Yakub atau Israil tinggal di Mesir sejak ia datang untuk bertemu dengan  anaknya, Yusuf. Ketika beliau wafat mereka menguburnya di tempat di  mana ia dilahirkan di Palestina. Anak-anak Israil lebih memilih untuk  hidup di Mesir di sisi Yusuf. Keadaan Mesir, kebaikannya yang banyak,  kelayakan tanahnya, dan keharmonisan iklimnya merupakan daya tarik  tersendiri bagi mereka untuk tinggal di dalamnya. Anak-anak Israil  tinggal di Mesir dalam tempo yang lumayan. Mereka menikah sehingga  jumlah mereka bertambah banyak. Berlalulah tahun demi tahun dan  kemudian Nabi Yusuf meninggal. Nabi Yusuf telah mengubah Islam saat  beliau memegang tampuk kekuasaan. Nabi Yusuf memperjuangkan Islam  dan setiap nabi yang diutus oleh Allah s.w.t pasti memperjuangkan  agama Islam sejak Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw. Pengertian  Islam di sini ialah, mengesakan Allah s.w.t dan hanya semata-mata  menyembah-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, dan berdoa kepada- Nya. Islam juga bererti menyerahkan niat dan amal hanya semata-mata  kepada Allah s.w.t. Demikianlah yang kita fahami atau yang kita maksud  dari kata al-Islam, bukan sistem sosial yang dibawa oleh Nabi yang  terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Sistem ini merupakan kepanjangan  dari sistem-sistem sosial yang dibawa para nabi. Jadi, esensi akidah satu  dan tidak berbeza dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw.
Ketika Nabi Yusuf menjadi penguasa di Mesir dan ketua para menteri  agama di Mesir berubah menjadi agama tauhid atau Islam. Nabi Yusuf as  menyeru manusia untuk memeluk Islam saat beliau ada di dalam penjara  ketika beliau mengatakan:
"Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah  Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa (QS.Yusuf: 39)
Dan beliau berdoa pada suatu hari ketika mimpinya terwujud:
"Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan  orang-orang yang soleh. " (QS. Yusuf: 101)
Dan ketika Nabi Yusuf meninggal, Mesir mengubah sistem tauhid ke  sistem multi tuhan untuk kedua kalinya. Menurut dugaan kuat bahawa hal  ini terwujud dengan adanya campur tangan kelompok-kelompok elit yang  berkuasa. Kelompok-kelompok elit ini -  ketika di bawah agama tauhid -  mereka tidak mendapatkan suatu perlakukan istimewa atau dibezakan  dengan masyarakat umum, sehingga kerananya mereka mempunyai  kepentingan untuk mengembalikan sistem penyembahan multi tuhan.  Kemudian masyarakat mengikuti sistem penyembahan Fir'aun. Dan  akhirnya, Mesir dipimpin keluarga-keluarga Fir'aun dan mereka  mengklaim bahawa mereka adalah tuhan atau wakil-wakil tuhan atau  orang-orang yang berbicara atas nama tuhan.
Pada dasarnya, masyarakat Mesir adalah masyarakat yang beradab.  Mereka disibukkan dengan pembangunan peradaban. Mereka memiliki  kecenderungan keagamaan yang kuat. Dan barangkali kelompok- kelompok dari masyarakat Mesir meyakini bahawa Fir'aun bukan tuhan  namun kerana mereka mendapat tantangan keras dari Fir'aun dan Fir'aun  tidak ingin dari kaumnya kecuali agar mereka mentaatinya sehingga  mereka pun terpaksa menyembunyikan keimanan dalam diri mereka.  Jadi, tuhan-tuhan berhala banyak sekali di Mesir. Hal yang bisa difahami  adalah, bahawa Fir'aun menguasai semua macam tuhan dan ia  mengisyaratkan dengannya dan berbicara atas namanya. Yang demikian  ini adalah sangat jelas di Mesir. Ketika terdapat sistem multi tuhan di  Mesir - meskipun masyarakatnya meyakini tuhan utama, yaitu Fir'aun -  kelompok elit yang berkuasa membatasi untuk hanya menyembah Fir'aun  dan melaksanakan perintah-perintahnya serta membenarkan tindakan  semena-menanya. Kita akan mengetahui dan kita akan membuka  lembaran-lembaran Nabi Musa as bagaimana masyarakat Mesir hidup di  zamannya. Majoriti masyarakat saat itu mendapatkan kehinaan yang luar  biasa dan diperlakukan secara lalim. Mereka harus taat sepenuhnya  kepada Fir'aun. Mereka selalu diancam oleh algojo-algojo Fir'aun dan  para tenteranya.
Allah s.w.t menceritakan Fir'aun yang hidup di zaman Nabi Musa dalam  firman-Nya:
"Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru  memanggil kaumnya (seraya berkata): 'Akulah Tuhanmu yang paling  tinggi.'" (QS. an-Nazi'at: 23-24)
Manusia saat itu benar-benar tunduk terhadap pernyataan orang-orang  kafir. Mereka mentaati - barangkali itu kerana terpaksa - perkataan  Fir'aun. Mesir kembali menggunakan sistem multi tuhan setelah  sebelumnya disinari oleh tauhid yang disuarakan oleh Nabi Yusuf.  Sementara itu, anak-anak Yakub atau anak-anak Israil mereka telah  menyimpang dari tauhid. Mereka mengikuti orang-orang Mesir. Sedikit  sekali dari keluarga mereka yang masih mempertahankan agama tauhid  secara tersembunyi.
Datanglah suatu masa atas Bani Israil di mana mereka semakin banyak  dan semakin menyebar. Mereka mengerjakan berbagai macam pekerjaan,  dan mereka memenuhi pasar-pasar Mesir. Berlalulah hari demi hari. Mesir  diperintah oleh seorang raja yang bengis di mana orang-orang Mesir  menyembahnya. Raja yang jahat ini melihat Bani Israil semakin banyak  dan semakin berkembang serta mengambil posisi-posisi penting. Raja  mendengar pembicaraan Bani Israil tentang berita yang samar di mana  dalam berita itu dikatakan bahawa salah seorang anak Bani Israil akan  menjatuhkan Fir'aun Mesir dari singgahsananya. Barangkali berita itu  berasal dari suatu mimpi dari mimpi-mimpi hidup atau mimpi nyata yang  mengelilingi hati kelompok minoriti yang tertindas, dan mungkin itu  merupakan berita gembira yang tersebut dalam kitab-kitab mereka. Apa  pun halnya, berita ini telah sampai di telinga Fir'aun.
Kemudian Fir'aun mengeluarkan perintah yang aneh, yaitu jangan sampai  seorang pun dari Bani Israil yang melahirkan anak. Maksud dari perintah  ini adalah, hendaklah setiap anak yang lahir dari jenis laki-laki dibunuh.  Aturan ini mulai diterapkan. Tapi para pakar ekonomi berkata kepada  Fir'aun: Orang-orang tua dari Bani Israil akan mati sesuai dengan ajal  mereka, sedangkan anak-anak kecilnya disembelih maka ini akan berakhir  pada hancurnya dan binasanya Bani Israil namun Fir'aun akan kehilangan  kekayaan dan aset manusia yang dapat bekerja untuknya atau menjadi  budak-budaknya dan wanita-wanita tidak dapat lagi dimilikinya. Maka  yang terbaik adalah, hendaklah dilakukan suatu proses sebagai berikut:  Anak laki-laki disembelih pada tahun yang pertama dan hendaklah  mereka dibiarkan pada tahun berikutnya. Fir'aun sependapat dengan  fikiran ini kerana itu dianggap lebih menguntungkan dari sisi ekonomi.
Ibu Musa mengandung Harun pada tahun di mana anak-anak kecil tidak  dibunuh maka ia melahirkannya secara terang-terangan. Ketika datang  tahun yang ditetapkan di dalamnya bahawa anak-anak kecil harus  dibunuh, ia melahirkan Musa. Saat melahirkan Musa, sang ibu merasakan  ketakutan yang luar biasa. la mencemaskan bahawa jangan-jangan  anaknya akan dibunuh. Maka si ibu menyusuinya secara sembunyi- sembunyi. Kemudian datanglah suatu malam yang penuh berkah di mana  Allah s.w.t mewahyukan kepadanya:
"Dam Kami ilhamkan kepada ibu Musa: 'Susuilah dia dan apabila khuatir  terhadapnya maka jatuh kalah ia ke dalam sungai (Nil). Dan janganlah  kamu khuatir dan janganlah (pula) bersedih hati, kerana sesungguhnya  Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah  seorang) dari para rasul.'" (QS. al-Qashash: 7)
Mendengar wahyu Allah s.w.t itu dan mendengar panggilan yang penuh  kasih sayang dan suci ini, ibu Musa langsung mentaatinya. Ia  diperintahkan untuk membuat peti kecil bagi Musa. Setelah  menyusuinya, ia meletakkannya di peti itu. Kemudian ia pergi ke tepi  sungai Nil dan membuangnya di atas air. Hati sang ibu adalah hati yang  paling pengasih di dunia. Hatinya dipenuhi penderitaan saat ia  melemparkan anaknya di sungai Nil, tetapi ia menyedari bahawa Allah  s.w.t lebih Pengasih terhadap Musa dibandingkan dengan dirinya. Allah  s.w.t lebih mencintainya dibandingkan dengan dirinya. Allah s.w.t adalah  Tuhannya dan Tuhan sungai Nil.
Belum lama peti itu menyentuh sungai Nil sehingga sang Pencipta  mengeluarkan perintah kepada arus sungai agar menjadi tenang dan  bersikap lembut terhadap bayi yang dibawanya yang pada suatu hari  akan menjadi Nabi. Sebagaimana Allah s.w.t memerintahkan kepada api  agar menjadi dingin dan membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim,  begitu juga Allah s.w.t memerintahkan kepada sungai Nil agar membawa  Musa dengan tenang dan penuh kelembutan sehingga menyerahkannya ke  istana Fir'aun. Air sungai nil membawa peti yang mulia ini ke istana  Fir'aun. Di sana ombak menyerahkannya kepada tepi pantai kemudian ia  mewasiatkan kepada tepi pantai itu. Dan angin berkata kepada rumput  yang tidur di sisi peti: Jangan engkau banyak bergerak kerana Musa  sedang tidur. Rumput itu pun mentaati perintah angin dan Musa tetap  tidur.
Pada hari itu, matahari menyinari istana Fir'aun. Isteri Fir'aun keluar  berjalan-jalan di kebun istana sebagaimana biasanya. Kita tidak  mengetahui apa gerangan yang menjadikannya berjalan-jalan dan  menempuh jarak yang lebih jauh dari yang biasa di tempuhnya.
Isteri Fir'aun berbeza sekali dengan Fir'aun. Fir'aun adalah seorang kafir  sementara isterinya adalah seorang yang beriman. Fir'aun adalah seorang  yang keras kepala sementara isterinya adalah seorang yang penyayang.  Fir'aun adalah seorang penjahat sementara isterinya adalah seorang yang  lembut dan penuh cinta. Di samping itu, isterinya merasakan kesedihan  yang dalam kerana ia belum mampu melahirkan anak. Ia merindukan  untuk mendapatkan anak. Isteri Fir'aun berhenti di sisi kebun kemudian  bau harum yang datang dari pohon itu menyebarkan perasaan sedih akan  rasa kesendirian. Pada saat yang sama, wanita-wanita yang  membantunya sudah memenuhi tempat-tempat air yang diambil dari  sungai. Tiba-tiba mereka mendapati peti di sisi kaki mereka. Mereka  membawa peti itu seperti semula ke isteri Fir'aun. Ia memerintahkan  untuk membukanya lalu mereka pun membukanya. Betapa terkejutnya  isteri Fir'aun ketika melihat Musa di dalamnya. Maka ia pun merasakan  bahawa ia mencintainya seperti anaknya sendiri. Allah s.w.t menaruh  dalam hatinya rasa cinta kepada Musa sehingga air matanya berlinang.
Kemudian ia membawa peti mati itu. Isteri Fir'aun membolak-balikkan  Musa sambil menangis. Musa terbangun dan ia pun menangis. Musa  tampak lapar ia membutuhkan air susu pagi dan tetap menangis. Fir'aun  duduk di atas meja makan. Ia menantikan isterinya namun yang ditunggu  belum hadir. Fir'aun mulai marah dan mencarinya. Tiba-tiba ia  dikejutkan dengan kedatangan isterinya dengan membawa Musa. Isteri  Fir'aun tampak sangat menyayanginya. Ia terus menciuminya dan air  matanya berlinangan. Fir'aun bertanya, "dari mana datangnya anak kecil  ini?" Kemudian mereka menceritakan kepadanya bahawa mereka  menemukannya di sebuah peti di tepi sungai. Fir'aun berkata: "Ini adalah  salah satu anak Bani Israil. Sesuai dengan peraturan, anak-anak yang lahir  tahun ini harus dibunuh." Mendengar keputusan Fir'aun itu, isteri Fir'aun  berteriak dan ia mendekap Musa lebih keras:
"Dan berkatalah isteri Fir'aun: '(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku  dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia  bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia jadi anak.'" (QS. al- Qashash: 9)
Fir'aun tampak kehairanan sekali melihat aksi isterinya yang mendekap  anak kecil yang mereka temukan di tepi sungai. Fir'aun tampak  tercengang kerana isterinya menangis dengan gembira di mana Fir'aun  tidak pernah mendapati isterinya menangis kerana gembira seperti ini.  Fir'aun mulai mengetahui bahawa isterinya menyayangi anak ini seperti  anaknya sendiri. Fir'aun berkata dalam dirinya: Barangkali ia ingat  bahawa ia tidak mampu melahirkan anak dan menginginkan anak ini.  Akhirnya, Fir'aun sepakat atas apa yang dikatakan oleh isterinya. Fir'aun  memenuhi keinginannya dan menyetujuinya untuk mendidik anak ini di  istananya.
Ketika mendengar persetujuan Fir'aun, tampaklah keceriaan yang luar  biasa pada wajah isterinya. Fir'aun belum pernah menyaksikan keceriaan  seperti ini. Fir'aun telah menghadirkan berbagai macam hadiah  kepadanya, juga perhiasan dan budak tetapi ia belum pernah tersenyum  meskipun sekali. Fir'aun menyangka bahawa isterinya tidak mengerti erti  sebuah senyuman. Dan sekarang, Fir'aun melihat sendiri wajahnya  dipenuhi dengan senyum keceriaan. Sementara itu, Musa mulai menangis  kerana lapar. Isteri Fir'aun mengetahui bahawa Musa sedang lapar. Ia  berkata kepada Fir'aun: "Anakku yang kecil sedang lapar." Fir'aun  berkata: "Datangkanlah kepadanya para wanita yang menyusui."  Kemudian didatangkanlah kepadanya seorang wanita yang menyusui dari  istana. Wanita itu mencuba untuk menyusui Musa tetapi apa yang  terjadi? Musa menolaknya. Lalu didatangkan wanita yang kedua sampai  ketiga dan sampai kesepuluh tetapi Musa tetap menangis dan tidak ingin  menyusu kepada seorang pun di antara mereka. Melihat kenyataan itu,  isteri Fir'aun menangis kerana tidak tahan melihat penderitaan anak kecil  itu. Ia tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya.
