menjadi buta kerana saking seringnya ia menangis terhadap Yusuf, lalu ia  keluar dari istana dan tersesat di jalan-jalan kota. Ketika Yusuf menjadi  pembesar di istana, wanita itu berteriak dengan penuh kesakitan dan penyesalan  sambil berkata: "Maha Suci Allah yang menjadikan seorang raja budak kerana  kemaksiatannya dan menjadikan budak raja kerana ketaatannya." Kemudian Yusuf  bertanya: "Suara siapa itu? Dikatakan padanya: "Itu adalah isteri al-Aziz yang  keadaannya telah berubah. Sebelumnya ia menjadi mulia dan kini menjadi hina."  Kemudian Yusuf memanggilnya dan bertanya kepadanya: "Apakah masih tersisa dalam  dirimu rasa cinta pada diriku?" Wanita itu menjawab: "Sungguh, memandang wajahmu  lebih aku cintai daripada dunia. Hai Yusuf, berikanlah padaku ujung cemetimu."  Lalu Yusuf memberikan kepadanya. Ia meletakkan di dadanya. Yusuf melihat cemeti  itu bergetar di tangannya dengan goncangan yang sangat keras kerana detak  jantungnya yang kuat. Masih banyak kebohongan-kebohongan lain dan  dongeng-dongeng lain yang berkenaan dengannya. Kisah-kisah yang disampaikan itu  semua laksana drama romantis yang berakhir pada kehancuran cinta.  
Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan akhir dari kehidupan  wanita itu. Al-Qur'an sengaja menutup kisahnya setelah ia bersaksi dan beriman  kepada Nabi Yusuf. Tentu di balik semua ini terdapat tujuan agamis. Pada  dasarnya, kisah itu adalah kisah Yusuf, bukan kisah wanita itu. Jadi, yang  ditonjolkan oleh Al-Qur'an adalah kisah Yusuf, bukan kisah isteri al- Aziz. Di  balik semua ini juga terdapat tujuan seni yang tinggi. Wanita itu muncul dalam  kisah itu dan ia bersembunyi atau menghilang di saat yang tepat. Ia bersembunyi  ketika berada di puncak penderitaannya. Raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaku,  agar aku memilih dia sebagai orang yang tepat bagiku." Yusuf masuk menemui raja.  Raja berbicara dengannya dengan bahasanya dan Yusuf pun mampu menjawabnya. Raja  berbicara dengan bahasa kedua dan Yusuf pun menjawabnya dengan bahasa Arab. Raja  bertanya: "Bahasa apa ini?" Ini adalah bahasa Ismail, paman ayahku, kata Yusuf.  Kemudian Yusuf berbicara dengan raja dengan bahasa Ibrani. Raja bertanya:  "Bahasa apa ini?" Yusuf berkata: "Ini adalah bahasa orang tuaku, Ibrahim, Ishak  dan Yakub." Raja itu memang mampu berbicara dengan lebih dari satu bahasa namun  ia mendapati 
Yusuf justru memiliki kemampuan  berbahasa lebih tinggi darinya. 
Raja  kagum dengan wawasan luas yang dimiliki Nabi Yusuf dan kedalaman ilmunya yang  mengesankan. Kemudian pembicaraan menjalar pada masalah mimpi. Yusuf menasihati  raja agar memulai rencana yang tepat untuk mengumpulkan makanan dan menyimpannya  dalam rangka menghadapi tahun-tahun penceklik. Yusuf memberikan pengertian  kepada raja bahawa kelaparan akan melanda Mesir dan kota-kota di sekitarnya.  Oleh kerana itu, negeri Mesir harus siap-siap untuk menghadapi suasana yang  sangat sulit itu, demikian juga negeri-negeri di sekitarnya. Dari sini kita  memahami bahawa negeri Mesir memiliki kedudukan penting dalam percaturan sejarah  kuno. Raja bertanya tentang pelaksanaan rencana. Salah satu yang dikatakannya  sebagaimana disebutkan dalam tafsir al-Qurtubi: "Seandainya penduduk Mesir dapat  melaksanakan apa-apa yang berkenaan dengan masalah ini. Tetapi sulit ditemukan  di antara mereka orang-orang yang jujur." 
Raja  mengisyaratkan pada kelompok yang berkuasa dan kelompok- kelompok lain di  sekitarnya bahawa untuk mendapat kejujuran pada kelompok yang bergaya hidup  mewah tersebut merupakan hal yang sangat sulit. Setelah pengakuan raja kepada  Yusuf tentang hakikat ini, Yusuf berkata: "Kalau begitu, jadikanlah aku sebagai  pengawas atas kekayaan bumi. Aku adalah seorang pengawas yang sangat teliti dan  berpengetahuan." Tentu dalam pernyataan tersebut, Yusuf tidak menginginkan  keuntungan peribadi. Sebaliknya, Yusuf memikul amanat untuk memberikan makan  bagi masyarakat yang lapar selama tujuh tahun. Yaitu, masyarakat yang seandainya  mereka lapar, maka penguasanya dapat mempermainkan mereka. Dalam masalah ini,  sebenarnya terdapat pengorbanan Nabi Yusuf. 
Konteks  Al-Qur'an tidak menetapkan bahawa raja setuju. Seakan-akan Al- Qur'an al-Karim  mengatakan bahawa permintaan tersebut mengandung persetujuan sebagai bentuk  penambahan penghormatan kepada Yusuf dan menunjukkan kedudukannya di sisi raja.  Jadi, jawapan raja atas permintaan Yusuf tidak disebutkan. Akhirnya, kita  memahami bahawa Yusuf kemudian berada di tempat yang diusulkannya. Demikianlah  Allah s.w.t memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir. Ia menjadi orang  yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan kekayaan Mesir dan perekonomiannya.  Beliau menjadi ketua para menteri besar. Barangkali sesuai dengan tradisi saat  itu, beliau mendapat dua tugas sekaligus: tugas sebagai kepala pemerintahan dan  kepala urusan logistik. 
Konteks  Al-Qur'an tidak memberitahukan kepada kita tindakan-tindakan Nabi Yusuf di  Mesir. Kita hanya mengetahui bahawa beliau adalah seorang yang bijaksana dan  sangat mengerti berbagai persoalan. Kita mengetahui bahawa beliau adalah seorang  yang terpercaya dan jujur. Oleh kerana itu, selama Nabi Yusuf duduk di kerusi  pemerintahan, maka perekonomian Mesir tidak perlu dikhuatirkan. Kemudian roda  zaman berputar. Tahun-tahun kejayaan dan kesenangan berlalu dengan cepat, dan  datanglah tahun-tahun kelaparan. Di sini konteks Al-Qur'an tidak menyebutkan  keadaan raja dan para menteri. Seakan-akan masalah hanya terfokus pada Yusuf.  