Bukan hanya isteri Fir'aun satu-satunya yang merasa sedih dan menangis,  ibu Musa adalah wanita lain yang merasa sedih dan menangis. Ketika ia  melemparkan Musa ke sungai Nil, ia merasa bahawa ia sedang  melemparkan buah hatinya di sungai. Lalu peti yang dilemparkan itu  hilang dibawa oleh air sungai dan beritanya pun tersembunyi. Dan ketika  datang waktu pagi, ibu Musa merasakan kesedihan yang selalu  menghantuinya. Hampir saja ia pergi ke istana Fir'aun untuk  mendapatkan berita tentang anaknya kalau bukan kerana Allah s.w.t  menarah kedamaian dalam hatinya sehingga ia menyerahkan urusan  anaknya kepada Allah s.w.t. Alhasil, ia berkata kepada saudara  perempuan Musa: "Pergilah dengan tenang ke istana Fir'aun dan  berusahalah untuk mendapatkan berita tentang Musa dan hendaklah  engkau hati-hati agar jangan sampai mereka mengetahuimu." Kemudian  saudara perempuan Musa pergi dengan tenang. Akhirnya, ia  mendengarkan kisah tentang Musa secara sempurna. Ia melihat Musa dari  kejauhan dan mendengarkan suara tangisannya. Ia melihat mereka dalam  keadaan kebingungan di mana mereka tidak mengetahui bagaimana  menyusuinya. Ia mendengar bahawa Musa menolak setiap wanita yang  mencuba menyusuinya.
Saudara perempuan Musa berkata kepada para pengawal Fir'aun: "Apakah  kalian mahu aku tunjukkan suatu keluarga yang dapat menyusuinya dan  dapat mengasuhnya." Isteri Fir'aun menjawab: "Seandainya engkau dapat  membawa kepada kami wanita yang dapat menyusuinya dan dapat  mengasuhnya nescaya kami akan memberimu hadiah yang besar. Yakni  sesuatu yang engkau inginkan akan kami penuhi." Lalu saudara  perempuan Musa itu kembali dan menghadirkan ibunya. Si ibu  menyusuinya dan Musa pun menyusu dengan tenang. Melihat hal itu,  Isteri Fir'aun sangat gembira dan berkata: "Bawalah dia sehingga masa  penyusuannya selesai, lalu kembalikanlah dia kepada kami dan kami akan  memberimu suatu balasan yang besar atas penyusuan dan pendidikan  yang engkau berikan."
Demikianlah Allah s.w.t mengembalikan Musa kepada ibunya agar ia  merasa gembira dan hatinya menjadi tenang dan tidak bersedih serta  agar ia mengetahui bahawa janji Allah s.w.t benar dan bahawa perintah- Nya dan ketentuan-Nya pasti terlaksana meskipun banyak rintangan dan  tantangan. Allah s.w.t berfirman:
"Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia  menyatakan rahsia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan  hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji  Allah). Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang  perempuan: 'Ikutilah dia.' Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh,  sedang mereka tidak mengetahuinya, dam Kami cegah Musa dari  menyusu kepada perempuan-perempuan yang mahu menyusui(nya)  sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: 'Maukah kamu aku  tunjukkan kepadamu ahlu bait yang akan memeliharanya untukmu  dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?'. Maka Kami kembalikan  Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita  dan supaya ia mengetahui bahawa janji Allah itu adalah benar, tetapi  kebanyakan manusia tidak mengetahuinya." (QS. al-Qashash: 10-13)
Ibu Musa menyempurnakan penyusuan lalu menyerahkannya ke rumah  Fir'aun. Saat itu Musa disenangi dan disukai semua orang. Allah s.w.t  berfirman:
Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari- Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku." (QS.Thaha:  39)
Tiada seorang pun yang melihat Musa kecuali ia akan mencintainya. Musa  dididik di istana terbesar di bawah bimbingan dan penjagaan Allah s.w.t.  Pendidikan Musa dimulai di rumah Fir'aun di mana di dalamnya terdapat  ahli pendidikan dan para pengajar. Mesir saat itu merupakan negara yang  besar di dunia dan Fir'aun sebagai raja yang paling kuat. kerana itu,  secara sederhana Fir'aun mampu mengumpulkan para pakar pendidikan  dan para cendekiawan. Demikianlah hikmah Allah s.w.t berkehendak agar  Musa terdidik di bawah pendidikan yang besar dan ditangani pakar-pakar  pendidikan yang terlatih. Ironisnya, hal ini terjadi di rumah musuhnya  yang pada suatu hari nanti akan hancur di tangannya, sebagai bentuk  pelaksanaan dari perintah Allah s.w.t.
Musa tumbuh di rumah Fir'aun. Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu  bangunan, ilmu kimia, dan bahasa. Beliau tidur di bawah bimbingan  agama. Oleh kerana itu, Musa tidak mendengar omongan kosong yang  dikatakan oleh pendidik tentang ketuhanan Fir'aun. Jarang sekali ia  mendengar bahawa Fir'aun adalah tuhan. Beliau pun menepis pernyataan  dan anggapan ini. Beliau tinggal bersama Fir'aun di satu rumah. Beliau  mengetahui lebih daripada orang lain bahawa Fir'aun hanya sekadar  manusia biasa tetapi ia orang yang lalim. Musa mengetahui bahawa ia  bukanlah anak dari Fir'aun. Beliau adalah salah seorang dari Bani Israil.  Beliau menyaksikan bagaimana pengawal-pengawal Fir'aun dan para  pengikutnya menindas Bani Israil. Akhirnya, Musa tumbuh besar dan  mencapai kekuatannya.
Ketika para pengawal lalai darinya, Musa memasuki kota. Musa berjalan- jalan di sekitar kota. Kemudian Musa mendapati seorang lelaki dari  pengikut Fir'aun yang sedang berkelahi dengan seseorang dari Bani Israil.  Lalu seseorang yang lemah dari kedua orang itu meminta tolong  kepadanya. Musa pun turut campur dalam urusan itu. Musa mendorong  dengan tangannya seorang lelaki yang berbuat aniaya itu. Ternyata Musa  membunuhnya. Saat itu Musa memang terkenal sebagai orang yang kuat  sampai pada batas di mana dengan sekali pukul saja untuk melerai  musuhnya, ia justru membunuhnya. Tentu Musa tidak sengaja untuk  membunuh orang laki-laki itu. Tetapi apa yang terjadi? Lelaki itu  tersungkur dan kemudian mati. Musa berkata kepada dirinya: Ini adalah  perbuatan setan. Sesungguhnya ia adalah musuh yang menyesatkan dan  nyata. Kemudian Musa berdoa kepada Tuhannya dan berkata: "Ya  Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku maka ampunilah  aku." Allah s.w.t pun mengampuninya. Dia Maha Pengampun dan Maha  Penyayang. Allah s.w.t berfirman:
"Dan setelah Musa sudah cukup umur dan sempurna akalnya, Kami  berikan kepadanya hikmah kenabian dan pengetahuan. Dan  demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat  baik. Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang  lemah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang  berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang  lagi dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya  meminta pertolongan darinya, untuk mengalahkan orang yang dari  musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa  berkata: 'Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya setan itu adalah  musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya). Musa berdoa:  'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri  kerana itu ampunilah aku.' Maka Allah mengampuninya,  sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  Musa berkata: 'Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau  anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong  bagi orang-orang yang berdosa.'" (QS. al-Qashash: 14-17)
Kemudian Nabi Musa menjadi takut di tengah-tengah kota dan merasa  terancam. Dalam ayat itu digambarkan bagaimana Nabi Musa merasakan  ketakutan di mana ia mengkhuatirkan kejahatan akan datang padanya  pada setiap langkahnya, dan ia begitu sensitif melihat gerak-geri di  sekitarnya. Nabi Musa saat itu menampakkan kegoncangan jiwa yang  dahsyat. Sebenarnya Nabi Musa hanya ingin mempertahankan dirinya saat  menolong seseorang dari Bani Israil. Ketika itu Nabi Musa mendorong  dengan tangannya dan bertujuan memisahkan orang Mesir dari orang  Israil tetapi ia justru membunuhnya.
Dalam undang-undang positif dinyatakan bahawa pembunuhan semacam  ini dianggap sebagai pembunuhan kerana keteledoran atau kerana  kesalahan bukan kerana faktor kesengajaan sehingga kerananya yang  bersangkutan tidak akan mendapatkan suatu hukuman yang berat.  Biasanya orang yang melakukan pembunuhan tanpa sengaja akan  mendapatkan keputusan yang meringankannya kerana ia membunuh  tanpa kesengajaan. Tentu kejadian semacam ini tidak dapat dianggap  sebagai pembunuhan dengan sengaja kerana yang bersangkutan tidak  ingin mencelakakan orang lain. Nabi Musa tidak memukul orang itu. Yang  ia lakukan hanya mendorongnya. Atau dengan kata lain, Nabi Musa hanya  sekadar menyingkirkan orang tersebut. Kita akan mengetahui bahawa  Nabi Musa adalah cermin lain dari Nabi Ibrahim. Kedua-duanya dari  kalangan ulul azmi, tetapi Nabi Ibrahim adalah cermin kesabaran dan  kelembutan sementara Nabi Musa adalah cermin dari kekuatan dan  keperkasaan.
Musa menjadi takut dan terancam di tengah-tengah kota. Beliau berjanji  di kemudian hari bahawa beliau tidak akan lagi menjadi sahabat orang- orang yang berbuat jahat. Beliau tidak akan lagi terlibat dalam  pertengkaran dan permusuhan antara sesama penjahat. Di tengah-tengah  perjalanannya, Musa dikejutkan ketika melihat orang yang ditolongnya  kelmarin saat ini lagi-lagi memanggilnya dan minta tolong padanya. Lagi- lagi orang itu terlibat permusuhan dan pertengkaran dengan seorang  Mesir. Musa mengetahui bahawa orang Israil ini berbuat aniaya. Musa  mengetahui bahawa ia termasuk salah seorang preman di situ. Akhirnya,  Musa berteriak di depan wajah orang Israil itu sambil berkata: "Sungguh  ternyata engkau adalah orang yang jahat."
Musa mengatakan demikian sambil mendorong keduanya dan ia melerai  pertengkaran itu. Orang Israil itu mengira bahawa Musa akan  mencelakakannya maka ia diliputi rasa takut. Sambil meminta kasih  sayang kepada Musa, ia berkata: "Wahai Musa apakah engkau akan  membunuhku sebagaimana engkau membunuh orang yang kelmarin.  Apakah engkau ingin menjadi seorang penguasa di muka bumi dan tidak  ingin menjadi orang yang memperbaiki bumi." Ketika mendengar orang  Israil yang mengatakan demikian, Musa berhenti dan amarahnya mereda.  Musa mengingat apa yang dilakukannya kelmarin dan bagaimana ia  meminta ampun dan bertaubat serta berjanji untuk tidak menjadi  pembantu orang-orang yang berbuat jahat. Musa kemudian kembali dan  meminta ampun kepada Tuhannya.
Orang Mesir yang berkelahi dengan orang Israil itu mengetahui bahawa  Musa adalah pembunuh orang Mesir yang mayatnya mereka temukan  kelmarin. Petugas keamanan Mesir tidak berhasil menyingkap kasus  pembunuhan itu. Akhirnya, rahsia Musa tersingkap lalu seorang lelaki  Mesir yang beriman datang dari penjuru kota. Ia membisikkan kepada  Musa bahawa ada suatu rencana untuk membunuhnya. Ia menasihati Musa  agar meninggalkan Mesir secepatnya.
Allah s.w.t berfirman:
"kerana itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu  dengan khuatir (akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang  meminta pertolongan kelmarin berteriak meminta pertolongan  kepadanya. Musa berkata kepadanya: 'Sesungguhnya kamu benar- benar orang yang sesat yang nyata (kesesatannya). Maka tat-kala  Musa memegang dengan keras orang yang menjadi musuh keduanya,  musuhnya berkata: 'Hai Musa apakah kamu bermaksud untuk  membunuhku, sebagaimana kamu kelmarin telah membunuh seorang  manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang  yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu  hendak menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan  perdamaian.' Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota tergesa- gesa seraya berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya pembesar sedang  berunding tentang kamu. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang  yang memberi nasihat kepadamu.'" (QS. al-Qashash: 18-20)
Allah menyembunyikan kepada kita nama laki-laki yang datang  mengingatkan Musa itu. Tetapi menurut hemat kami, ia adalah seorang  lelaki Mesir yang tentu memiliki jabatan penting. Sesuai dengan ayat  tersebut, ia mengetahui adanya persengkongkolan untuk menyingkirkan  Musa dari kedudukan yang tinggi. Seandainya ia orang yang biasa-biasa  saja maka orang itu tidak mengenalnya. Orang itu mengetahui bahawa  Musa tidak berhak untuk mendapatkan hukum bunuh atas dosanya. Musa  membunuh kerana faktor kesalahan, bukan kerana faktor kesengajaan.  Kesalahan semacam itu menurut undang-undang Mesir yang dahulu  dihukum dengan penjara. Lalu, mengapa timbul keinginan untuk  membunuh Musa? Kalau kita memperhatikan nasihat orang Mesir itu  terhadap Musa maka kita akan menemukan jawapannya. Yaitu  perkataannya: "Para pembesar merencanakan persekongkolan untuk  menyingkirkanmu."
Al-Mala' adalah para penguasa atau para pembesar yang  bertanggungjawab pada keamanan. Mereka menyiapkan persekongkolan  untuk menyingkirkan Musa. Apa yang dilakukan oleh Musa -  kalau  memang dianggap sebagai suatu kesalahan - adalah kejahatan biasa yang  hanya dituntut dengan hukuman penjara. Lalu siapakah yang membuat  rencana yang demikian, dan siapakah yang mendorong untuk melakukan  persekongkolan untuk membunuhnya? Kami kira bahawa kepala  keamanan Mesir tidak menyukai Musa. Ia mengetahui bahawa Musa  adalah anggota Bani Israil. Ia mengetahui bahawa sampainya peti di  istana Fir'aun merupakan suatu rekayasa yang dirancang oleh musuh- musuhnya yang menginginkan kedudukannya. Ini bererti kerana  keteledorannya dan ketelodaran anak-anak buahnya. Berapa kali orang  itu menasihati dan menganjurkan agar Musa dibunuh tetapi Fir'aun justru  menampik fikiran itu. Dan ketika datang saat yang ditentukan untuk  membunuh Musa, Fir'aun justru tunduk terhadap Isterinya yang sangat  mencintai Musa.
Akhirnya, kesempatan emas ada di depannya. Para pembantunya  mengatakan kepadanya bahawa Musalah yang membunuh orang Mesir  yang mereka temukan jasadnya kelmarin. Selesailah urusan ini.  Kemudian datanglah perintah dan kesempatan untuk membunuh Musa.  Orang-orang yang membenci Musa mulai mendapatkan angin  kegembiraan di mana mereka akan melihat Musa terbunuh, tetapi Allah  s.w.t mengirim seorang Mesir yang baik untuk mengingatkan Musa agar  berlari dari kejaran orang-orang yang lalim.
Allah s.w.t berfirman:
"Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu- nunggu dengan khuatir, dia berdoa: 'Ya Tuhanku, selamatkanlah aku  dari orang-orang yang lalim itu.'" (QS. al-Qashash: 21)
Musa meninggalkan kota dan menjadi orang yang terusir. Musa segera  keluar dalam keadaan takut dan sambil waspada Musa selalu berdoa  dalam hatinya: "Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang  lalim." Kaum itu memang benar-benar orang-orang yang lalim. Mereka  ingin menerapkan hukuman bagi pembunuh dengan sengaja atas Musa,  padahal Musa tidak melakukan selain berusaha memisahkan orang yang  berkelahi tetapi dengan tidak sengaja ia membunuhnya. Musa segera  keluar dari Mesir. Beliau tidak lagi pergi ke istana Fir'aun dan tidak  mengganti pakaiannya, dan beliau tidak membawa makanan untuk  perjalanan. Beliau tidak membawa binatang tunggangan yang dapat  menghantarkannya. Beliau tidak pergi bersama suatu kafilah. Beliau  langsung pergi ketika mendapatkan khabar dari seorang mukmin yang  mengingatkannya dari ancaman Fir'aun.
Musa melalui jalan yang tidak lazim dilalui orang biasa. Musa memasuki  gurun dan ia menuju ke suatu tempat yang di situ Allah s.w.t  membimbingnya. Ini adalah pertama kalinya beliau keluar dan  mengharungi gurun pasir sendirian. Kemudian sampailah Musa di suatu  tempat yang bernama Madyan. Musa istirahat dan duduk-duduk di dekat  sumur yang besar di mana di situ orang-orang mengambil air untuk  memberi minum kepada binatang-binatang tunggangan mereka dan  binatang-binatang gembalaan mereka. Musa tidak membawa makanan  selain daun-daun pohon. Musa minum dari sumur-sumur yang  ditemukannya di tengah jalan. Sepanjang perjalanan Musa merasakan  ketakutan; jangan-jangan Fir'aun mengirim orang untuk menangkapnya.  Ketika Musa sampai di kota Madyan Musa berbaring di sisi pohon dan  istirahat. Musa merasa lapar dan keletihan. Sandal yang dipakainya  tampak mulai rosak. Beliau tidak mempunyai wang yang cukup untuk  membeli sandal baru, dan beliau juga tidak mempunyai wang yang cukup  untuk membeli makanan dan minuman.
Nabi Musa memperhatikan kumpulan pengembala yang sedang  mengambil air untuk kambing-kambing mereka. Musa ingat bahawa ia  sedang lapar dan haus. Ia berkata dalam dirinya: Aku tidak dapat  memenuhi perutku dengan air selama aku tidak memiliki wang yang  cukup untuk membeli makanan. Musa berjalan menuju tempat air.  Sebelum sampai, ia mendapati dua orang perempuan yang sedang  menyendirikan kambing-kambingnya agar jangan sampai tercampur  dengan kambing orang lain. Melalui ilham, Musa merasa bahawa kedua  wanita itu membutuhkan pertolongan. Musa lupa terhadap rasa hausnya,  lalu beliau menuju ke arah mereka dan bertanya, apakah ia dapat  membantu mereka? Lalu seorang gadis yang paling tua berkata: "Kami  menunggu sampai selesainya para gembala itu mengambil air untuk  binatang gembalaan mereka." Musa bertanya: "Mengapa kalian tidak  mengambil air sekarang?" Gadis yang paling kecil berkata: "Kami tidak  mampu untuk berdesak-desakan dengan kaum lelaki." Nabi Musa  kehairanan kerana mengetahui kedua gadis itu menggembala kambing.  Seharusnya yang mengembala kambing adalah kaum lelaki. Ini adalah  tugas yang berat dan sangat melelahkan. Musa bertanya: "Mengapa kalian  menggembala kambing?" Masih kata gadis yang paling kecil: "Orang tua  kami sudah tua di mana kesehatannya tidak dapat membantunya untuk  keluar dari rumah dan menggembala kambing setiap hari." Musa berkata:  "Kalau begitu, aku akan membantu kalian untuk mengambil air tersebut."
Musa berjalan menuju tempat air. Musa mengetahui bahawa para  penggembala meletakkan di atas bibir air suatu batu besar yang tidak  bisa digerakkan kecuali oleh sepuluh orang. Musa merangkul dan  mengangkatnya dari bibir sumur. Otot-otot Musa tampak menonjol saat  memindahkan batu itu. Musa adalah seorang lelaki yang kuat. Akhirnya,  Musa berhasil mengambilkan air bagi remaja puteri itu, dan kemudian ia  mengembalikan batu itu ke tempatnya. Musa kembali duduk di bawah  naungan pohon. Saat itu Musa lupa untuk minum. Perut Musa menempel  ke punggungnya kerana saking laparnya. Musa mengingat Allah s.w.t dan  memanggil-Nya dalam hatinya:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan  yang Engkau turunkan kepadaku." (QS. al-Qashash: 24)
"Dan tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi):  'Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.' Dan  tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana  sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia  menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang  sedang menambat (ternaknya) Musa berkata: 'Apakah maksudmu  (dengan berbuat begitu)?' Kedua wanita itu menjawab: 'Kami tidak  dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala  itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua  yang telah lanjut umurnya.' Maka Musa memberi minum ternak itu  untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang  teduh lalu berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat  memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.'" (QS.  al-Qashash: 22-24)
Marilah kita tinggalkan sejenak Nabi Musa yang sedang duduk di bawah  naungan pohon untuk kemudian kita melihat apa yang terjadi pada kedua  gadis itu. Kedua gadis itu kembali ke rumah ayahnya. Si ayah bertanya:  "Hari ini kalian kembali lebih cepat dari biasanya?" Gadis yang paling tua  berkata: "Sungguh hari ini kami sangat beruntung. Wahai ayah, kami  bertemu dengan seorang lelaki yang mulia yang mengambilkan air bagi  haiwan kami sebelum orang-orang lain mengambilnya." Si ayah berkata:  "Alhamdulillah." Gadis yang paling kecil berkata: "Saya kira wahai ayahku  dia datang dari tempat yang jauh dan tampak ia sedang lapar. Saya  melihat dia dalam keadaan kecapaian meskipun ia seorang lelaki yang  kuat."
Si ayah berkata kepada anak perempuannya: Pergilah engkau padanya  dan katakan, sesungguhnya ayahku memanggilmu untuk memberimu  upah atas jasamu mengambilkan air untukku. Kemudian anak perempuan  itu pergi menemui Musa dalam keadaan hatinya berdebar-debar.  Perempuan itu berdiri di depan Musa dan menyampaikan surat dari  ayahnya. Musa bangkit dari tempat duduknya dan pandangannya tertuju  ke bawah. Musa tidak bermaksud mengambilkan air untuk mereka dengan  tujuan mengharapkan upah dari mereka. Beliau membantu mereka hanya  semata-mata kerana Allah s.w.t. Beliau merasakan dalam dirinya bahawa  Allah s.w.t-lah yang mengarahkan beliau untuk membantu mereka.
Gadis itu berjalan di depan Musa kemudian bertiuplah angin dan  menyentuh pakaiannya sehingga Musa menundukkan pandangan matanya  kerana merasa malu. Musa berkata kepadanya: "Saya akan berjalan di  depanmu dan tunjukkanlah jalan kepadaku." Mereka pun sampai di  kediaman si ayah. Sebahagian ahli tafsir mengatakan bahawa si ayah ini  adalah Nabi Syu'aib. Beliau memperoleh usia yang panjang setelah  kematian kaumnya. Ada juga yang mengatakan bahawa si ayah adalah  putera dari saudara Syu'aib. Ada yang mengatakan bahawa ia adalah anak  dari pamannya, dan ada juga yang mengatakan bahawa ia adalah seorang  lelaki mukmin dari kaumnya. Yang jelas, ia adalah seorang tua yang  soleh. Orang tua itu menghidangkan kepada Nabi Musa makanan siang  dan bertanya kepadanya dari mana ia datang dan kemudian ke mana ia  akan pergi.
Musa mengungkapkan ceritanya. Orang tua itu berkata kepadanya,  jangan khuatir dan jangan takut. Engkau akan selamat dari orang-orang  yang lalim. Negeri ini tidak tunduk pada Mesir dan mereka tidak akan  sampai di sini. Mendengar ucapan itu, Musa menjadi tenang dan bangkit  untuk pergi. Salah seorang anak perempuan itu berkata kepada ayahnya  dengan berbisik: "Wahai ayahku, berilah dia upah." Sesungguhnya engkau  akan memberikan upah kepada seorang yang kuat dan jujur. Si ayah  bertanya kepadanya: "Bagaimana engkau mengetahui dia seorang lelaki  yang kuat?" Anak perempuannya menjawab: "Saya lihat sendiri ia  mengangkat batu yang tidak mampu diangkat oleh sepuluh orang lelaki."  Si ayah bertanya lagi: "Bagaimana engkau mengetahui bahawa dia  seseorang yang jujur." Perempuan itu menjawab: "Ia menolak untuk  berjalan di belakangku dan ia berjalan di depanku sehingga ia tidak  melihatku saat aku berjalan, dan selama perjalanan saat aku berbincang- bincang padanya, dia selalu menundukkan matanya ke tanah sebagai rasa  malu dan adab yang baik darinya."
Kemudian orang tua itu memandangi Musa dan berkata padanya: "Wahai  Musa, aku ingin menikahkanmu dengan salah satu puteriku. Dengan  syarat, hendaklah engkau bekerja menggembala kambing bersamaku  selama delapan tahun. Seandainya engkau menyempurnakan sepuluh  tahun maka itu adalah kemurahan darimu. Aku tidak ingin  menyusahkanmu. Sungguh insya-Allah engkau akan mendapatiku  termasuk orang-orang yang saleh." Musa berkata: "Ini adalah kesepakatan  antar aku dan engkau dan Allah s.w.t sebagai saksi atas kesepakatan kita,  baik aku melaksanakan pekerjaan selama delapan tahun mahupun  sepuluh tahun. Setelah itu, aku bebas untuk pergi ke mana saja."
Allah s.w.t berfirman:
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita  itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: 'Sesungguhnya bapakku  memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan) mu  memberi minum (ternak) kami.' Maka tatkala Musa mendatangi  bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai  dirinya), Syu'aib berkata: 'Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat  dari orang-orang yang lalim itu.' Salah seorang dari kedua wanita itu  berkata: 'Wahai bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja  (pada kita), kerana sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu  ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat  dipercayai. Berkatalah dia (Syu'aib): 'Sesungguhnya aku bermaksud  menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas  dasar bahawa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu  cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu,  maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya-Allah akan  mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.' Dia (Musa) berkata:  'Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu  yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan  tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang aku  ucapkan.'" (QS. al-Qashash: 25-28)
Ketika sampai pada kisah ini, banyak pena bertebaran untuk  mendapatkan jawapan dari pertanyaan-pertanyaan yang mencuba  menerobos kesamaran. Mereka bertanya tentang anak perempuan yang  menikahi Musa: apakah anak perempuan yang paling besar ataukah anak  perempuan yang paling kecil, dan Musa memilih masa bekerja delapan  tahun atau sepuluh tahun. Bahkan mereka menyampaikan berbagai  macam riwayat dan kisah yang mereka yakini kebenarannya. Kami sendiri  meyakini bahawa Musa menikah dengan salah satu anak perempuan dari  orang tua itu tetapi kita tidak mengetahui siapa dia dan siapa namanya.  Kami meyakini bahawa beliau menikah dengan gadis yang memanggilnya  untuk menemui ayahnya. Kemudian gadis itulah yang menganjurkan  ayahnya agar memberikan upah padanya.
Al-Quran al-Karim melalui konteks ayatnya menyingkap bentuk  kekaguman yang tersembunyi di balik gadis itu terhadap Musa. Barangkali  orang tuanya mengetahui bahawa anak perempuannya menaruh rasa  cinta kepada Musa, dan boleh jadi ketika berbicara tentang pernikahan  kepada Musa, ia menyerahkan sepenuhnya kebebasan Musa untuk  memilih. Mungkin Musa memilih sendiri gadis mana yang diminatinya.  Tetapi, siapa gadis yang dipilih oleh Musa: apakah gadis yang paling tua  atau gadis yang paling kecil? Yang jelas Al-Quran tidak menyebutkan hal  tersebut, meskipun ia hanya memberikan isyarat kepadanya dalam  firman-Nya:
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita  itu berjalan kemalu-maluan. " (QS. al-Qashash: 25)
Begitu juga Al-Quran al-Karim tidak menyebutkan waktu yang dihabiskan  oleh Musa saat ia bekerja: apakah sepuluh tahun atau beliau merasa  cukup dengan delapan tahun. Kami sendiri meyakini sesuai dengan  kebiasaan Musa dan kemurahannya serta kenabiannya serta  kedudukannya sebagai salah satu nabi ulul azmi bahawa beliau memilih  masa yang paling lama, yaitu sepuluh tahun. Pendapat itu juga didukung  oleh hadis Ibnu Abas.
Demikianlah Nabi Musa mengabdi kepada orang tua itu selama sepuluh  tahun penuh. Pekerjaan Nabi Musa terbatas pada keluar dari rumah di  waktu pagi untuk menggembala kambing. Kami kira bahawa sepuluh  tahun masa yang dihabiskan oleh Nabi Musa di Madyan merupakan suatu  ketentuan yang dirancang oleh Allah s.w.t. Musa berdasarkan agama  Yakub. Kakek beliau adalah Yakub dan Yakub sendiri adalah cucu dari  Ibrahim. Dengan demikian, Musa adalah cucu dari Ibrahim dan setiap nabi  yang datang setelah Ibrahim berasal dari sulbinya. Maka dari sini kita  memahami bahawa Musa berada di atas agama ayah-ayahnya dan datuk- datuknya.
Nabi Musa berdasarkan Islam dan agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan  masa sepuluh tahun itu dalam keadaan jauh dari kaumnya dan  keluarganya. Masa sepuluh tahun ini adalah masa yang paling penting  dalam kehidupannya. Ia merupakan masa persiapan yang besar. Pada  setiap malam Musa merenungkan bintang-bintang. Musa mengikuti  terbitnya matahari dan tenggelamnya. Pada setiap siang Musa  memikirkan tumbuh-tumbuhan: bagaimana ia membelah tanah dan  mekar. Musa memperhatikan air: bagaimana ia menghidupkan bumi  setelah bumi itu mati, lalu bumi itu menjadi tempat yang indah dan  subur. Musa memperhatikan alam yang luas dan ia tampak tercengang  dan kagum dengan ciptaan Allah s.w.t.
Sebenarnya pemikiran-pemikiran dan perenungan-perenungan tersebut  jauh-jauh hari sudah tersembunyi di dalam dirinya dan menetap di dalam  jiwanya. Bukankah Musa telah terdidik di istana Fir'aun. Ini bererti  bahawa beliau menjadi seorang Mesir yang mempunyai wawasan yang  luas; orang Mesir yang menunjukkan kekuatan fizikalnya; orang Mesir  dengan segala makanannya dan minumannya. Jadi, segala hal yang ada  pada Musa berbau Mesir. Musa siap-siap untuk menerima wahyu Ilahi dari  bentuk yang baru. Yaitu wahyu Ilahi yang langsung datang tanpa  perantara seorang malaikat di mana Allah s.w.t akan berbicara  dengannya tanpa perantara.