Al-Qur'an tidak menyebutkan kepada kita bahawa kelaparan  telah dimulai. Ia tidak menggambarkan kepada kita proses permulaan musim  kelaparan itu. Kitab suci itu justru membentangkan suatu peristiwa yang dialami  saudara-saudara Yusuf di mana mereka datang dari Palestina untuk membeli makanan  di Mesir. Yaitu makanan yang saat itu di bagi dengan sistem yang menyerupai  sistem pengagihan. Penggunaan sistem tersebut menunjukkan bahawa mereka berada  dalam puncak peradabannya. Yusuf ingin membandingkan antara kebutuhan orang-  orang yang memerlukan dan persediaan makanan yang akan digunakan di masa yang  lama. Oleh kerana itu, tidak setiap orang yang memiliki daya beli tinggi  berkesempatan membeli barang-barang yang ingin disimpannya sehingga orang-orang  yang lain akan mati kelaparan. Ada yang mengatakan bahawa beliau memberi pada  setiap orang—pada satu masa—seberat muatan unta. Sementara itu, saudara-saudara  Yusuf datang dari gurun. Mereka datang guna membeli makanan dari Mesir. Dalam  peribahasa Mesir dikatakan: "Seandainya Mesir kenyang dan dunia lapar, maka  Mesir akan mengenyangkannya tetapi kalau Mesir lapar, maka dunia tidak akan  mengenyangkannya." 
Kini  saudara-saudara Yusuf yang telah menceburkannya ke dalam telaga telah datang.  Anak-anak Nabi Yakub datang dan berbaris dalam rombongan orang-orang yang  membutuhkan. Yusuf duduk di atas singgahsana Mesir sebagai seorang penguasa yang  memerintah dan melarang. Yusuf bergegas untuk menjamin kelangsungan kehidupan  manusia. Beliau dikelilingi oleh para menterinya, orang-orang penting, dan para  tentera. Nabi Yusuf segera mengenali saudara-saudaranya, sedangkan mereka tidak  mengenalinya. Mereka telah terpisahkan cukup lama dengan Yusuf di mana keadaan  sangat menyusahkan mereka sehingga mereka datang dari Palestina untuk mencari  makan di Mesir. 
Terjadilah dialog antara Yusuf dan saudara-saudaranya tanpa  mereka mengetahui identiti Yusuf. Saudara-saudara Yusuf itu berjumlah sepuluh  orang, namun mereka membawa sebelas unta. Yusuf bertanya kepada  mereka—melalui—salah seorang penterjemah—agar beliau tidak berbicara dengan  mereka dengan bahasa mereka, yaitu bahasa Ibrani: "Undang- undang kita  memutuskan untuk memberikan makanan pada setiap orang sesuai dengan kemampuan  unta mengangkut makanan itu. Berapa jumlah kalian?" Mereka menjawab: "Sebelas  orang." Yusuf berkata kepada salah seorang penterjemah: "Katakan kepada mereka,  bahasa kalian berbeza dengan bahasa kami dan pakaian kalian pun berbeza dengan  pakaian kami. Barangkali kalian adalah mata-mata." Mereka menjawab: "Demi Allah,  kami bukan mata-mata tetapi kami adalah keturunan dari seorang ayah yang baik."  Yusuf bertanya: "Kalian mengatakan bahawa jumlah kalian sebelas padahal, kalian  berjumlah sepuluh." 
Mereka  menjawab: "Sebenarnya kami adalah dua belas saudara, seorang saudara kami  meninggal di daratan dan kami mempunyai saudara yang lain yang sangat dicintai  oleh orang tua kami dan ia tidak mampu untuk bersabar ketika berpisah dengannya.  Oleh kerana itu, kami datang dengan membawa untanya sebagai ganti darinya."  Yusuf berkata: "Bagaimana aku bisa memastikan kejujuran kalian?" Mereka  menjawab: "Pilihlah sesuatu yang engkau dapat menjadi tenang dengannya." Yusuf  berkata: "Undang-undang kami menetapkan untuk tidak memberikan makanan kepada  seseorang yang tidak ada. Kerana itu, datangkanlah saudara kalian agar aku dapat  memberinya makanan. Tidakkah kalian mengetahui bahawa aku menegakkan timbangan  dengan jujur?" 
Demikianlah dialog terus berlangsung antara saudara-saudara  Yusuf dan Yusuf. Yusuf memberitahukan kepada mereka bahawa kali ini mereka  mendapatkan pengecualian (keringanan) dan keistimewaan. Tetapi, jika pada masa  yang akan datang mereka datang tanpa membawa saudara mereka, maka Yusuf tidak  akan memberikan makanan kepada mereka. Mereka berkata padanya, bahawa kami akan  berusaha memuaskan ayah kami atau meyakinkan ayah kami untuk meninggalkan  saudara kami itu bersama kami. Berkenaan dengan peristiwa tersebut, Allah s.w.t  
berfirman: 
"Dan saudara-saudara Yusuf datang (ke Mesir) lalu mereka  masuk ke (tempatnya). Maka Yusuf mengenal mereka, sedang mereka tidak kenal  (lagi) kepadanya. Dan tatkala Yusuf menyiapkan untuk mereka bahan makanannya, ia  berkata: 'Bawalah kepadaku saudaramu yang seayah dengan kamu (Bunyamin),  tidakkah kamu melihat bahawa aku menyempurnakan sukatan dan aku adalah  sebaik-baik penerima tamu. Jika kamu tidak membawanya kepadaku, maka kamu tidak  akan mendapatkan sukatan lagi dariku dan jangan kamu mendekatiku.' Mereka  berkata: 'Kami akan membujuk ayahnya untuk membawanya (ke mari) dan sesungguhnya  kami benar-benar akan melaksanakannya.' Mereka berkata kepada  bujangan-bujangannya: 'Masukkanlah barang-barang (penukar kepunyaan-kepunyaan  mereka) ke dalam karung-karung mereka, supaya mereka mengetahuinya apabila  mereka telah kembali kepada keluarganya, mudah-mudahan mereka kembali lagi.'"  (QS. Yusuf: 58-62) 
Kemudian  berpindahlah peristiwa di Mesir ke peristiwa yang terjadi di Kan'an.  Saudara-saudara Yusuf kembali pulang dan menemui ayah mereka. Sebelum mereka  menurunkan muatan yang dibawa oleh unta, mereka masuk menemui ayah mereka:  "Sungguh kami tidak mendapatkan sukatan gandum. Ini terjadi kerana engkau  melindungi dan mempertahankan anakmu." Mereka mengatakan: "Kami tidak akan  memberikan makanan bagi orang tak hadir. Mengapa engkau tidak merasa aman ketika  kami membawanya? Biarkanlah ia pergi bersama kami dan sesungguhnya kami akan  menjaganya." Jelas sekali bahawa dialog tersebut bertujuan untuk memujukkan si  ayah dan membebankan tanggung jawab kepadanya dalam hal ketidakmampuan mereka  memperoleh makanan. Namun, si ayah menjawab dengan menggunakan sopan santun para  nabi. Ia berkata bahawa ia tidak merasa aman terhadap mereka atas anaknya yang  kecil sebagaimana kekhuatirannya terhadap Yusuf sebelumnya, dan ia tidak peduli  atau tidak begitu yakin dengan ucapan mereka: "Sungguh kami sebaik-baik penjaga.  Kerana, Allah s.w.t-lah sebaik-baik penjaga dan Maha Pengasih di antara yang  mengasihi." 