Oleh kerana itu, sebelum datangnya wahyu itu perlu adanya persiapan  mental dan moral, sedangkan persiapan fizik telah selesai dilaluinya di  Mesir. Musa tumbuh di istana yang paling besar yang dimiliki penguasa di  bumi dan di suatu pemerintahan yang paling kaya di bumi. Musa menjadi  seorang pemuda yang kuat di mana hanya sekadar memisahkan seseorang  yang berkelahi, ia justru membunuhnya. Setelah persiapan fizik yang  sangat kuat, kini Musa harus melewati persiapan mental yang seimbang.  Yaitu persiapan yang dilakukan melalui pengasingan yang sempurna di  mana beliau hidup di tengah-tengah gurun dan tempat penggembalaan  yang beliau belum pernah menginjakkan kakinya di sana. Beliau hidup di  tengah-tengah orang asing yang belum pernah beliau lihat sebelumnya.
Sering kali Musa mendapatkan kesunyian dan keheningan di balik  pengasingan itu. Allah s.w.t mempersiapkan hal tersebut kepada nabi- Nya agar setelah itu beliau mampu memegang amanat yang besar dari  Allah s.w.t. Datanglah suatu hari atas Musa. Selesailah masa yang  ditentukan. Kemudian Musa merasakan kerinduan untuk kembali ke  Mesir. Dengan berlalunya waktu, hukuman yang harus dijalaninya dengan  sendirinya gugur. Musa mengetahui hal itu, tetapi beliau juga mengetahui  bahawa undang-undang di Mesir sebenarnya terletak pada kekuatan  penguasa; jika penguasa berkehendak maka Musa dapat menerima  hukuman dan jika tidak berkehendak maka dia akan memaafkannya,  meskipun yang bersangkutan berhak mendapatkan hukuman. Alhasil,  Musa menyedari hal itu, Musa tidak sepenuhnya yakin ia akan selamat  ketika beliau menginjakkan kakinya di Mesir seperti keyakinannya  bahawa beliau selamat di tempatnya sekarang. Meskipun demikian, rasa  rindunya untuk melakukan perjalanan kembali ke tempatnya mendorong  Musa segera menuju ke Mesir. Musa tepat mengambil keputusan.
Musa berkata kepada Isterinya: "Besok kita akan memulai perjalanan ke  Mesir." Isterinya berkata dalam dirinya: "Di dalam perjalanan terdapat  seribu macam bahaya tetapi ketenangan tetap menghiasai wajah Musa."  Isteri Musa tetap taat kepada Musa. Nabi Musa sendiri tidak mengetahui  rahsia tentang keputusannya yang cepat untuk kembali ke Mesir setelah  sepuluh tahun beliau pergi melarikan diri, lalu mengapa sekarang ia  kembali ke sana? Apakah beliau rindu kepada ibunya dan saudaranya?  Apakah beliau berfikir untuk mengunjungi Isteri Fir'aun yang telah  mendidiknya layaknya ibunya dan sangat mencintainya layaknya ibunya  sendiri? Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang terlintas dalam  diri Musa saat beliau berkeinginan untuk kembali ke Mesir. Hanya saja,  yang kita ketahui bahawa Nabi Musa terbimbing dengan ketetapan- ketetapan Ilahi sehingga beliau tidak melangkahkan kakinya kecuali  berdasarkan ketetapan tersebut.
Musa keluar bersama keluarganya dan melakukan perjalanan. Bulan  bersembunyi di balik gumpalan awan yang tebal, dan kegelapan  rnenyelimuti sana-sini. Sementara itu, petir menyambar sangat keras dan  langit menurunkan hujan. Cuaca tampak tidak bersahabat. Di tengah- tengah perjalanannya, Musa tersesat. Musa mendapatkan dua potongan  batu kemudian beliau memukulkan kedua-nya dan menggesek-gesekan  keduanya agar mendapatkan api darinya sehingga beliau dapat berjalan.  Tetapi sayang, beliau tidak mampu melakukan hal itu. Angin yang  bertiup kencang memadamkan api kecil itu.
Nabi Musa berdiri dalam keadaaan bingung dan tubuhnya tampak  menggigil di tengah-tengah keluarganya. Kemudian Nabi Musa  mengangkat kepalanya dan menyaksikan sesuatu dari jauh. Sesuatu yang  beliau saksikan adalah api yang sangat besar yang menyala-nyala dari  kejauhan. Maka hati Musa dipenuhi dengan rasa gembira. Ia berkata  kepada keluarganya: "Aku melihat api di sana." Lalu beliau  memerintahkan kepada mereka untuk tinggal di tempatnya sehingga  beliau pergi ke api itu. Barangkali di sana beliau mendapatkan suatu  berita atau akan menemukan seseorang yang dapat memberinya  petunjuk sehingga beliau tidak tersesat, atau beliau dapat membawa  sebahagian api yang menyala sehingga tubuh mereka menjadi hangat.
Keluarganya melihat api yang diisyaratkan oleh Musa tetapi sebenarnya  mereka tidak melihat sesuatu pun. Mereka tetap mentaatinya dan duduk  sambil menunggu kedatangan Musa. Musa bergerak menuju ke tempat  api. Musa segera berjalan untuk menghangatkan tubuhnya, sementara  tangan kanannya memegang tongkatnya dan tubuhnya tampak basah  kuyup kerana hujan. Nabi Musa tetap berjalan sampai ia mencapai suatu  lembah yang bernama Thua'. Beliau menyaksikan sesuatu yang unik di  lembah ini. Di lembah itu tidak ada rasa dingin dan tidak ada angin yang  bertiup. Yang ada hanya keheningan. Nabi Musa mendekati api. Belum  lama beliau mendekatinya sehingga beliau mendengar suara panggilan:
"Maka tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: 'bahawa telah  diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang  berada di sekitarnya. Dan Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (QS.  an-Naml: 8)
Tiba-tiba Nabi Musa berhenti dan badannya menggigil. Suara itu tampak  terdengar dan datang dari segala tempat dan tidak berasal dari tempat  tertentu. Musa melihat api dan beliau kembali merasa menggigil. Beliau  mendapati suatu pohon hijau dari duri dan setiap kali pohon itu terbakar  dan berkobar api darinya maka pohon itu justru semakin hijau.  Seharusnya pohon itu berubah warnanya menjadi hitam saat terbakar,  tetapi anehnya api justru meningkatkan warna hijaunya. Musa tetap  menggigil meskipun beliau merasakan kehangatan dan tampak mulai  berkeringat.
Lembah yang di situ Musa berdiri adalah lembah Thua'. Musa meletakkan  kedua tangannya di atas kedua matanya kerana saking dahsyatnya  cahaya. Beliau melakukan yang demikian itu sebagai usaha untuk  melindungi kedua matanya. Kemudian Musa bertanya dalam dirinya: Ini  cahaya atau api? Tiba-tiba beliau tersungkur ke tanah sebagai wujud rasa  takut, lalu Allah s.w.t memanggil:
"Wahai Musa." (QS. Thaha: 11)
Musa mengangkat kepalanya dan berkata: "Ya." Allah berkata:
"Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu." (QS. Thaha: 12)
Musa semakin menggigil dan berkata: "Benar wahai Tuhanku."
Allah s.w.t berkata: "Maka lepaskanlah kedua sandalmu sesungguhnya  engkau berada di lembah yang suci yang bernama Thua'." Musa tertunduk  dan rukuk sementara tubuhnya tampak gementar dan beliau mulai  melepas sandalnya Allah s.w.t berkata:
Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada  di lembah yang suci, Thuwa'. " (QS. Thaha:   12)
Musa rukuk dan melepas kedua sandalnya. Kemudian Allah s.w.t kembali  berkata:
"Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan  diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak  ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah  salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan  datang. Aku merahsiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu  dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu  dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan  oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu  binasa." (QS. Thaha: 13-16)
Musa semakin gementar saat beliau menerima wahyu Ilahi dan saat  berdialog dengan Allah s.w.t. Allah s.w.t yang Maha Pengasih dan Maha  Penyayang berkata:
"Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa?" (QS. Thaha: 17)
Bertambahlah kehairanan Nabi Musa. Allah s.w.t adalah Zat yang  mengajaknya berbicara dan tentu Dia lebih mengetahui daripada Musa  tentang apa yang dipegangnya, lalu mengapa Allah s.w.t bertanya  kepadanya jika memang Dia lebih mengetahui darinya. Tak ragu lagi  bahawa di sana ada hikmah yang tinggi. Musa menjawab pertanyaan itu  dengan suaranya yang tampak mengigil:
"Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun)  dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain  padanya." (QS. Thaha: 18)
Allah berfirman:
"Lemparkanlah ia, hai Musa!" (QS. Thaha: 19)
Musa  melemparkan tongkatnya dari tangannya dan rasa hairannya semakin menjadi-jadi.  Tiba-tiba Musa dikejutkan ketika melihat tongkat itu menjadi ular yang besar.  Ular itu bergerak dengan cepat. Musa tidak mampu lagi menahan rasa takutnya.  Musa merasa tubuhnya bergetar kerana rasa takut. Musa membalikkan tubuhnya  kerana takut dan ia mulai lari. Belum lama ia lari, belum sampai dua langkah,  Allah s.w.t memanggilnya:
"Hai Musa, janganlah kamu takut, sesungguhnya orang yang  menjadikan rasul, tidak takut di hadapanku. " (QS. an-Naml:  10)
"Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut.  Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman. " (QS. al- Qashash:  31)
Musa  kembali memutar badannya dan berdiri. Tongkat itu tampak bergerak dan ular itu  pun tetap bergerak. Allah s.w.t berkata kepada Musa:
"Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan  mengembalikannya kepada keadaannya semula. " (QS. Thaha:  21)
Musa  menghulurkan tangannya ke ular itu dalam keadaan menggigil. Musa belum sempat  menyentuhnya sehingga ular itu menjadi tongkat. Demikianlah perintah Allah s.w.t  terjadi dengan cepat. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan  kepadanya:
"Masukanlah tanganmu ke leher bajumu, nescaya ia keluar  putih tidak bercacat bukan kerana penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke  dada)mu bila ketakutan. " (QS. al-Qashash: 32)
Musa  meletakkan tangannya di kantongnya lalu ia mengeluarkannya dan tiba-tiba tangan  itu bersinar bagaikan bulan. Kembali rasa kagum Musa bertambah. Lalu ia  meletakkan tangannya di dadanya sebagaimana diperintahkan Allah s.w.t padanya  sehingga rasa takutnya benar-benar hilang.
Musa  merasa tenang dan terdiam. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepadanya -  setelah beliau melihat kedua mukjizat ini, yaitu mukjizat tangan dan mukjizat  tongkat - untuk pergi menemui Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan penuh  kelembutan dan kasih sayang dan Allah s.w.t memerintahkan kepadanya untuk  mengeluarkan Bani Israil dari Mesir. Musa menampakkan rasa takutnya kepada  Fir'aun. Musa berkata bahawa ia telah membunuh seseorang di antara mereka dan  beliau khuatir mereka akan membunuhnya dan membalasnya. Musa meminta kepada  Allah s.w.t dan memohon kepada-Nya agar mengirim saudaranya Harun bersamanya.  Allah s.w.t menenangkan Musa dengan mengatakan bahawa Dia akan selalu bersama  mereka berdua. Dia mendengar dan menyaksikan gerak-geri dan perbuatan mereka.  Meskipun Fir'aun terkenal dengan kejahatannya dan kekuatannya, namun kali ini  Fir'aun tidak akan mampu mengganggu atau menyakiti mereka. Allah s.w.t  memberitahu Musa bahawa Dia-lah yang akan menang. Musa berdoa dan memohon kepada  Allah s.w.t agar melapangkan hatinya dan memudahkan urusannya serta memberinya  kekuatan dalam berdakwah di jalan-Nya.
Allah  s.w.t berfirman:
"Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa ? Ketika ia  melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: 'Tinggallah kamu (di sini),  sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit darinya  kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. Maka ketika ia  datang ke tempat api itu ia dipanggil: Hai Musa, sesungguhnya Aku adalah  Tuhanmu. Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah  yang suci, Thuwa'. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan  diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang  hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku.  Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahsiakan (waktunya) agar supaya  tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali  janganlah kamu kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya  dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa.  Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa, 'Ini adalah tongkatku, aku  bertelehan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingmu, dan bagiku  ada lagi keperluan yang lain padanya.' Allah berfirman: Lemparkanlah ia, hai  Musa!' Lalu dilemparkanlah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular  yang merayap dengan cepat. Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan  mengembalikannya kepada keadaannya semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu,  nescaya ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang  lain (pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda  kekuasaan Kami yang besar. Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah  melampaui batas. Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan  mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidah, supaya mereka  mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku,  (yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia  sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak  mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami.' Allah  berfirman: 'Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa.' Dan  sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu  ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan, yaitu: Letakkanlah  ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti  sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan  musuhnya.' Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku;  dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku. (Yaitu) ketika saudaramu yang  perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya  menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?' Maka Kami mengembalikanmu  kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah  membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami  telah mencubamu dengan beberapa cubaan; maka kamu tinggal beberapa tahun di  antara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan hai  Musa, dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku. " (QS. Thaha:  9-41)
Kita tidak  mengetahui apa yang kita akan katakan dan apa yang kita komentar berkaitan  dengan firman Allah s.w.t kepada salah seorang hamba-Nya: "Dan Aku telah  memilihmu untuk diri-Ku." Allah s.w.t telah memilih Musa. Itu adalah salah satu  puncak kemuliaaan di mana tidak ada seseorang pun di zaman itu yang mampu  mencapainya selain Musa. Nabi Musa kembali untuk menemui keluarganya setelah  Allah s.w.t memilihnya sebagai Rasul atau utusan untuk berdakwah ke Fir'aun.  Akhirnya, Nabi Musa beserta keluarganya berjalan menuju ke Mesir. Hanya Allah  s.w.t yang mengetahui fikiran-fikiran apa yang terlintas di dalam diri Musa saat  beliau mengayunkan langkahnya menuju ke Mesir.
Selesailah  masa-masa perenungan dan dimulailah hari-hari kedamaian dan kebahagiaan, dan  akhirnya datanglah hari-hari yang sulit. Demikianlah Nabi Musa memikul amanat  kebenaran dan pergi untuk menyampaikannya kepada salah satu penguasa yang paling  bengis dan paling kejam dan paling jahat di zamannya. Nabi Musa mengetahui  bahawa Fir'aun adalah orang yang jahat. Fir'aun akan berusaha memberhentikan  langkah dakwahnya dan Fir'aun akan menentangnya tetapi Allah s.w.t  memerintahkannya untuk pergi ke Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan  kelembutan dan kasih sayang. Allah s.w.t mewahyukan kepada Musa bahawa Fir'aun  tidak akan beriman tetapi Nabi Musa tidak peduli dengan hal itu. Beliau  diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil yang sedang diseksa oleh  Fir'aun.