Anak-anak itu membuka wadah-wadah yang mereka bawa untuk  mengeluarkan biji-bijian makanan yang ada di dalamnya. Tiba-tiba mereka  mendapatkan barang-barang mereka telah dikembalikan bersama makanan.  Pengembalian harga menunjukkan ketidakinginan untuk menjual atau itu semacam  peringatan, dan barangkali itu merupakan hal yang mengganggu mereka agar mereka  kembali membenarkan harga pada kali yang kedua. Melihat kenyataan tersebut,  anak-anak itu segera menuju ke ayah mereka sambil mengatakan: "Wahai ayah kami,  kami tidak berbuat aniaya dan kami tidak berbohong kepadamu. Sungguh harga yang  telah kami beli dikembalikan kepada kami. Ini bererti bahawa mereka tidak akan  menjual kepada kami kecuali jika saudara kami pergi bersama kami."  
Demikianlah dialog antara mereka dan ayah mereka terus  berlanjut. Mereka memberikan pengertian kepada ayahnya bahawa kecintaannya  kepada seorang anaknya dan hubungan dekat dengannya justru mengorbankan  kepentingan mereka dan menjatuhkan perekonomian mereka. Mereka ingin untuk  menambah perbekalan mereka dan mereka berjanji akan menjaga saudara mereka  dengan penjagaan yang sangat hebat. Dialog tersebut berakhir dengan persetujuan  si ayah terhadap keinginan mereka dengan syarat, bahawa mereka berjanji untuk  membawa pulang anaknya kecuali jika mereka dikepung oleh musuh dan mereka tidak  mampu menyelamatkannya. Si ayah menasihati mereka untuk tidak masuk—kerana  mereka berjumlah sebelas orang—dari satu pintu dari pintu-pintu Mesir sehingga  tak seorang pun yang menaruh kecurigaan. Barangkali si ayah mengkhuatirkan  terjadinya pencurian atau kedengkian, namun konteks ayat tersebut tidak  menceritakan kepada kita apa yang dikhuatirkan oleh si ayah. Akhirnya, Nabi  Yakub bertawakal kepada Allah s.w.t dan menyerahkan urusan anaknya pada mereka.  Berkaitan dengan hal tersebut, Allah s.w.t berfirman: 
"Maka tatkala mereka telah kembali kepada ayah mereka  (Yakub), mereka berkata: 'Wahai ayah kami, kami tidak akan mendapat sukatan  (gandum) lagi, (jika tidak membawa saudara kami), sebab itu biarkanlah saudara  kami pergi bersama-sama kami supaya kami mendapat sukatan, dan sesungguhnya kami  benar-benar akan menjaganya.' Berkatalah Yakub: 'Bagaimana aku akan  mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu, kecuali seperti aku telah mempercayakan  saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?.' Maka Allah adalah sebaik-baik penjaga  dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.' Tatkala mereka membuka  barang-barangnya, mereka menemukan kembali barang-barang (penukaran) mereka,  dikembalikan kepada mereka. Mereka berkata: Wahai ayah kami apa lagi yang kita  inginkan. Ini barang-barang kita dikembalikan kepada kita, dan kami akan dapat  memberi makan keluarga kami, dan kami akan dapat memelihara saudara kami, dan  kami akan mendapat tambahan sukatan (gandum) seberat beban seekor unta. Itu  adalah sukatan yang mudah (bagi raja Mesir). Yakub berkata: 'Aku sekali-kali  tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama kamu, sebelum kamu memberikan  kepadaku janji yang teguh atas nama Allah, bahawa kamu pasti akan akan  membawanya kembali kepadaku, kecuali jika kamu dikepung musuh.' Tatkala mereka  memberikan janji mereka, maka Yakub berkata: 'Allah adalah saksi terhadap apa  yang kita ucapkan (ini).' Dan Yakub berkata: 'Hai anak-anakku, janganlah kamu  (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu  gerbang yang berlain-lain; namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang  sedikit pun dari (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak  Allah; kepada- Nya-lah aku bertawakal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang  yang bertawakal berserah diri.' Dan tatkala mereka masuk menurut yang  diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah  melepaskan mereka sedikit pun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu  keinginan pada diri Yakub yang telah ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia  mempunyai pengetahuan, kerana Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi  kebanyakan manusia tiada mengetahui." (QS. Yusuf: 63-68) 
Kali ini  saudara-saudara Yusuf yang sebelas orang itu kembali lagi: 
"Dan tatkala mereka masuk he (tempat) Yusuf membawa  saudaranya (Bunyamin) ke tempatnya, Yusuf berkata: 'Sesungguhnya aku (ini)  adalah saudaramu, maka janganlah kamu berduka cita terhadap apa yang telah  mereka kerjakan.'" (QS. Yusuf: 69) 
Konteks  Al-Qur'an mengarah ke keadaan Yusuf di mana beliau melindungi saudaranya dan  menunjukkan padanya rahsia kekerabatannya. Tentu hal ini tidak terjadi saat  saudara-saudara Yusuf masuk menemuinya kerana jika demikian nescaya mereka akan  mengetahui hubungan kekerabatan Yusuf. Hal ini terjadi dalam ketersembunyian  sehingga saudara- saudaranya tidak mengetahui. Tapi konteks ayat tersebut yang  sangat mengagumkan, sengaja berpindah pada keadaan pertama yang dialami Yusuf di  mana beliau tampak khawatir saat mereka masuk menemuinya dan saat beliau melihat  saudaranya. Demikianlah, Al-Qur'an menjadikannya sebagai tugas pertama kerana ia  merupakan sesuatu yang pertama kali terlintas dalam hati Yusuf. Ini termasuk  ungkapan yang dalam yang terdapat pada Kitab yang agung ini. Ayat tersebut juga  tidak menyinggung masa perjamuan dan apa yang terjadi saat itu antara Yusuf dan  saudara-saudaranya. Ia justru mengungkapkan peristiwa saat mereka meninggalkan  tempat itu. Yusuf merencanakan sesuatu terhadap saudara-saudaranya. Yusuf ingin  agar saudaranya yang kecil tetap bersamanya. Yusuf mengetahui bahawa usahanya  untuk menahan saudaranya akan menimbulkan kesedihan buat ayahnya, dan barangkali  kesedihan-kesedihan baru akan menumpuki kesedihan-kesedihan si ayah. Mungkin  saja peristiwa ini akan mengingatkannya tentang hilangnya Yusuf.  