Allah  s.w.t berkata kepada Musa dan Harun:
"Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dan  katakanlah: 'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah  Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyeksa mereka." (QS. Thaha:  47)
Inilah  tugas yang ditentukan, yaitu tugas yang akan berbenturan dengan ribuan  tantangan. Fir'aun menyeksa Bani Israil dan menjadikan mereka budak-budak dan  memaksa mereka untuk bekerja di luar kemampuan mereka. Fir'aun juga menodai  kehormatan wanita-wanita mereka dan menyembelih anak laki-laki mereka. Nabi Musa  mengetahui bahawa rejim Mesir berusaha untuk memperbudak Bani Israil dan  mengeksploitasi mereka di luar kemampuan mereka demi kepentingan penguasa.  Tetapi Nabi Musa tetap memperlakukan dan menghadapi Fir'aun dengan penuh  kelembutan dan kasih sayang sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah s.w.t  padanya:
"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia  telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata  yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaha:  43-44)
Musa  bercerita kepada Fir'aun tentang siapa sebenarnya Allah s.w.t, tentang  rahmat-Nya, tentang syurganya, dan tentang kewajipan mengesakan-Nya dan  menyembah-Nya. Beliau berusaha mem-bangkitkan aspek-aspek kemanusiaan Fir'aun  melalui pembicaraan tersebut. Fir'aun mendengarkan apa yang dikatakan oleh Musa  dengan penuh kebosanan. Fir'aun membayangkan bahawa seseorang yang di hadapannya  adalah orang gila yang nekad untuk menentang dan menggoyang kedudukannya.  Kemudian Fir'aun mengangkat tangannya dan berbicara: "Apa yang engkau inginkan,  hai Musa?" Musa menjawab: "Aku ingin agar engkau membebaskan Bani Israil."  Fir'aun bertanya: "Mengapa aku harus membebaskan mereka bersamamu sementara  mereka adalah budak- budakku?" Musa menjawab: "Mereka adalah hamba-hamba Allah  s.w.t, Tuhan Pengatur alam semesta." Dengan nada mengejek Fir'aun bertanya:  "Bukankah engkau mengatakan bahawa namamu Musa?" Musa menjawab: "Benar." Fir'aun  berkata: "Bukankah engkau yang kami temukan di sungai Nil saat engkau masih  kecil yang tidak mempunyai daya dan kekuatan? Bukankah engkau Musa yang aku  didik di istana ini, lalu engkau memakan makanan kami dan meminum air kami, dan  engkau menikmati kebaikan- kebaikan dari kami? Bukankah engkau yang membunuh  seseorang lalu setelah itu engkau lari? Tidakkah engkau ingat semua itu?  Bukankah mereka mengatakan bahawa pembunuhan merupakan suatu kekufuran? Kalau  begitu, engkau seorang kafir dan engkau seorang pembunuh. Jadi engkau adalah  Musa yang lari dari hukum Mesir. Engkau adalah seseorang yang lari dan  menghindari keadilan. Lalu sekarang engkau datang kepadaku dan berusaha  berbicara denganku. Engkau berbicara tentang apa hai Musa. Sungguh aku telah  lupa."
Musa  mengerti bahawa Fir'aun mengingatkan padanya tentang masa lalunya dan Fir'aun  berusaha menunjukkan kepadanya bahawa ia telah mendidiknya dan berlaku baik  padanya. Musa juga memahami bahawa Fir'aun mengancamnya dengan pembunuhan. Musa  memberitahu Fir'aun, bahawa ia bukan seorang kafir ketika membunuh seorang Mesir  tetapi saat itu beliau melakukannya dengan tidak sengaja. Musa memberitahu  Fir'aun bahawa ia lari dari Mesir kerana khuatir akan pembalasan mereka.  Pembunuhan yang dilakukan olehnya bersifat tidak sengaja. Musa tidak bermaksud  untuk membunuh seseorang. Musa telah memberitahu Fir'aun bahawa Allah s.w.t  telah memberinya hikmah dan menjadikannya salah seorang Rasul. Allah s.w.t  menceritakan sebahagian dialog antara Musa dan Fir'aun dalam surah as-Syuara'  sebagaimana firman-Nya:
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan  firman-Nya): 'Datangilah kaum yang lalim itu, (yaitu) kaum Fir'aun. Mengapa  mereka tidak bertakwa? Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahawa  mereka akan mendustakan aku. Dan (kerananya) sempitlah dadaku dan tidak lancar  lidahku maka utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan aku berdosa terhadap mereka,  maka aku takut mereka akan membunuhku.' Allah berfirman: 'Janganlah takut  (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah kamu berdua dengan membawa  ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat); sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan  (apa-apa yang mereka katakan). Maka datanglah kamu berdua kepada Fir'aun dan  katakanlah: 'Sesungguhnya kami adalah Rasul Tuhan semesta alam, lepaskanlah Bani  Israil (pergi) beserta kami.' Fir'aun menjawab: 'Bukankah kami telah mengasuhmu  di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama  kami beberapa tahun dari umurmu, dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang  telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak  membalas guna.' Berkata Musa: 'Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu  termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku  takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku  salah seorang di antara rasul-rasul. " (QS. as-Syu'ara:  10-21)
Kemudian  bangkitlah emosi Nabi Musa ketika Fir'aun mengingatkan bahawa ia telah berbuat  baik kepada Musa. Musa bangkit dan berbicara kepadanya:
"Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan)  kamu telah memperbudak Bani Israil." (QS. asy-Syu'ara:  22)
Musa  ingin berkata kepadanya, apakah engkau mengira bahawa nikmat yang engkau berikan  kepadaku lalu engkau merasa telah berbuat baik padaku, di mana aku adalah salah  seorang lelaki dari kalangan Bani Israil? Apakah nikmat ini sebanding dengan  cara-caramu memperlakukan bangsa yang besar ini di mana engkau memperbudak  mereka; engkau memperkerjakan mereka dengan cara yang semena-mena. Jika ini  memang demikian maka logik mengatakan bahawa kita seimbang: tiada yang berhutang  dan tiada yang meminjam. Jika tidak demikian maka siapa yang memberikan bahagian  yang lebih besar?
Alhasil  masalahnya adalah dakwah di jalan Allah s.w.t, yaitu satu urusan yang aku tidak  membawa kepadamu dari diriku sendiri. Aku bukan utusan dari bangsa Bani Israil.  Aku bukan juga utusan dari diriku sendiri tetapi aku adalah seorang utusan dari  Allah s.w.t. Aku adalah utusan Tuhan Pengatur alam semesta. Sampai pada tahap  ini Fir'aun mulai memasuki pembicaraan lebih serius: Fir'aun  bertanya:
"Siapakah Tuhan semesta alam itu?"  (QS. asy-Syu'ara': 23) Musa Menjawab:
"Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di  antaranya keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang)  mempercayai-Nya." (QS. asy-Syu'ara': 24)
Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak mendengarkan?" (QS. asy-Syu'ara':  25)
Musa  berkata dan tidak mempedulikan ejekan Fir'aun itu:
"Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu.  " (QS. asy-Syu'ara': 26)
Fir'aun  berkata kepada mereka yang datang bersama Musa dari Bani Israil: "Sesungguhnya  Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar- benar orang gila." Musa kembali  berkata dan tidak memperhatikan tuduhan Fir'aun dan  ejekannya:
"Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di  antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal. " (QS.  asy-Syu'ara': 28)
Allah  s.w.t menceritakan sebahagian dialog yang terjadi antara Fir'aun dan Musa dalam  surah as-Syu'ara':
"Fir'aun bertanya: 'Siapakah Tuhan semesta alam itu?' Musa  Menjawab: 'Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya  (itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya.' Berkata  Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: 'Apakah kamu tidak mendengarkan?' Musa  berkata: "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu.' Fir'aun  berkata: 'Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar  orang gila.' Musa berkata: 'Tuhan yang menguasai timur  dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu  mempergunakan akal.'" (QS. asy-Syu'ara': 23-28)
Allah  s.w.t mengingatkan dalam surah Thaha sebahagian dari peristiwa pertemuan antara  Fir'aun dan Nabi Musa. Allah s.w.t berfirman:
"Maka datanglah kamu kedua kepadanya (Fir'aun) dan  katakanlah: 'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah  Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyeksa mereka. Sesungguhnya kami  telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu.  Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk.  Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahawa seksa itu (ditimpakan) atas  orang-orang yang mendustakan dan berpaling.' Berkata Fir'aun: 'Maka siapakah  Tuhanmu berdua, hai Musa.' Musa berkata: 'Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah  memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya  petunjuk.' Berkata Fir'aun: 'Maka bagaimanakah keadaan-keadaan umat-umat yang  dahulu? Musa menjawab: 'Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam  sebuah kitab. Tuhan kami tidak akan salah dan tidak akan salah (pula) lupa.'"  (QS. Thaha: 47-52)
Kita  perhatikan bahawa Fir'aun tidak bertanya kepada Nabi Musa tentang Tuhan Pengatur  alam atau Tuhan Musa dan Harun dengan maksud bertanya sesungguhnya atau  pertanyaan yang bermaksud untuk mengetahui kebenaran tetapi perkataan yang  dilontarkan Fir'aun semata- mata hanya untuk mengejek. Nabi Musa as menjawabnya  dengan jawapan yang sempurna dan mengena. Nabi Musa berkata: "Sesungguhnya Tuhan  kami adalah Dia yang memberi sesuatu ciptaannya kemudian Dia membimbing  ciptaannya. Dialah sang Pencipta. Dia menciptakan berbagi macam makhluk dan Dia  juga yang membimbingnya sesuai dengan kebutuhannya sehingga makhluk-makhluk  tersebut dapat menjalani kehidupan dengan baik. Allah s.w.t-lah yang mengarahkan  segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang menguasai segala sesuatu; Allah s.w.t-lah  yang mengetahui segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang menyaksikan segala  sesuatu." Al-Quran al-Karim mengungkapkan semua itu dalam ungkapan yang  sederhana namun padat ertinya, yaitu dalam firman-Nya:
"Musa berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah  memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya  petunjuk." (QS. Thaha: 50)
Kemudian  Fir'aun bertanya, "lalu bagaimana keadaan manusia-manusia yang hidup di  abad-abad pertama di mana mereka tidak menyembah Tuhanmu ini?" Fir'aun masih  ingkar dan mengejek dakwah Nabi Musa. Nabi Musa menjawab: "bahawa masa-masa yang  dahulu di mana mereka tidak menyembah Allah s.w.t adalah masalah yang semua itu  berada di sisi Allah s.w.t. Atau dalam kata lain, semua itu diketahui oleh Allah  s.w.t. Keadaan di masa-masa yang dahulu tercatat dalam kitab Allah s.w.t. Allah  s.w.t menghitung apa yang mereka kerjakan di dalam kitab. Allah s.w.t tidak  pernah lupa." Jawapan Nabi Musa tersebut berusaha menenangkan Fir'aun tentang  orang-orang yang hidup di masa-masa pertama. Jadi Allah s.w.t mengetahui segala  sesuatu dan mencatat apa saja yang dilakukan manusia dan Allah s.w.t tidak  menyia-nyiakan pahala mereka. Kemudian Nabi Musa kembali menyempurnakan dan  menyelesaikan pembicaraannya tentang sifat Tuhannya:
"Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan  yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit  air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari  tumbuh-tumbuhan. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya  pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang  yang berakal. Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan darinya Kami  akan mengembalikan kamu dan darinya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang  lain. " (QS. Thaha: 53-55)
Nabi  Musa menarik perhatian Fir'aun tentang tanda-tanda kebesaran Allah s.w.t di alam  semesta. Nabi Musa menunjukkan kepadanya bagaimana gerakan angin, hujan, dan  tumbuh-tumbuhan. Kemudian Nabi Musa juga menunjukkan bagaimana pengaruh semua  itu pada bumi. Musa memberitahu kepada Fir'aun bahawa Allah s.w.t menciptakan  manusia dari tanah dan setelah itu Dia akan mengembalikan padanya dengan  kematian lalu mengeluarkan manusia darinya di hari kebangkitan. Jadi, di sana  terjadi hari kebangkitan dan pada hari kiamat manusia akan menghadap kepada  Allah s.w.t. Tidak ada seseorang pun yang dikecualikan dari hal itu. Semua hamba  Allah s.w.t akan berdiri dihadapan-Nya pada hari kiamat, termasuk  Fir'aun.
Musa  datang kepada Fir'aun sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi  peringatan, tetapi peringatan dari Musa ini tidak membikin Fir'aun merenung dan  mendapatkan pelajaran namun justru dialog antara dirinya dan Musa semakin  menajam. Bisa dikatakan bahawa dialog di antara mereka menjadi pertentangan.  Ketajaman dialog mulai menghangat. Kemudian berubahlah bahasa dialog itu. Musa  berusaha menyampaikan argumentasi yang sangat kuat kepada Fir'aun. Musa berusaha  membawa argumentasi rasional tetapi Fir'aun berusaha keluar dari ruang lingkup  dialog yang berdasarkan logik yang sehat. Fir'aun berusaha menggunakan dialog  dalam bentuk yang baru, yaitu suatu cara yang Musa tidak mampu lagi melawannya.  Ia mulai menyerang Musa dan mengancamnya.
Fir'aun  menunjukkan penentangannya kepada kebenaran yang dibawa oleh Musa. Fir'aun acuh  tak acuh terhadap dakwah Nabi Musa. Fir'aun mulai menyerang peribadi Musa. Ia  mulai mempersoalkan pakaian Musa dan kedudukan sosialnya bahkan ia pun menyerang  cara Musa berbicara. Setelah menghina Musa sedemikian rupa, Fir'aun sengaja  memakai metode kekuatan mutlak. Fir'aun bertanya kepada Musa, bagaimana ia  berani menentang penyembahan terhadap dirinya; bagaimana Musa menyembah selain  dirinya; tidakkah Musa mengetahui bahawa Fir'aun adalah tuhan? Bagaimana Musa  tidak mengetahui hakikat ini padahal ia terdidik di istana Fir'aun dan sangat  mengenal lingkungan di sekitar Fir'aun? Setelah Fir'aun menyampaikan tentang  ketuhanan-nya secara mendasar, ia bertanya kepada Musa, bagaimana Musa berani  menyembah tuhan selain dirinya. Ini bererti bahawa Musa ingin dimasukan ke dalam  penjara. Tiada ketentuan di sisi kami bagi orang yang menyembah selain Fir'aun  kecuali penjara adalah tempatnya:
"Fir'aun berkata: 'Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain  aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.'"  (QS. asy-Syu'ara': 29)
Musa  mengetahui bahawa argumentasi-argumentasi rasional tidak lagi bermanfaat. Dialog  yang tenang dan sehat berubah menjadi ejekan dan hinaan serta pada akhirnya  menjadi ancaman hukuman penjara. Musa mengetahui bahawa telah tiba waktunya  untuk menunjukkan mukjizat yang dibawanya. Setelah diancam akan dimasukan ke  dalam penjara, ia berkata kepada Fir'aun:
"Musa berkata: 'Dan apakah (kamu akan melakukan ini)  kendatipun aku tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata?'" (QS. asy-  Syu'ara': 30)
Musa  menantang kepada Fir'aun dan Fir'aun menerima tantangannya. Fir'aun ingin tahu  sejauh mana kebenaran Musa.
"Fir'aun berkata: 'Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang  nyata itu, jika kamu adalah termasuk orang-orang yang benar.'" (QS. asy-  Syu'ara': 30-31)
Musa  melemparkan tongkatnya di ruangan yang besar itu. Mula-mula Fir'aun menganggap  bahawa tongkat yang dibawanya jatuh kerana Musa gementar menghadapinya. Setelah  Fir'aun meminta padanya bukti atas kebenaran dakwahnya, tiba-tiba tongkat yang  menyentuh tanah itu berubah menjadi ular yang besar yang bergerak dengan cepat  dan gesit. Ular itu menuju ke arah Fir'aun. Fir'aun tampak pucat kerana takut.  Ia tampak gementar di kerusinya kemudian ia berteriak agar mereka menjauhkan  ular itu darinya. Nabi Musa menghulurkan tangannya ke ular itu lalu ular itu  kembali menjadi tongkat yang ada di tangannya sebagaimana semula. Setelah  peristiwa itu, keheningan menyeliputi istana Fir'aun. Nabi Musa kembali  menunjukkan kepada orang-orang yang berdiri di sekitarnya, mukjizatnya yang  kedua. Musa memasukkan tangannya di sakunya lalu mengeluarkannya. Tiba-tiba  tangan itu menjadi putih seperti bulan; tangan itu tiba-tiba mengeluarkan cahaya  yang memenuhi penjuru istana. Akhirnya, semua orang yang hadir di situ merasakan  kekaguman yang luar biasa sedangkan Fir'aun wajahnya tampak menghijau kerana  saking takutnya.