Yusuf  mengetahui semua itu. Beliau memandangi saudaranya. Dan tidak ada alasan kuat  untuk menahannya. Kerana itu, mengapa ia harus menahan saudaranya dengan cara  demikian? Al-Qur'an menyinggung rahsia tersebut, yaitu bahawa Yusuf bergerak di  bawah bimbingan wahyu Ilahi. Allah s.w.t menginginkan agar Yakub menerima ujian  dan menjalani puncak dari penderitaan, sehingga ketika beliau mampu melalui  berbagai penderitaan dan bersabar atasnya, maka Allah s.w.t akan mengembalikan  padanya kedua puteranya, dan akan mengembalikan juga matanya yang buta.  
Rencana  Yusuf sudah matang. Yusuf memerintahkan para pengawalnya untuk meletakkan gelas  raja yang terbuat dari emas di tempat penyimpanan yang dibawa saudaranya secara  rahsia. Gelas itu digunakan sebagai alat untuk menimbang gandum di mana gelas  tersebut tentu sangat mahal kerana ia terbuat dari emas murni. Akhirnya, gelas  tersebut disembunyikan dalam barang bawaan saudaranya. Saudara-saudara Yusuf  bersiap-siap untuk pergi dan bersama mereka saudara mereka yang kecil. Kemudian  pintu kota pun ditutup dan tiba-tiba berteriaklah seseorang: "Hai kafilah,  kalian adalah pencuri." 
Teriakan  tentera tersebut menghentikan langkah semua kafilah. Kini, mereka semua menjadi  tertuduh. Orang-orang berdatangan dan bersama mereka saudara-saudara Yusuf.  "Barang apa yang hilang dari kamu?" tanya saudara-saudara Yusuf. Para tentera  itu menjawab: "Kami kehilangan gelas milik raja yang terbuat dari emas. Barang  siapa yang mampu mendatangkannya dan menemukannya, maka kami akan memberikan  balasan. Kami akan memberikannya makanan yang dimuat oleh unta."  
Saudara-saudara bukanlah orang-orang yang mencuri. Para  petugas keamanan Yusuf berkata (sebelumnya mereka telah mendapatkan pengarahan  dari Yusuf): "Hukuman apa yang kalian inginkan bagi seorang pencuri?"  Saudara-saudara Yusuf berkata: "Dalam peraturan kami, bahawa orang yang mencuri  akan menjadi budak bagi orang yang kehilangan barangnya." Petugas keamanan itu  berkata: "Kami akan menerapkan peraturan kalian. Kami tidak menggunakan  undang-undang Mesir yang menegaskan untuk memenjarakan orang yang mencuri."  Tawaran ini tentu sebagai tipu daya dan rencana jitu dari Allah s.w.t di mana  Yusuf diberi ilham untuk membicarakan hal itu pada petugas keamanannya.  Seandainya kalau bukan kerana rencana Ilahi ini, nescaya Yusuf tidak akan dapat  mengambil saudaranya. Agama raja atau peraturannya tidak memutuskan untuk  menjadikan budak orang yang mencuri. 
Salah  seorang kepala keamanan berkata: "Mulailah kalian memeriksa." Yusuf  memperhatikan semua ini dari sanggahannya. Ia telah menyerahkan perintahnya  kepada petugas keamanan untuk pertama- tama memeriksa saudara-saudaranya dan  hendaklah mereka tidak mengeluarkan gelas raja kecuali pada pemeriksaaan yang  terakhir. Kemudian selesailah pemeriksaan saudara yang pertama, saudara yang  kedua sampai saudara yang kesepuluh. Dan mereka tidak menemukan barang yang  dimaksud. Saudara-saudara Yusuf merasa aman bahawa mereka terlepas dari tuduhan  mencuri. Mereka mulai menarik nafas lega dan mereka berkata bahawa semua di  antara kami telah diperiksa kecuali saudara kami yang kecil. Yusuf berkata—kali  ini beliau turut campur—: "Ia tidak perlu diperiksa." Tampaknya ia bukan seorang  pencuri. 
Saudara-saudara Yusuf berkata: "Kami tidak akan  meninggalkan tempat ini kecuali setelah barang bawaannya diperiksa. Ini harus  dilakukan agar hati kami menjadi tenang begitu juga hati kalian. Sungguh kami  adalah anak-anak dari seorang tua yang baik dan kami bukanlah pencuri."  Akhirnya, petugas keamanan pun memeriksa barang bawaan saudaranya, dan tiba-tiba  mereka mengeluarkan gelas raja dari dalamnya. Dan sesuai peraturan yang  ditetapkan oleh mereka, saudara Yusuf menjadi budak baginya. Saudara-saudara  Yusuf yang merasa tenang dan selamat dari tuduhan, kini mereka mulai mencela  saudara kandung Yusuf. Mereka berkata: "Jika 
ia mencuri, maka saudaranya yang  dulu pun juga mencuri." Yusuf mendengarkan tuduhan mereka padanya dan beliau  menampakkan kesedihan yang dalam. Yusuf menyembunyikan kesedihannya dalam  dirinya dan tidak menampakkan perasaannya. 
Yusuf  berkata dalam dirinya: "Sesungguhnya sifat-sifat kalian lebih buruk, dan Allah  s.w.t mengetahui apa yang kalian nyatakan itu." Beliau ingin mengatakan: "Dengan  tuduhan ini, kalian justru menambah keburukan kalian di sisi Allah s.w.t  daripada si tertuduh kerana kalian menuduh seseorang yang sebenarnya terlepas  dari tuduhan dan Allah s.w.t mengetahui hakikat yang kalian katakan." Kemudian  terjadilah keheningan setelah komentar saudara-saudara yang terakhir. Kemudian  hilanglah perasaan selamat dan mereka mulai mengingat Yakub. Bukankah mereka  telah menjalin suatu perjanjian besar dengannya agar mereka tidak berlaku aniaya  terhadap anaknya? Mereka mulai merengek- rengek dan mencuba mendapat belas kasih  dari Yusuf: "Wahai seorang yang mulia, wahai raja, sungguh ia mempunyai ayah  yang sudah tua, maka ambillah salah seorang dari kami sebagai gantinya. Sungguh  kami melihatmu sebagai seorang yang baik." 
Yusuf  berkata dengan penuh ketenangan: "Bagaimana kalian ingin agar kami melepaskan  seseorang yang kami temukan gelas raja di tempatnya, lalu kalian meminta  seseorang yang lain sebagai gantinya? Ini adalah tindakan yang lalim dan kami  tidak akan berbuat lalim." Saudara-saudara Yusuf berusaha untuk terus meminta  belas kasihnya tetapi petugas keamanan dan para tentera meyakinkan mereka bahawa  pemimpin Mesir, Yusuf yang jujur, telah berbicara dan mengeluarkan perintah.  Kerana itu, hendaklah mereka pergi dan meninggalkan saudara mereka  
sebagai budak di sisinya.  
Kemudian  saudara-saudara Yusuf mulai bergerak. Mereka tidak mengetahui apa yang harus  mereka lakukan saat menghadapi musibah yang baru ini, dan bagaimana mereka akan  menghadapi ayah mereka dan menceritakan padanya apa yang terjadi. Salah seorang  saudara yang paling tua duduk di atas tanah dan berkata: "Aku tidak akan  bergerak dari tempatku. Kalian telah berbuat aniaya terhadap Yusuf sebelumnya,  dan sekarang kalian berbuat aniaya terhadap saudaranya. Pulanglah kalian pada  ayah kalian tanpa aku dan ceritakan padanya apa yang terjadi.  
Allah  s.w.t berfirman: 
"Maka tatkala telah disiapkan untuk mereka bahan makanan  mereka, Yusuf memasukan piala (tempat minum) ke dalam karung saudaranya.  Kemudian berteriaklah seseorang yang menyerukan: 'Hai kafilah, sesungguhnya kamu  adalah orang-orang yang mencuri.' Mereka menjawab, sambil menghadap kepada  penyeru-penyeru itu: 'Barang apakah yang hilang dari kamu?' Penyeru-penyeru itu  berkata: 'Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan  memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.'  Saudara-saudara Yusuf menjawab: 'Demi Allah, sesungguhnya kamu mengetahui bahawa  kami datang bukan untuk membuat kerosakan di negeri (ini) dan kami bukanlah para  pencuri.' Mereka berkata: 'Tetapi apa balasannya jika kamu betul- betul  pendusta?' Mereka menjawab: 'Balasannya, ialah pada siapa diketemukan (barang  yang hilang) dalam karungnya, maka dia sendirilah balasannya (tebusannya).  Demikianlah kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang zalim.' Maka  mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung  saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan piala raja itu dari karung  saudaranya. Demikianlah Kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut  Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah  menghendakinya. Kami tinggikan darjat orang yang Kami kehendaki: Dan di atas  tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui. Mereka  berkata: 'Jika ia mencuri, maka sesungguhnya telah pernah mencuri pula  saudaranya sebelum itu.' Maka Yusuf menyembunyikan kejengkelan itu pada dirinya  dan tidak menampakkannya kepada mereka. Dia berkata (dalam hatinya): 'Kamu lebih  buruk dari kedudukanmu (sifat- sifatmu) dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu  terangkan itu. Mereka berkata: 'Wahai al-Aziz, sesungguhnya ia mempunyai ayah  yang sudah lanjut usianya, lantaran itu ambillah salah seorang di antara kami  sebagai gantinya, sesungguhnya kami melihat kamu termasuk orang-orang yang  berbuat baik.' Berkata Yusuf: 'Aku mohon perlindungan kepada Allah dari menahan  seseorang, kecuali orang yang kami ketemukan harta benda kami padanya, jika kami  berbuat demikian, maka benar-benarlah kami orang-orang yang zalim.' Maka tatkala  mereka berputus asa daripada (putusan) Yusuf mereka menyendiri sambil berunding  dengan berbisik-bisik. Berkatalah yang tertua di antara mereka:  
'Tidakkah kamu ketahui bahawa sesungguhnya ayahmu telah  mengambil janji dari kamu dengan nama Allah dan sebelum itu kamu telah  menyia-nyiakan Yusuf. Sebab itu, aku tidak akan meninggalkan negeri Mesir,  sampai ayahku mengizinkan kepadaku (untuk kembali) atau Allah memberi keputusan  terhadapku. Dan Dia adalah hakim yang sebaik-baiknya.'" (QS. Yusuf: 70-80)  
Saudara-saudara Yusuf menetapkan akan kembali tanpa saudara  kandung mereka yang paling besar dan tanpa saudara kandung mereka yang paling  kecil. Mereka masuk menemui ayahnya dan berkata: "Wahai ayahku, anakmu  benar-benar mencuri." Dengan penuh kehairanan ayahnya bertanya, seakan-akan ia  mendustakan apa yang didengarnya: "Apa yang kalian katakan?" Mereka menceritakan  apa yang telah terjadi. Mereka memberitahukan kepadanya bahawa mereka mengatakan  apa yang benar-benar mereka saksikan dengan mata kepala mereka sendiri. Kalau  ayah mereka ragu, hendaklah ia bertanya kepada orang-orang yang bersama mereka  di Mesir, dan hendaklah ia bertanya kepada kafilah yang datang bersama mereka.  Kali ini mereka benar. Terdapat banyak saksi yang mendukung mereka.  
Nabi  Yakub berusaha mendengar apa yang mereka katakan dan dengan kesedihan yang  diliputi dengan kesabaran dan mata yang menangis beliau berkata: "Hanya dirimu  sendiri yang memandang baik perbuatan yang buruk itu. Maka kesabaran yang baik  itulah kesabaranku. Mudah-mudahan Allah s.w.t mendatangkan mereka semuanya  kepadaku. Sesungguhnya Dia Maria Mengetahui dan Maha Bijaksana." Yakub tidak  percaya kepada mereka kerana mereka sebelumnya telah berbuat kelaliman.  Akhirnya, Yakub mulai merasakan kesepian. Ia hidup tanpa ditemani puteranya yang  lebih dicintainya daripada saudara-saudaranya yang lain. Yakub adalah seorang  yang sudah tua dan di masa tuanya Allah s.w.t mengujinya dengan kesepian dan  kesendirian tetapi Yakub telah mewasiatkan kesabaran dalam dirinya dan  bertawakal kepada Allah s.w.t. Yakub telah berusaha menerapkan kesabaran yang  indah tanpa mengadukan apa yang dialaminya kepada seseorang pun selain Allah  s.w.t. Beliau hanya mengharap kebaikan kepada Allah s.w.t dan berharap  kepada-Nya untuk mendatangkan semua anak-anaknya. Sesungguhnya Allah s.w.t  mengetahui keadaannya dan Dia Maha Bijaksana, Maha Penyayang, dan Maha Pengasih  terhadap hamba-Nya. 