Allah  s.w.t berfirman:
"Maka Musa melemparkan tongkatnya, yang tiba-tiba tongkat  itu (menjadi) ular yang nyata. Dan ia menarik tangannya (dari dalam bajunya),  maka tiba-tiba tangan itu jadi putih (bersinar) bagi orang- orang yang  melihatnya." (QS. asy-Syu'ara': 32-33)
Keheningan semakin menyelimuti istana Fir'aun. Pengaruh dua  mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa tertanam pada jiwa orang-orang yang hadir di  situ. Pertama-tama mereka merasakan ketakutan dalam diri mereka kemudian Nabi  Musa mengembalikan tangannya ke sakunya lalu tangannya kembali seperti  semula.
Fir'aun  berkata: "Sekarang, pergilah kalian berdua. Nanti kita akan lanjutkan  perbincangan kita." Musa memalingkan wajahnya dan keluar dari istana. Fir'aun  tampak terpukul atas peristiwa itu. Fikirannya mulai berputar-putar. Ia  membayangkan apa yang terjadi di istananya dan di wilayah kekuasaannya  seandainya berita tentang dua mukjizat itu tersebar di tengah-tengah manusia,  lalu manusia mulai membicarakan tentang Musa dan Harun. Fir'aun mengeluarkan  perintahnya agar orang- orang yang melihat peristiwa itu tidak membuka hal itu  kepada masyarakat umum, tetapi para pembantu istana dan sebahagian dari Bani  Israil menyaksikan dua peristiwa itu. Akhirnya, mulailah terjadi perbincangan di  tengah-tengah masyarakat ramai tentang dua mukjizat itu. Fir'aun benar-benar  terdiam ketika menghadapi dua mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa. Ketika Musa  keluar dari istana Fir'aun yang sebelumnya merasa takut dan gementar, kini  menjadi marah. Ia meluapkan kemarahan itu kepada menterinya dan para  pembantunya. Tiba-tiba ia bersikap kasar kepada mereka tanpa sebab yang  diketahui. Fir'aun memerintahkan mereka untuk keluar dari ruangannya dan  meningggalkan dirinya sendirian.
Fir'aun  berusaha untuk menghadapi masalah itu dengan lebih tenang. Fir'aun meminum  beberapa gelas dari minuman keras tetapi rasa marahnya belum hilang juga.  Kemudian ia mengeluarkan perintah untuk mengumpulkan orang-orang dekatnya dan  semua para menteri di istana serta para pemimpin di Mesir. Fir'aun mengeluarkan  perintahnya kepada Haman salah satu ketua para menterinya untuk mengepalai  pertemuan tersebut. Kemudian para pembesar dari kaum Fir'aun berkumpul. Fir'aun  memasuki ruang pertemuan dan wajahnya tampak emosi. Jelas sekali Fir'aun tidak  mahu menerima dengan mudah adanya tuhan lain yang disembah orang-orang Mesir  selain dirinya. Fir'aun cukup berbahagia ketika ia menguasai Mesir dari  memerintah dengan semahunya. Tiba-tiba, ia dikejutkan dengan kedatangan Musa  yang ingin menghancurkan apa saja yang telah dibangunnya. Musa mengatakan pada  dirinya bahawa di sana ada Tuhan yang Esa yang tiada Tuhan lain selain-Nya di  alam semesta. Ini bererti bahawa Fir'aun adalah seorang pembohong. Pemikiran ini  menghantui kepala Fir'aun sehingga Fir'aun menoleh kepada ketua para menterinya  yaitu Haman akhirnya pertemuan bersejarah itu diadakan.
Tidak  ada seorang pun yang berani membuka mulutnya. Fir'aun membuka pertemuan itu  dengan secara tiba-tiba ia melontarkan pertanyaan kepada Haman: "Apakah aku  seseorang pembohong wahai Haman?" Haman menunduk dan bertanya: "Siapa yang  berani menentang Fir'aun?" Fir'aun berkata dengan marah: "Musa." Bukankah ia  mengatakan bahawa ada tuhan lain di langit." Dengan mantap Haman menjawab:  "Sungguh wahai tuanku, Musa berbohong." Fir'aun berkata dalam keadaan memutar  wajahnya ke arah yang lain: "Aku mengetahui bahawa ia berbohong." Kemudian  Fir'aun kembali menoleh ke Haman:
"Dan berkatalah Fir'aun: 'Hai Haman, buatkanlah bagiku  sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-  pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku  memandangnya seorang pendusta.'" (QS. al-Mu'min: 36-38)
Fir'aun  mengeluarkan perintah untuk membangun suatu bangunan yang kukuh dan tinggi di  mana ketinggiannya mampu mencapai langit. Perintah Fir'aun itu berdasarkan  peradaban Mesir yang lagi maju di mana mereka cenderung membangun bangunan yang  spektakuler. Namun Fir'aun lupa pada aturan-aturan teknik pembangunan. Meskipun  demikian, Haman bersikap munafik, padahal ia mengetahui kemustahilan membangun  sesuatu bangunan semegah dan setinggi itu. Haman berkata: "Saya ingin  melaksanakan perintah untuk mendirikan bangunan itu sesegera mungkin, tetapi  wahai tuanku dan izinkanlah aku untuk pertama kalinva aku menentang perintahmu.  Sungguh engkau tidak akan mendapati sesuatu pun di langit. Tidak ada di sana  Tuhan selain dirimu." Fir'aun mendengar penolakan ketua para menterinya itu  dengan sangat puas, seakan-akan ia mendengarkan suatu hakikat yang ditetapkan.  Kemudian dalam perkumpulan yang terkenal itu, Fir'aun melontarkan kata-katanya  yang bersejarah:
"Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu  selain aku." (QS. al-Qashash: 38)
Semua  yang hadir di tempat itu menundukkan kepala tanda setuju. Di antara mereka  terdapat dua orang atau tiga orang yang masih memiliki akal sehat. Ketiga orang  itu mengetahui bahawa sebenarnya Fir'aun adalah seorang pembohong. Meskipun  demikian, mereka membiarakan kebohongan itu dan memilih apa yang disetujui oleh  Fir'aun. Tentu persetujuan ini berakibat pada masyarakat Mesir yang harus  membayar mahal hasil dari persetujuan itu. Para tentera Mesir, para pembesar  istana, dan para dukun tunduk kepada kegilaan Fir'aun. Fir'aun berkata dengan  maksud bertanya kepada para penasihatnya: "Apa yang kalian katakan tentang  Musa?" Haman berkata: "Ia adalah seorang yang pembohong."
Salah  seorang menteri yang lain berkata: "Saya kira ia adalah seorang yang gila."  Sementara itu salah seorang dukun berkata: " - Tampaknya ia khuatir mereka akan  mencurigainya jika ia tidak mengatakan sesuatu pun kepada mereka - saya kira ia  terkena kegilaan." Fir'aun memutus pembicaraan mereka dengan mengatakan:  "Sungguh kalian menggambarkan Musa macam-macam, namun kalian belum menjawab  pertanyaanku. Apa sebenarnya maunya Musa? Apa sebenarnya persekongkolan yang  disembunyikannya." Para penasihat terdiam kerana rasa takut dan sebagai bentuk  kemunafikan terhadap Fir'aun. Mereka hanya menunggu Fir'aun mengucapkan  kalimat-kalimat tertentu lalu mereka menirukannya dengan mulut-mulut mereka  layaknya burung beo. Setelah keheningan menyelimuti ruangan itu, Fir'aun  berkata: "Aku kira bahawa Musa adalah salah satu tukang sihir yang hebat. Ia  ingin mengeluarkan kalian dari negeri kalian dengan sihirnya. Lalu  persekongkolan apa yang kalian siapkan?"
Adalah  hal yang maklum di rejim kekuasaan mutlak bahawa perkumpulan yang dihadiri oleh  para pembesar dan para menteri untuk mengeluarkan pendapat sesama mereka bererti  hanya sekadar untuk mengulang-ulang dan menerima keputusan mutlak dari penguasa.  Para penasihat berkata - setelah Fir'aun memberi mereka kesempatan untuk  mengutarakan pendapat: "Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Fir'aun. Musa  adalah seorang tukang sihir. Kalau begitu, masalahnya telah selesai. Kita akan  mengembalikan Musa dan saudaranya, dan kita akan menyebarkan perintah Fir'aun di  Mesir untuk menghadirkan tukang sihir. Jika para tukang sihir telah datang dan  berdiri di hadapan Musa, maka mereka akan dapat membuktikan bahawa Musa memang  tukang sihir dan mereka akan mampu mengalahkannya. Dengan cara demikian, kita  dapat memperdayanya di hadapan orang-orang Mesir dan anak-anak Bani Israil."  Perundingan bersejarah itu sepakat untuk melaksanakan hal itu. Sepuluh orang  dari pembantu Fir'aun keluar dari istana, Fir'aun dengan menunggangi kenderaan  mereka dan mereka segera berpencar di seluruh penjuru Mesir. Kemudian diumumkan  pada hari kedua di pasar-pasar Mesir bahawa seluruh jago-jago sihir hendaklah  menuju ke istana Fir'aun untuk mendengarkan suatu perintah atau suatu urusan  yang penting.
Fir'aun  memanggil Nabi Musa dan berusaha mengancamnya dan menakut- nakutkan tetapi Nabi  Musa tampak tenang. Fir'aun berkata kepada Nabi Musa: "Sesungguhnya engkau  seorang tukang sihir, dan aku menetapkan untuk menyingkap kedokmu di hadapan  semua orang. Tidak lama lagi para tukang sihir akan datang." Nabi Musa bertanya:  "Kapan aku akan bertemu dengan tukang sihir itu?" Fir'aun berkata: "Di sana  terdapat suatu pertemuan atau acara yang sebentar lagi akan dimulai yang  dihadiri oleh banyak orang. Yaitu hari di mana angin bertiup dengan sepoi-sepoi;  hari di mana bumi berhias diri menyambut kedatangan musim semi. Sungguh itu  suatu pertemuan yang menakjubkan dan engkau akan dikalahkan. Sekarang aku beri  kesempatan kamu untuk mencabut dakwahmu. Aku memberikan kesempatan yang terakhir  bagimu untuk menyelamatkan kehormatanmu."
Musa  berkata dengan tidak memperhatikan perkataan Fir'aun yang terakhir: "Kami  sepakat atas pertemuan itu. Kami akan hadir di hari itu di mana manusia akan  berkumpul di pagi hari." Fir'aun bertanya: "Kapan engkau akan datang?" Musa  berkata: "Insya-Allah aku akan hadir di waktu fajar di permulaan  siang."
Allah  s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah perlihatkan kepadanya  (Fir'aun) tanda- tanda kekuasaan Kami semuanya, maka ia mendustakan dan enggan  (menerima kebenaran). Berkata Fir'aun: 'Adakah kamu datang kepada kami untuk  mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa! Dan kami pun  pasti akan mendatangkan (pula) kepadamu sihir semacam itu, maka buatlah suatu  waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu, yang kami tidak akan menyalahinya  dan tidak (pula) kamu di suatu tempat yang pertengahan (letaknya).' Berkata  Musa: "Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu itu ialah di hari raya dan  hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari sepenggalah naik.'" (QS.  Thaha: 56-59)
Nabi  Musa pergi dalam keadaaan tenang. Kemudian para utusan tukang sihir datang ke  istana Fir'aun. Ketika semua berkumpul, Fir'aun memerintahkan agar mereka semua  menemuinya. Ketika masuk menemui Fir'aun, para tukang sihir sujud kepadanya.  Fir'aun memerintahkan mereka untuk berdiri, kemudian Fir'aun mulai  berjalan-jalan di antara mereka sambil mengamati wajah mereka dan pakaian  mereka. Fir'aun tampak terdiam memikirkan sesuatu dan tiba-tiba ia berdiri dan  berkata: "Wahai para tukang sihir, kami sekarang menghadapi masalah yang kecil  dan kami telah memerintahkan agar kalian dihadirkan untuk memecahkan masalah  itu." Para tukang sihir itu menundukkan kepalanya dan mereka mendengarkan dengan  hikmat. Fir'aun kembali berkata: "Salah seorang lelaki datang kepada kami dan ia  mengaku utusan Allah s.w.t; seorang lelaki yang bernama Musa dan bersama  saudaranya, Harun. Musa ini adalah tukang sihir yang mahir, lebih tangkas dan  lebih hebat dari Harun. Oleh kerana itu, kalian harus mengalahkannya dengan  kekalahan yang teruk sehingga ia tidak mampu lagi mengangkat kepalanya kerana  rasa malu." Para tukang sihir tetap menundukkan kepalanya dan mereka terdiam.  Fir'aun berkata: "Mengapa seseorang di antara kalian tidak bertanya kepadaku  tentang sihirnya Musa." Salah seorang tukang sihir dengan tenang berkata: "Kami  menunggu tuan yang agung menceritakannya kepada kami. Kami tidak ingin memutus  pembicaraanmu wahai tuan."
Dengan  nada marah, Fir'aun berkata: "Musa melemparkan tongkatnya dan tiba-tiba  tongkatnya itu menjadi ular yang sangat besar lalu ia mencabut tangannya dan  tiba-tiba tangannya menjadi putih yang menakjubkan orang-orang yang melihatnya."  Tampak senyum manis menghiasi wajah- wajah para tukang sihir dan salah seorang  mereka berkata: "Hendaklah hati Fir'aun tenang. Ini adalah permainan kuno;  permainan tongkat yang berubah menjadi ular. Sesungguhnya itu hanya sekadar  imaginasi yang menipu orang-orang yang melihatnya, yang seakan-akan ia bergerak  padahal ia tetap di tempatnya."
Fir'aun  berkata: "Aku tidak ingin untuk memasuki perdebatan sekitar masalah pembuatan  sihir. Yang aku inginkan agar kalian mengalahkan Musa. Kami telah sepakat untuk  bertemu pada hari ketika musim semi akan tiba. Masyarakat Mesir semuanya akan  berkumpul. Mereka akan menyaksikan kalian saat kalian mengalahkannya. Oleh  kerana itu, kalian harus dapat mengalahkannya."
Selesailah perkataan Fir'aun. Ia menunggu para tukang sihir  meninggalkannya tapi mereka masih berdiri. Salah seorang mereka bertanya:  "Mengapa tuan kita Fir'aun tidak berbicara kepada kita tentang urusan yang lebih  penting seandainya kita dapat mengalahkan Musa?" Dengan kehairanan Fir'aun  bertanya: "Apa sesuatu yang lebih penting itu?" Salah seorang tukang sihir  berkata: "Tentu kami minta upah jika kami menang." Dengan tertawa, Fir'aun  berkata: "Jangan khuatir, aku akan memuaskan kalian. Kalian akan menjadi  orang-orang yang dekat. Kami akan mengadakan pekerjaan-pekerjaan baru di istana  bagi para tukang sihir. Kalian jangan khuatir. Tenanglah kerana kalian akan  menerima upah yang layak."