Nabi  Yakub pergi dan kembali ke kamarnya. Mendengar peristiwa tersebut, beliau  kembali terkenang dengan peristiwa lamanya berkenaan dengan anaknya Yusuf. Ia  mulai merenung sambil berkata: "Aduhai duka citaku terhadap Yusuf." Keluarlah  dalam hatinya suatu kegoncangan cinta yang dalam lalu kedua matanya dipenuhi  dengan air mata yang banyak yang semakin menambah kesedihannya. Allah s.w.t  memberitahukan kepada kita tentang dialog yang terjadi antara saudara-saudara  Yusuf dan ayah mereka dalam firman-Nya: 
"Kembalilah kepada ayahmu dan katakanlah: 'Wahai ayah kami!  Sesungguhnya anakmu telah mencuri; dan kami hanya menyaksikan apa yang kami  ketahui dan sekali-kali kami tidak dapat menjaga (mengetahui) barang yang ghaib.  Dan tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada di situ, dan kafilah yang kami  datang bersamanya, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang benar. Yakub  berkata: 'Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk)  itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah  mendatangkan mereka semuanya kepadaku; sesungguhnya Dia-lah Yang Maha  Mengetahui. 'Dan Yakub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata:  'Aduhai duka citaku terhadap Yusuf,' dan kedua matanya menjadi putih kerana  kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-  anaknya). " (QS. Yusuf: 81-84) 
Tangisan  yang cukup lama itu menjadikan beliau kehilangan matanya atau menyerupai sesuatu  yang menampakkan kehilangan matanya. Adakah orang yang mengatakan: "Apakah  mungkin seorang nabi menangis seperti ini? Tidakkah menangis justru menampakkan  keputusasaan?" Untuk menjawab kegelisahan orang yang bertanya demikian, kami  katakan: "para nabi adalah manusia yang memiliki perasaan yang paling besar dan  paling sensitif terhadap penderitaan. Tangisan itu sendiri merupakan bentuk dan  tingkatan dari cinta. Juga merupakan bentuk pengaduan kepada Allah s.w.t. Yakub  menangis kerana beliau adalah seseorang yang memiliki jiwa yang besar. Beliau  tidak menangis di hadapan seseorang pun. Tangisan beliau sekadar pengaduan  kepada Allah s.w.t yang tiada seorang pun yang mengetahuinya kecuali Allah  s.w.t. Tangisan tersebut tidak difahami oleh anak-anaknya di mana mereka  menyerang sisi kemanusiaannya yang dalam dengan menasihatinya agar berhenti  menangis dan kalau tidak, kata mereka, ia akan menghancurkan dirinya sendiri."  
"Mereka berkata: ,Demi Allah, senantiasa kamu mengingati  Yusuf, sehingga kamu mengidapkan penyakit yang berat atau termasuk orang-orang  yang binasa.'" Yakub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku  mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang  kamu tiada mengetahuinya." (QS. Yusuf: 85-86) 
Nabi  Yakub menjawab perkataan anak-anaknya itu dan beliau berusaha menunjukkan alasan  dan hakikat dari tangisannya. Beliau mengadukan persoalan-persoalannya kepada  Allah s.w.t kerana Dia Maha Mengetahui terhadap banyak hal yang tidak mereka  ketahui. Beliau meminta kepada mereka agar membiarkannya menangis dan  menganjurkan mereka untuk melakukan hal lebih bermanfaat bagi mereka.  
"Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita  tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.  Sesungguhnya tiada yang berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang  kafir. " (QS. Yusuf: 87) 
Di  tengah-tengah kesedihannya yang dalam, beliau menyingkapkan harapannya akan  rahmat Allah s.w.t. Beliau mengetahui melalui ilham yang didapatinya bahawa  Yusuf tidak mati. Oleh kerana itu, hendaklah saudara-saudara Yusuf pergi  mencarinya, dan hendaklah dalam mencarinya mereka benar-benar berharap kepada  Allah s.w.t. Kafilah bergerak dan menuju ke Mesir. Saudara-saudara Yusuf  berjalan menuju ke al-Aziz. Keadaan perekonomian mereka sedang merosot tajam dan  begitu juga suasana kejiwaaan mereka, kefakiran mereka, kesedihan ayah mereka,  dan penderitaan yang mengiringi mereka sangat meruntuhkan kekuatan mereka. Kini  mereka menemui Yusuf dan mereka membawa harta benda yang sangat sederhana dan  hina. Mereka datang dengan membawa sesuatu yang memiliki harga sangat minimum  atau sedikit. Allah s.w.t berfirman: 
"Maka ketika mereka masuk (ke tempat) Yusuf, mereka  berkata: 'Hai al-Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan  kami datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah sukatan  untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah memberi balasan  kepada arang-orang yang bersedekah." (QS. Yusuf: 88) 
Akhirnya, mereka terpaksa meminta-minta. Mereka meminta  kepada Yusuf agar sudi kiranya bersedekah untuk mereka dan menunjukkan belas  kasihnya kepada mereka dengan mengingatkan bahawa Allah s.w.t akan membalas  orang-orang yang bersedekah. Di tengah-tengah kehinaan mereka dan kemerosotan  mereka, Yusuf berbicara dengan bahasa mereka tanpa perantara seorang  penterjemah: 
"Yusuf  berkata: 'Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu lakukan  terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kamu tidak mengetahui (akibat) perbuatanmu  itu?' Mereka berkata: 'Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?' Yusuf menjawab:  'Akulah Yusuf dan ini saudaraku, sesungguhnya Allah telah melimpahkan kurnia-Nya  kepada kami.' Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka  sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.'  Mereka berkata: 
'Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas  kami, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).'" (QS.  Yusuf: 89-91) 
Dialog  tersebut menyentuh ungkapan-ungkapan yang sangat dalam yang ada pada jiwa  mereka. Penguasa Mesir mengagetkan mereka dengan bertanya seputar apa yang telah  mereka lakukan terhadap Yusuf. Nabi Yusuf berbicara dengan bahasa mereka  sehingga mereka mengetahui bahawa ia benar-benar Yusuf. Kemudian dialog itu  semakin berkembang sehingga terungkaplah kesalahan mereka di hadapannya. Mereka  telah membuat tipu daya pada Yusuf tetapi Allah s.w.t memenangkan urusan- Nya.  Setelah berlalu tahun demi tahun, maka tersingkaplah tipu daya mereka. Dan Allah  s.w.t memenangkan rencana-Nya dengan cara yang sangat elegan. Masuknya Yusuf  dalam perigi merupakan awal dari kebangkitan untuk menduduki kerusi istana dan  kekuasaan, dan jauhnya beliau dari ayahnya justru menjadi sebab bertambahnya  cinta Yakub kepadanya. Ini adalah tabir yang tersingkap di depan mereka.  
Kali  ini, Nabi Yusuf justru benar-benar menjadi tumpuan harapan mereka. Mereka  menutup dialog mereka bersamanya dengan mengatakan: "Demi Allah, sesungguhnya  Allah s.w.t telah melebihkan kamu atas kami, dan kami adalah orang-orang yang  bersalah." Pengakuan mereka terhadap kesalahan yang mereka lakukan di sisi lain  justru menyembunyikan kekhuatiran pada diri mereka. Mungkin mereka berfikir  bahawa Yusuf akan melakukan balas dendam kepada mereka sehingga tubuh mereka  tampak gementar. Melihat hal yang demikian itu, Yusuf menenangkan mereka dengan  ucapannya: 
"Dia (Yusuf) berkata: 'Pada hari ini tak ada cercaan  terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia Maha Penyayang di  antara para penyayang. " (QS. Yusuf: 92) 
Tidak  ada balas dendam, tidak ada celaan, dan tidak ada kebencian. Yusuf tidak  mengatakan bahawa aku akan memaafkan kalian atau aku mengampuni kalian, tetapi  ia berdoa kepada Allah s.w.t agar Dia mengampuni mereka. Ini mengisyaratkan  bahawa beliau mengampuni mereka. Nabi Yusuf berdoa kepada Allah s.w.t agar Dia  mengampuni mereka dan tentu doa seorang nabi akan dikabulkan. Ini adalah sikap  toleransi beliau yang sangat terpuji. Ini adalah contoh terbaik dari sikap  toleran. Setelah itu, Nabi Yusuf mengalihkan pembicaraan kepada ayahnya. Beliau  mengetahui bahawa mata ayahnya sudah memutih kerana saking sedihnya. Beliau  mengetahui bahawa ayahnya tidak mampu lagi melihat. Beliau merasakan  penderitaaan ayahnya sehingga beliau melepas bajunya dan memberikannya kepada  mereka: 
"Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu  letakkanlah ke wajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah  keluargamu semuanya kepadaku." (QS. Yusuf: 93) 
Kafilah  kembali ke Palestina. Akhirnya, peristiwa di Mesir berpindah ke tanah Palestina.  Kita sekarang berada di rumah Nabi Yakub. Lelaki itu duduk di kamarnya dalam  keadaan kedua matanya memutih. Tiba-tiba laki-laki itu bangkit dan tampaklah  perubahan drastik pada wajahnya. Ia menggantikan pakaiannya dan keluar menemui  isteri-isteri anak-anaknya. Ia berhenti di tengah-tengah rumah dan mengangkat  kepalanya ke langit lalu menghirup udara dengan kuat. Dadanya dipenuhi dengan  hembusan angin yang datang dari Mesir. kemudian ia kembali ke kamarnya. Salah  seorang isteri anak yang paling besar berkata kepada isteri-isteri anak- anak  yang lain: "Sungguh Yakub hari ini keluar dari kamarnya tidak seperti biasanya.  Kami merasakan ada sesuatu yang lain. Yakub meninggalkan persembunyiannya dan  berdiri di depan halaman rumah. Ia melihat ke langit padahal ia buta, dan  bagaimana ia melihat ke langit? Aku tidak tahu. Tetapi aku bersumpah, aku telah  melihat senyum yang menghiasi wajahnya." 
Isteri-isteri dan anak laki-laki yang lain bertanya dalam  keadaan kehairanan: "Kamu mengatakan bahawa ia memakai baju yang baru dan kamu  mengatakan bahawa dia tersenyum?" Wanita-wanita itu segera menuju Nabi Yakub dan  tampak senyuman masih menghiasi wajahnya. Apakah yang dilihat oleh wanita-wanita  itu suatu imaginasi? Wanita- wanita itu bertanya kepadanya: "Apa yang kamu  rasakan, wahai seorang yang mulia?" Lelaki tua itu menjawab: "Aku mencium bau  Yusuf." Mendengar jawapan itu, para wanita menggerutu. Lalu Yakub menambahkan:  "Sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal, tentu kamu membenarkan aku."  
Isteri-isteri dan anak laki-laki itu meninggalkan Yakub dan  kemudian terjadilah dialog-dialog lanjutan antara sesama mereka: "Lelaki tua itu  tidak memiliki harapan. Tangisannya atas Yusuf akan menghancurkannya," kata  sebahagian mereka. "Apakah ia berbicara tentang pakaiannya?" "Aku tidak tahu, ia  hanya berkata bahawa ia mencium bau Yusuf," jawab yang lain. "Engkau mengatakan  bahawa ia mengganti pakaiannya?," tanya sebahagian mereka. "Barangkali ia gila,  hanya orang yang gila yang menceritakan sesuatu yang tidak ada," sambung yang  lain. Pada hari itu Yakub meminta segelas susu. Ia berpuasa dan berbuka  dengannya, lalu untuk pertama kalinya ia meminta makanan dan tidak menolaknya.  
Datanglah waktu petang dan ia menggantikan pakaiannya  dengan agak lambat. Kafilah berjalan dengan membawa pakaian Yusuf. Pakaian itu  disembunyikan di bawah gandum. Pakaian itu bercampur dengan embun- embun kebun  dan bau tanah yang baik dan minyak wangi Nabi Yusuf serta kehangatan matahari  yang mematangkan gandum. Kafilah mulai mendekat ke desa lelaki tua itu. Lelaki  itu berputar-putar di kamarnya. Ia tampak sibuk solat dan mengangkat kedua  tangannya ke langit kemudian ia mulai mencium udara dan menangis. Ia  membayangkan pakaian Yusuf yang sedang menuju padanya: 
"Tatkala kafilah itu telah ke luar (dari negeri Mesir)  berkata ayah mereka: 'Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak  menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku). Keluarganya berkata: 'Demi  Allah, sesungguhnya kamu masih dalam kekeliruanmu yang dahulu.' Tatkala telah  tiba pembawa khabar gembira itu, maka diletakkannya baju gamis itu ke wajah  Yakub, lalu kembalilah dia dapat melihat. Berkata Yakub: Tidakkah aku katakan  kepadamu, bahawa aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya.'  Mereka berkata: 'Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa  kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).'" (QS.  Yusuf: 94-97) 
Inilah  fasa terakhir dari kisah Nabi Yusuf di mana kisahnya dimulai dengan mimpi dan di  episod terakhirnya menyebutkan takwil mimpinya: 
"Maka  tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf: Yusuf merangkul ibu bapaknya dan dia  berkata: 'Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya-Allah dalam keadaan aman." Dan ia  menaikkan kedua ibu bapaknya ke atas singgahsana. Dan mereka (semuanya)  merebahkan diri seraya bersujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf: 'Wahai ayahku  inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya  suatu kenyataan. Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika  Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang  pasir, setelah setan merosakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku.  
Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia  kehendaki. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. " (QS.  Yusuf: 99-100) 
Perhatikanlah apa yang dilakukannya saat mimpinya terwujud,  beliau berdoa kepada Tuhannya: 
"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan  kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir  mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan  di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan  orang-orang yang soleh. " (QS. Yusuf: 101) 
Itu  hanya satu doa: "wafatkanlah aku sebagai seorang Muslim." Kita tidak ingin  meninggalkan kisah Nabi Yusuf putera Nabi Yakub yang mulia sebelum kita  memperhatikan poin penting di bawah ini: 
Dalam  kisah Nabi Ibrahim, cinta naluriah terhadap Ismail, anaknya, dicabut darinya,  sehingga hatinya benar-benar dipenuhi dengan cinta yang murni untuk Allah s.w.t  semata. Dan ketika persoalan tersebut terwujud, maka perintah untuk menyembelih  anaknya dibatalkan dan kemudian datanglah tebusan dari Allah s.w.t. Dalam hal  ini terdapat kesamaan dengan apa yang terjadi pada Nabi Yakub di mana Yakub  sangat mencintai Yusuf kemudian ia diuji dengan hilangnya Yusuf, dan ketika  hatinya murni untuk Allah s.w.t tanpa ada kecemburuan kepada Yusuf dan  saudaranya, Allah mengembalikan kedua anaknya kepadanya. 