Fir'aun  tertawa melihat kepercayaan para tukang sihir kepada diri mereka, kemudian ia  memerintahkan agar mereka meninggalkan tempatnya. Lalu ia sendiri menuju ke meja  makan siang. Fir'aun duduk sambil makan. Ia berkata sambil menyantap paha  kambing yang besar: "Semenjak Musa datang selera makanku terganggu. Namun  sekarang, kehancuran Musa sudah dekat."
Allah  s.w.t berfirman:
"Dan Musa berkata: 'Hai Fir'aun, sesungguhnya aku ini  adalah seorang utusan dari Tuhan alam semesta, wajib atasku tidak mengatakannya  sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu  dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil  (pergi) bersama aku.' Fir'aun menjawab: 'Jika benar kamu membawa sesuatu bukti,  maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar.'  Dan dia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu juga tangan itu menjadi putih  bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang melihatnya. Pemuka-pemuka kaum  Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Musa ini adalah ahli sihir yang pandai, yang  bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari negerimu.' (Fir'aun berkata): 'Maka  apakah yang kamu anjurkan?' Pemuka-pemuka itu menjawab: 'Beritahulah ia dan  saudara-saudaranya serta kirimlah ke kota-kota beberapa orang yang akan  mengumpulkan (ahli-ahli sihir), supaya mereka membawa kepadamu semua ahli sihir  yang pandai.' Dan beberapa ahli sihir telah datang kepada Fir'aun mengatakan:  '(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menang Fir'aun  menjawab: 'Ya dan sesungguhnya kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang  dekat (kepadaku).'" (QS. al-A'raf: 104-114)
Kemudian  datanglah hari yang dijanjikan. Orang-orang berbondong- bondong keluar dari  rumah. Mereka membicarakan tentang pertemuan antar Nabi Musa dan Fir'aun. Mereka  menuju ke tempat perayaan sejak pagi hari. Tidak ada seorang pun di Mesir yang  tidak mengetahui tentang peristiwa itu. Orang-orang begitu gembira ketika para  tukang sihir itu datang sebagaimana mereka juga gembira ketika melihat Fir'aun  datang, namun keheningan menyelimuti tempat itu ketika Nabi Musa dan Nabi Harun  datang. Tempat perayaan itu diadakan di tempat terbuka yang hanya ditutupi oleh  payung Fir'aun yang melindungi kepalanya dari terik matahari. Fir'aun berdiri di  tengah-tengah tenteranya. Ia memakai emas dan permata. Sementara itu, Nabi Musa  berdiri dengan menundukkan kepalanya dalam keadaan mengingat Allah  s.w.t.
Keadaan  saat itu benar-benar hening. Kemudian para tukang sihir maju menemui Musa.  Mereka berkata kepada Musa: "Apakah engkau yang pertama kali melempar atau kami  yang pertama kali melempar." Musa berkata: "Kalianlah yang pertama kali  melempar." Para tukang sihir berkata: "Demi kemuliaan Fir'aun, sesungguhnya kami  akan menang." Musa berkata: "Celaka kalian, janganlah kalian membuat dusta  kepada Allah s.w.t nescaya Dia akan mendatangkan seksa bagi kalian." Sebahagian  ahli hakikat berkata: "Nabi Musa menoleh dan kemudian ia melihat Jibril di  sebelah kanannya." Jibril berkata kepadanya: "Wahai Musa, hendaklah kamu  bersikap sopan kepada wali-wali Allah s.w.t." Musa berkata dalam dirinva:  "Mereka para tukang sihir itu datang dengan maksud menyimpangkan agama Fir'aun."  Jibril kembali berkata: "Bersikap lembutlah terhadap wali-wali Allah s.w.t.  Mereka saat ini sampai salat Ashar berada di sisimu dan setelah salat Ashar  mereka akan berada di syurga."
Para  tukang sihir itu mulai melemparkan tongkat-tongkat mereka dan tali-tali mereka.  Tiba-tiba arena itu dipenuhi dengan ular-ular. Mereka menipu dan menyihir  pandangan orang-orang yang melihatnya. Orang- orang yang melihat sihir itu  merasa takut kerana mereka mendatangkan sihir yang besar. Orang-orang merasa  gembira dan Fir'aun pun menampakkan senyumnya. Ia berkata dalam dirinya: Sungguh  hari ini adalah hari pembalasan atas Musa. Mukjizatnya berupa tongkat yang ada  di tangannya yang dapat berubah menjadi ular, sekarang Fir'aun menghadirkan  kepadanya seluruh tukang sihir di mana tongkat-tongkat dan tali-tali yang ada di  tangan mereka pun berubah menjadi ular. Senyuman Fir'aun pun semakin  melebar.
Nabi  Musa memperhatikan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Ia merasa  takut. Nabi Musa ingat apa yang dikatakan oleh Jibril dan ia mulai merasakan  ketakutan. Bagaimana mungkin para tukang sihir itu akan masuk syurga dan mereka  akan menjadi wali-wali Allah s.w.t? Nabi Musa merasakan semua itu, namun tiada  seorang pun yang mengetahui hakikat pemikiran yang terlintas dalam benak Nabi  Musa saat ia berdiri dengan bajunya yang sederhana bersama saudaranya di hadapan  kumpulan manusia yang banyak dari para pengawal dan tentera Fir'aun. Ketika Musa  merasakan ketakutan tersebut, maka cahaya yang terang menembus dalam dirinya dan  Allah s.w.t berkata kepadanya:
"Kami berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah  yang paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu,  nescaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka  perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang  sihir itu, dari mana saja ia datang." (QS.Thaha: 68-69)
Musa  merasa senang ketika mendengar Allah s.w.t menenangkannya. Nabi Musa dapat  mengendalikan dirinya, kemudian beliau mengangkat tongkatnya dan melemparkannya.  Sebelum tongkat itu menyentuh tanah, tiba-tiba terjadilah suatu mukjizat.  Orang-orang dan para tukang sihir Fir'aun bahkan Fir'aun sendiri menyaksikan  sesuatu yang belum pernah mereka saksikan di dunia. Biasanya seorang tukang  sihir dapat menipu pandangan manusia dan memperdaya mereka seolah-olah ada ular  yang bergerak padahal ia tetap di tempatnya. Tetapi apa yang terjadi saat itu  adalah sesuatu yang benar-benar berbeza. Belum sampai tongkat Nabi Musa  menyentuh tanah sehingga ia berubah menjadi ular yang besar dan sangat  gesit.
Tiba-tiba ular ini menuju ke tali-tali tukang sihir dan  tongkat-tongkat mereka yang bergerak dan ia mulai memakannya satu persatu.  Tongkat Nabi Musa memakan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka  dengan cepat. Belum berselang beberapa minit sehingga arena itu kosong dari  tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Tongkat-tongkat dan tali-tali  tukang sihir tersembunyi dalam perut tongkat Nabi Musa. Dan bergeraklah ular  yang besar menuju Nabi Musa lalu beliau menghulurkan tangannya dan tiba-tiba  ular itu berubah menjadi tongkat. Para tukang sihir mengetahui bahawa mereka  bukan di hadapan seorang penyihir. Mereka sebenamya adalah tokoh-tokoh sihir dan  para pakar dalam hal itu di zaman mereka, tetapi apa yang mereka saksikan saat  ini bukan termasuk sihir. Itu adalah mukjizat dari Allah  s.w.t.
Akhirnya, para tukang sihir itu sujud di atas tanah. Mereka  berkata: "Kami beriman kepada Tuhan Pengatur alam semesta. Tuhan yang diyakini  oleh Musa dan Harun." Orang-orang Mesir dan anak-anak Bani Israil menyaksikan  mukjizat yang mengagumkan ini. Mereka melihat bagaimana tukang sihir-tukang  sihir Fir'aun sujud kepada Musa dan Harun. Fir'aun menyaksikan bahawa bola itu  kini berada di tangan Musa dan Harun. Lalu ia bangkit dari duduknya dan  berteriak di depan tukang sihir: "Bagaimana kalian beriman kepadanya sebelum aku  memberi izin kepada kalian." Para tukang sihir berkata: "Untuk beriman tidak  perlu izin." Fir'aun berkata: "Kalau begitu ini adalah persekongkolan yang  jelas. Sesungguhnya Musa adalah guru kalian yang mengajari kalian sihir. Sungguh  tangan-tangan kalian dan kaki-kaki kalian akan diputus dan kalian akan disalib  di pohon kurma. Sungguh ini adalah persekongkolan yang  jelas."
Para  tukang sihir berkata: "Lakukan apa saja yang engkau inginkan, hai Fir'aun. Kami  tidak memilihmu dan kami tidak mengutamakanmu atas mukjizat Ilahi ini.  Sesungguhnya kami beriman kepada Tuhan kami agar Dia mengampuni kami dan  menghapus kesalahan-kesalahan kami. Apa yang engkau berikan terhadap kami adalah  sesuatu yang sedikit, dan apa yang ada di sisi Allah s.w.t lebih baik dan lebih  abadi. Seandainya engkau menyeksa kami dan membunuh kami dan menyalib kami, maka  engkau hanya dapat menyeksa kami di kehidupan dunia ini. Tentu kehidupan dunia  tidak dapat dibandingkan dengan kehidupan akhirat. Kami hanya ingin mendapatkan  pengampunan dari Allah s.w.t dan memasuki syurga." Kemudian Fir'aun mengeluarkan  perintahnya untuk menyalib semua tukang sihir. Ketika menyaksikan peristiwa  tersebut, orang-orang menjadi ketakutan. Kemudian Nabi Musa dan Nabi Harun  meninggalkan tempat itu dan Fir'aun kembali ke istananya. Allah s.w.t  menceritakan dalam surah al-A'raf apa yang dialami tukang sihir dan Musa dalam  firman-Nya:
"Ahli-ahli sihir berkata: 'Hai Musa, kamukah yang akan  melemparkan lebih dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?' Musa menjawab:  'Lemparkanlah (lebih dahulu)! Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap  mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan  sihir yang besar (menakjubkan). Dan Kami mewahyukan kepada Musa: 'Lemparkanlah  tongkatmu!' Maka sekoyong-koyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan.  kerana itu nyatalah yang benar dan gagallah yang selalu mereka kerjakan. Maka  mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. Dan  ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri dengan bersujud. Mereka  berkata: 'Kami beriman kepada Tuhan semesta alam, (Yaitu) Tuhan Musa dan Harun.  Fir'aun berkata: 'Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin  kepadamu?' Sesungguhnya (perbuatan) ini adalah suatu muslihat yang telah kamu  rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya darinya; maka kelah  kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu ini); sesungguhnya aku akan memotong  tangan dan kakimu dengan bersilang secara bertimbal balik, kemudian sungguh-  sungguh aku akan menyalib kamu semuanya. Ahli-ahli sihir itu menjawab:  'Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali. Dan kamu tidak membalas dendam  dengan menyeksa kami, melainkan kerana kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan  kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami.' (Mereka berdoa): 'Ya Tuhan kami,  limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah  diri (kepada-Mu).'" (QS. al-A"raf: 115-126)
Para  tukang sihir Mesir berubah menjadi Muslim dan mempercayai ajaran yang dibawa  oleh Nabi Musa. Mereka beriman kepada Allah s.w.t. Akhirnya, mereka dinaikkan di  batang-batang pohon kurma untuk disalib dan dipotong tangan-tangan mereka dan  kaki-kaki mereka. Mereka meminta kepada Allah s.w.t agar mereka dimatikan  sebagai orang-orang Muslim.
Kemudian  Musa memahami apa yang diucapkan oleh Jibril as: Mereka sejak saat ini sampai  salat Ashar di sisimu dan setelahnya mereka berada di syurga. Ketika memasuki  waktu Ashar tubuh para tukang sihir itu berlumuran darah. Mereka disalib oleh  para tentera Fir'aun. Fir'aun menghadapi masalah baru. Fir'aun mengadakan  serangkaian pertemuan- pertemuan penting di istananya. Fir'aun memanggil  penanggung jawab tentera dan pasukan. Fir'aun juga memanggil apa saat ini  dinamakan dengan kepala intelejen. Bahkan Fir'aun juga memanggil para menteri  dan para penjabat serta tukang-tukang dukun. Jadi, Fir'aun memanggil semua yang  mempunyai kekuatan untuk mengubah jarum sejarah.
Fir'aun  bertanya kepada kepala intelejennya: "Apa yang dikatakan orang- orang?" Ia  berkata: "Anak buahku telah kusebar di antara khalayak dan mereka mendapat  informasi bahawa Musa dapat memenangkan perlumbaan itu kerana ia berhasil  membikin suatu konspirasi bersama para tukang sihir." Kemudian Fir'aun bertanya  kepada salah seorang ketua keamanan: "Apa yang terjadi pada jasad-jasad tukang  sihir?" Ia berkata: "Anak buahku menggantunginya di tempat umum dan di  pasar-pasar untuk menakuti manusia dan kami sebarkan berita bahawa Fir'aun akan  membunuh setiap orang yang memiliki persekongkolan." Lalu Fir'aun bertanya  kepada komandan pasukan: "Apa yang dikatakan oleh pasukan?" Ia menjawab: "Mereka  menginginkan agar mendapatkan perintah untuk bergerak di tempat mana pun yang  ditentukan oleh Fir'aun." Fir'aun berkata: "Belum datang giliran pasukan maka  akan datang gilirannya."
Fir'aun  kemudian terdiam. Lalu Haman salah seorang ketua para menteri bergerak dan  mengangkat tangannya dan ia mulai meminta untuk berbicara, dan Fir'aun  mengizinkan kepadanya. Haman berkata: "Apakah kita akan membiarkan Musa dan  kaumnya untuk membuat kerosakan di muka bumi dan mereka mengalihkan ibadah  kepada selainmu?" Fir'aun berkata: "Sungguh engkau dapat membaca fikiranku wahai  Haman. Kita akan membunuh anak-anak mereka dan akan mempermalukan  perempuan-perempuan mereka. Aku memiliki kekuasaan di atas  mereka."
Pasukan  Fir'aun pergi untuk membunuh anak-anak laki dari Bani Israil dan menodai  kehormatan wanita-wanita mereka, serta memenjarakan siapa pun yang menentang.  Musa berdiri menyaksikan apa yang terjadi tanpa mampu turut campur dan tanpa  mampu mencegahnya. Yang beliau lakukan hanya memerintahkan kaumnya untuk  bersabar. Beliau memerintahkan mereka untuk meminta pertolongan kepada Allah  s.w.t dan bersabar atas segala ujian. Beliau menjadikan para tukang sihir  sebagai teladan bagi mereka di mana tukang sihir Mesir itu mampu menahan derita  di jalan Allah s.w.t tanpa berkeluh kesah. Nabi Musa memberitahu mereka bahawa  tentera-tentera Fir'aun berbuat aniaya di muka bumi yang seakan-akan bumi adalah  milik khusus mereka. Sebenarnya Allah s.w.t akan mewariskan bumi kepada  orang-orang yang bertakwa.