Pengajaran yang didapati dari kisah Nabi Yusuf  A.S.
Banyak  ajaran dan kisah yang dapat dipetik dari Kisah Nabi Yusuf yang penuh dengan  pengalaman hidup yang kontroversi itu. Di antaranya ialah :~ bahawasanya  penderitaan seseorang yang nampaknya merupakan suatu musibah dan bencana, pada  hakikatnya dalam banyak hal bahkan merupakan rahmat dan bar akah yang masih  terselubung bagi penderitaannya. Kerana selalunya bahawa penderitaan yang di  anggapkan itu suatu musibah adalah menjadi permulaan dari kebahagiaan dan  menjadi kesejahteraan yang tidak diduga semula. Demikianlah apa yang telah  dialami oleh Nabi Yusuf dengan pelemparan dirinya ke dalam sebuah perigi oleh  saudara-saudaranya sendiri, disusuli dengan pemenjaraannya oleh para penguasa  Mesir. Semuanya itu merupakan jalan yang harus ditempuh oleh beliau untuk  mencapai puncak kebesaran dan kemuliaan sebagai nabi serta tingkat hidup yang  mewah dan sejahtera sebagai seorang penguasa dalam sebuah kerajaan yang besar  yang dengan kekuasaannya sebagai wakil raja, dapat menghimpunkan kembali seluruh  anggota keluarganya setelah sekian lama berpisah dan  bercerai-berai.
Maka  seseorang mukmin yang percaya kepada takdir, tidak sepatutnya merasa kecewa dan  berkecil hati bila tertimpa sesuatu musibah dalam harta kekayaannya, kesihatan  jasmaninya atau keadaan keluarganya. Ia harus menerima percubaan Allah itu  dengan penuh kesabaran dan tawakal seraya memohon kepada Yang Maha Kuasa agar  melindunginya dan mengampuni segala dosanya, kalau-kalau musibah yang ditimpakan  kepadanya itu merupakan peringatan dari Allah kepadanya untuk  bertaubat.
Dan  sebaliknya bila seseorang mukmin memperoleh nikmat dan kurnia Allah berupa  perluasan rezeki, kesempurnaan kesihatan dan kesejahteraan keluarga, ia tidak  sepatutnya memperlihatkan sukacita dan kegembiraan yang berlebih-lebihan. Ia  bahkan harus bersyukur kepada Allah dengan melipat gandakan amal solehnya sambil  menyedarkan diri bahawa apa yang diperolehnya itu kadang-kadang boleh tercabut  kembali bila Allah menghendakinya. Lihatlah sebagaimana teladan Nabi Yusuf yang  telah kehilangan iman dan tawakalnya kepada Allah sewaktu berada seorang diri di  dalam perigi mahupun sewaktu merengkok di dalam penjara, demikian pula sewaktu  dia berada dalam suasana kebesarannya sebagai Penguasa Kerajaan Mesir, ia tidak  disilaukan oleh kenikmatan duniawinya dan kekuasaan besar yang berada di  tangannya. Dalam kedua keadaan itu ia tidak melupakan harapan, syukur dan pujaan  kepada Allah dan sedar bahawa dirinya sebagai makhluk yang lemah tidak berkuasa  mempertahankan segala kenikmatan yang diperolehnya atau menghindarkan diri dari  musibah dan penderitaan yang Allah limpahkan kepadanya. Ia mengembalikan  semuanya itu kepada takdir dan kehendak Allah Yang Maha  Kuasa.
Nabi  Yusuf telah memberi contoh dan teladan bagi kemurnian jiwanya dan keteguhan  hatinya tatkala menghadapi godaan Zulaikha, isteri ketua Polis Mesir,  majikannya. Ia diajak berbuat maksiat oleh Zulaikha seorang isteri yang masih  muda belia, cantik dan berpengaruh, sedang ia sendiri berada dalam puncak  kemudaannya, di mana biasanya nafsu berahi seseorang masih berada di tingkat  puncaknya. Akan tetapi ia dapat menguasai dirinya dan dapat mengawal nafsu  kemudaannya, menolak ajak isteri yang menjadi majikannya itu, kerana ia takut  kepada Allah dan tidak mahu mengkhianati majikannya yang telah berbuat budi  kepadanya dirinya dan memperlakukannya seolah-olah anggota keluarganya sendiri.  Sebagai akibat penolakannya itu ia rela dipenjarakan demi mempertahankan  keluhuran budinya, keteguhan imannya dan kemurnian jiwanya.
Nabi  Yusuf memberi contoh tentang sifat seorang kesatria yang enggan dikeluarkan dari  penjara sebelum persoalannya dengan Zulaikha dijernihkan. Ia tidak mahu  dikeluarkan dari penjara kerana memperoleh pengampunan dari Raja, tetapi ia  ingin dikeluarkan sebagai orang yang bersih, suci dan tidak berdosa. Kerananya  ia sebelum menerima undangan raja kepadanya untuk datang ke istana, ia menuntut  agar diselidik lebih dahulu tuduhan-tuduhan palsu dan fitnah-memfitnah yang  dilekatkan orang kepada dirinya dan dijadikannya alasan untuk memenjarakannya.  Terpaksalah raja Mesir yang memerlukan Yusuf sebagai penasihatnya, memerintahkan  penyusutan kembali peristiwa Yusuf dengan Zulaikha yang akhirnya dengan  terungkapnya kejadian yang sebenar, di mana mereka bersalah dan memfitnah  mengakui bahawa Yusuf adalah seorang yang bersih suci dan tidak berdosa dan  bahawa apa yang dituduhkan kepadanya itu adalah palsu belaka.
Suatu  sifat utama pembawaan jiwa besar Nabi Yusuf menonjol tatkala ia menerima  saudara-saudaranya yang datang ke Mesir untuk memperolehi hak pembelian gandum  dari gudang pemerintah kerajaan Mesir. Nabi Yusuf pada masa itu, kalau ia mahu  ia dapat melakukan pembalasan terhadap saudara-saudaranya yang telah  melemparkannya ke dalam sebuah perigi dan memisahkannya dari ayahnya yang sangat  dicintai. Namun sebaliknya ia bahkan menerima mereka dengan ramah-tamah dan  melayani keperluan mereka dengan penuh kasih sayang, seolah-olah tidak pernah  terjadi apa yang telah dialami akibat tindakan saudara- saudaranya yang kejam  dan tidak berperikemanusiaan. Demikianlah Nabi Yusuf dengan jiwa besarnya telah  melupakan semua penderitaan pahit yang telah dialaminya akibat tindakan  saudara-saudaranya itu dengan memberi pengampunan kepada mereka, padahal ia  berada dalam keadaan yang memungkinkannya melakukan pembalasan yang setimpal.  Dan pengampunan yang demikian itulah yang akan berkesan kepada orang yang  diampuni dan yang telah dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya dalam beberapa ayat  Al-Quran dan beberapa hadis nabawi.