Kemudian  intimidasi yang dilakukan Fir'aun sangat mempengaruhi jiwa Bani Israil sehingga  mereka merasakan kekalahan dan pesimis. Mereka berkata kepada Musa: "Wahai Musa  kami sangat menderita sebelum kedatanganmu dan sesudah kedatanganmu, anak-anak  dibunuh sebelum kedatanganmu dan sesudah kedatanganmu." Seakan-akan mereka  berkata kepada Musa bahawa keberadaanmu tidak memberikan manfaat sedikit pun.  Kami tetap merasakan kesendirian. Musa menolak kebodohan mereka ini. Ia  memberitahu mereka bahawa Allah s.w.t akan menghancurkan musuh-musuh mereka,  kemudian Allah s.w.t akan menjadikan bumi dikuasai oleh mereka. Tetapi lagi-lagi  mereka tetap mengadu kepada Musa dan tampak bahawa mereka tidak kuat lagi  menahan penderitaan yang mereka alami.
Musa  menghadapi keadaan yang sulit. Beliau berusaha melawan kemarahan Fir'aun dan  konspirasinya. Pada saat yang sama, Nabi Musa mendengar keluhan kaumnya. Di  tengah-tengah keadaan yang demikian, Qarun bergerak. Qarun adalah seorang putera  Bani Israil. Ia berasal dari kaum Musa tetapi ia justru menentang Musa.  Kekayaannya dan status sosialnya menjadikannya lebih dekat kepada rejim Fir'aun.  Allah s.w.t menceritakan kepada kita tentang kekayaan Qarun. Allah s.w.t berkata  kepada kita bahawa kunci-kunci kamar yang menyimpan kekayaannya sangat sulit  dipikul oleh sekelompok laki-laki yang kuat sekalipun. Seandainya kita ingin  mengetahui kunci-kunci kekayaan ini yang sedemikian rupa, maka kita dapat  membayangkan kekayaan itu sendiri. Qarun memiliki berbagai macam kekayaan dan  dalam jumlah yang banyak. Bahkan saking kayanya, pelana kudanya terbuat dari  kulit yang dihiasi oleh perak dan emas.
Jika  Qarun keluar dengan membawa pesona dunia yang diikuti oleh rombongannya dan  disinari oleh matahari, maka emas-emas yang dibawanya tampak menyala di bawah  sengatan matahari. Pemandangan demikian sangat mengagumkan bagi orang-orang yang  mencintai dunia. Kekayaan yang dimiliki Qarun membuatnya bersikap angkuh  sehingga tidak mudah baginya untuk menerima nasihat. Tampak bahawa kekayaannya  dan kesombongannya membuatnya merasa bergembira, sehingga tertawanya Qarun  menjadi tertawa yang paling terkenal di kalangan Bani Israil, dan kebenarannya  menyaingi kebenaran Fir'aun dan Haman. Kedua orang itu (Fir'aun dan Haman)  menguasai Mesir secara keseluruhan, sedangkan Qarun hanya mengusai sebahagian  dari Mesir.
Orang-orang yang berakal dari kaumnya menasihatinya agar ia  berfikir sejenak tentang akhiratnya, dan barangkali mereka berkata kepadanya:  "Sesungguhnya tak seorang pun menasihatimu untuk meninggalkan dunia secara  keseluruhan dan menempuh jalan orang-orang yang zuhud tetapi mereka menasihatimu  agar engkau tidak melupakan bahagianmu dari dunia. Sebagaimana mereka  menasihatimu agar jangan sampai engkau melupakan bahagianmu dari  akhirat."
Qarun  hanya merasa puas dengan bahagiannya dari dunia. Imaginasi akalnya mengatakan  bahawa kekayaan ini datang kerana usaha kerasnya sebagaimana ia menduga  kekayaannya adalah tanda bahawa Allah mencintainya. Bahkan ia mengira bahawa ia  lebih utama dan lebih mulia dari Musa. Musa adalah seorang yang fakir sedangkan  Qarun adalah seorang yang kaya, maka bagaimana seorang yang fakir yang tidak  memakai satu pun gelang dari emas dapat memperoleh kedudukan yang mulia di sisi  Allah dibandingkan dengan seorang yang kaya yang mampu membuat pelana kudanya  dari emas. Demikianlah pandangan Qarun dan Fir'aun terhadap  Musa.
Allah  s.w.t berfirman:
"Bukankah aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan  yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)?" (QS. az-Zukhruf:  52)
Demikianlah pernyataan Fir'aun kepada Musa. Terdapat  kesesuaian antara pendapat Fir'aun dan Qarun terhadap Musa. Sesuai dengan  kedudukan sosial dan kekayaannya, Qarun menjadi sahabat Fir'aun dan mendukung  rejim kekuasaannya. Bukan hanya Qarun, Fir'aun dan Haman yang menjadi tawanan  khayalan ini, bahkan kaum Fir'aun pun memiliki pendapat yang sama. Yakni, bagi  orang-orang Mesir, Musa hanya sekadar seorang tukang sihir yang mengalahkan  jaguh-jaguh sihir lainnya. Namun ini tidak bererti bahawa masyarakat Mesir tidak  memiliki keutamaan sedikit pun. Di tengah-tengah masyarakat Mesir masih terdapat  orang yang beriman kepada Nabi Musa namun ia menyembunyikan keimanannya kerana  khuatir terhadap kejahatan Fir'aun.
Di sana  juga ada orang yang bertanya-tanya dengan kebodohan: Jika Allah s.w.t memang  mencintai Musa lalu mengapa ia dijadikan seorang yang fakir. Qarun menjadi  fitnah atau cubaan di tengah-tengah kaumnya dan juga bagi orang-orang Mesir.  Ketika Qarun keluar dengan membawa pesona dunianya maka orang-orang yang  menginginkan kehidupan dunia berkata:
"Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dengan kemegahannya.  Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: 'Moga- moga kiranya  kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia  benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar." (QS. al-Qashash:  79)
Sedangkan orang-orang yang berakal sehat - biarpun jumlah  mereka sedikit - mereka memandang bahawa kekayaan Qarun yang begitu luar biasa  tidak bererti sedikit pun di sisi Allah s.w.t. Allah s.w.t tidak memandang  kekayaan yang banyak jika jiwa manusia menjadi gelap kerananya. Di tengah-tengah  keadaan yang demikian sulit, Nabi Musa menghadapi Qarun yang menentangnya. Musa  sebagai seorang Nabi mesti menunjukkan sikap yang baik dan kesucian yang agung.  Tampaknya Qarun sepakat dengan Fir'aun untuk berusaha menjatuhkan Musa di depan  pengikutnya dengan tuduhan yang berlawanan dengan  kesuciannya.
Akhirnya, pada suatu hari Nabi Musa dikejutkan dengan suatu  tuduhan di mana ada seorang wanita yang menuduhnya berbuat tidak senonoh  kepadanya dan mengatakan bahawa Musa pernah tidur bersamanya kelmarin. Kami kira  Nabi Musa sangat kaget dengan tuduhan ini dan beliau tidak mengetahui apa yang  dikatakannya atau bagaimana beliau membela dirinya menghadapi tuduhan seperti  itu. Kemungkinan besar beliau salat dan menghadap Allah s.w.t. Kemudian beliau  menemui wanita itu dan bertanya, mengapa ia menuduhkan padanya sesuatu yang  tidak benar. Tiba-tiba wanita itu menangis dan meminta ampun kepada Musa. Ia  memberitahu Musa bahawa Qarun memberinya wang sebagai imbalan atas fitnah yang  ditebarkannya terhadap Musa. Mendengar itu, Musa mendoakan buruk buat Qarun.  Kemudian Allah s.w.t berkehendak untuk mendatangkan mukjizat di saat yang tepat  yang menjelaskan kepada manusia bahawa Dia Maha kuasa, Maha kuat, dan Maha  Perkasa, dan bahawa harta hanya sebahagian ujian dan fitnah, bukan sebagai suatu  keutamaan yang dengannya manusia dapat dinilai.
Mukjizat  yang Allah s.w.t turunkan adalah membinasakan Qarun dan menenggelamkan rumahnya  dan hartanya. Qarun keluar untuk menemui kaumnya dengan menampakkan pesona  dunianya. Lalu bumi terbelah di bawah kakinya dan Qarun pun tersungkur di bumi.  Kami tidak mengetahui apakah itu gempa yang pertama kali terjadi atau itu adalah  gempa yang Allah s.w.t perintahkan kepada bumi untuk terjadi. Yang kita ketahui  adalah bahawa bumi terbelah dan ia menelan Qarun. Bumi menenggelamkan  istana-istana Qarun, hewan-hewan ternaknya, emasnya, peraknya dan semua  kekayaannya serta orang dekatnya.
Sebahagian dongeng mengatakan bahawa itu terjadi di Fuyum,  dan danau Qarun adalah yang dikenal orang-orang Mesir dengan nama ini. Ia adalah  tempat yang dihuni oleh Qarun dan menjadi tempat istananya dan tempat menyimpan  hartanya. Alhasil, Al-Quran al-Karim tidak menentukan tempat datangnya azab ini  dan tidak juga menyebut kapan itu terjadi. Al-Quran hanya menceritakan apa yang  terjadi. Tentu penentuan tempat dan waktu bukan sesuatu yang penting tetapi yang  penting adalah pelajaran yang terjadi itu.
Allah  s.w.t berfirman dalam surah al-Qhashash:
"Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia  berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya  perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah  orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: 'Janganlah  kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu  membanggakan diri.' Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu  (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari  (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah  telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerosakan di (muka)  bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerosakan.  Qarun berkata: 'Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, kerana ilmu yang ada  padaku.' Dan apakah ia tidak mengetahui, bahawasanya Allah sungguh telah  membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak  mengumpulkan harta? Dan tidakkah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa  itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam  kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia:  'Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun;  sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar. Berkatalah  orang-orang yang dianugerahi ilmu: 'Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala  Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan  tidak diperoleh pahala itu, kecuali orang- orang yang sabar.' Maka Kami  benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu  golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk  orang- orang (yang dapat) membela (dirinya). Dan jadilah orang-orang yang  kelmarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu, berkata: "Aduhai benarlah Allah  melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan  menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan kurnia-Nya atas kita benar-benar  Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang  yang mengingkari (nikmat Allah).' Negeri akhirat itu. Kami jadikan untuk  orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerosakan di (muka)  bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. "  (QS. al-Qashash: 76-83)
Orang-orang dahulu banyak membicarakan ilmu ini yang Qarun  mengklaim bahawa ia diberi ilmu itu. Sebahagian mereka mengatakan bahawa itu  adalah ilmu kimia yang dengannya Qarun mampu mengubah tembaga menjadi emas.  Sebahagian lagi mereka mengatakan bahawa Qarun mengetahui ismullah al-A'zham  (nama Allah yang agung) lalu ia menggunakannya untuk mengubah bahan-bahan itu  menjadi emas. Tetapi orang-orang yang berakal dari kalangan orang-orang dahulu  membantah hal itu. Menurut mereka, Qarun tidak mengetahui ismullah al-A'zham.  Qarun adalah seorang munafik. Mereka juga tidak percaya bahawa Qarun dapat  membuat racikan kimia.
Kami  kira, ini semua adalah dongengan semata yang tidak layak untuk menjelaskan  sebab-sebab kekayaannya. Menurut hemat kami, Qarun adalah seorang yang lalim di  mana ia melakukan pekerjaan yang tidak sehat. Dan boleh jadi ia memanfaatkan  persahabatan dengan Fir'aun untuk mendapatkan fasiliti-fasiliti dari Fir'aun.  Dan kerana persahabatan itu, ia berani menentang Musa. Qarun melakukan kejahatan  di sana-sini dan kerananya ia mengatakan bahawa harta yang diperolehnya adalah  hasil dari kerja kerasnya dan ilmunya. Qarun telah membuat kebohongan dan  kelaliman dan ia mendapatkan kekayaan dengan cara-cara yang tidak  sehat.
Penyimpangan dari keimanan kepada Allah s.w.t meskipun  sehujung rambut pada akhirnya menyeret manusia kepada sikap kesombongan. Manusia  itu akan menentang kebenaran dan ia tidak mampu lagi mengikuti kebenaran  sehingga pada gilirannya sesuatu yang bohong pun akan menjadi laksana sesuatu  yang realistik dan tidak perlu lagi dipersoalkan. Belum lama Qarun mendapatkan  seksa sehingga orang- orang mukmin yang mengikuti Nabi Musa merasakan kelapangan  yang sebelumnya mereka merasa tertindas. Orang-orang Mesir dan anak-anak Israil  menyaksikan mukjizat ini.
Akhirnya, pertentangan antara Fir'aun dan Nabi Musa  mencapai puncaknya. Fir'aun meyakini bahawa Musa sangat mengancam kekuasaannya.  Musa - sebagaimana nabi-nabi yang lain - membawa ajarannya dengan penuh  kelembutan tetapi ketika ia berhadapan dengan puncak kejahatan dan sumber-sumber  yang lalim maka ia tidak segan- segan untuk menghancurkannya. Nabi Musa  menantang sumber kejahatan di zamannya, yaitu Fira'un. Kemudian Fir'aun  melontarkan ide untuk membunuh Musa. Fir'aun mengira bahawa membunuh Musa adalah  cara satu-satunya untuk menyelesaikan masalahnya:
"Dan berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya):  'Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, kerana  sesungguhnya aku khuatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerosakan di  muka bumi.'" (QS. al-Mu'min: 26)
Kita  perhatikan bahawa Fir'aun berusaha untuk mencegah orang-orang yang menuju  kebenaran; Fir'aun berusaha memberhentikan tugas para nabi; ia berusaha  menyesatkan manusia dengan mengatakan bahawa justru Musa yang ingin menyesatkan  mereka; ia mengusulkan kepada para menterinya dan para pembesarnya untuk  membiarkannya membunuh Musa. Tentu ia tidak membunuh Musa dengan tangannya  sendiri tetapi ia hanya sekadar melontarkan fikiran untuk membunuhnya di depan  mereka dan yang melaksanakan hal tersebut adalah para pejabat istana. Kami kira  Haman sangat berperan dalam pelaksanaan ide ini. Kemudian terbentuklah kelompok  orang-orang munafik yang mendukung ide Fir'aun ini.
Ide  tersebut hampir segera dibenarkan kalau tidak ada seorang dari keluarga Fir'aun.  Ia adalah seorang lelaki dari kalangan pejabat negara yang terpandang. Al-Quran  tidak menyebutkan namanya kerana namanya tidak begitu penting dan begitu juga ia  tidak menyebutkan sifatnya kerana sifatnya tidak begitu penting. Al-Quran hanya  menceritakan keadaan lelaki ini yang menyembunyikan keimanannya. Ia berbicara di  tengah-tengah perkumpulan yang di situ disampaikan ide untuk membunuh Musa.  Kemudian ia menghentikan ide gila itu dan berusaha meruntuhkan ide itu. Ia  berkata bahawa Musa hanya mengatakan bahawa Allah s.w.t adalah Tuhannya, lalu  untuk mendukung penyataannya itu ia membekali dirinya dengan bukti-bukti yang  jelas yang menunjukkan bahawa ia benar-benar seorang rasul. Kemudian ada dua  kemungkinan dan tidak ada kemungkinan ketiga: pertama bahawa Musa adalah seorang  pembohong, kedua ia seorang yang benar. Jika ia seorang pembohong maka  kebohongannya itu akan kembali kepada dirinya sendiri dan ia tidak melakukan  sesuatu yang kerananya ia harus dibunuh. Namun jika ia benar lalu kita  membunuhnya maka gerangan apa yang akan menjamin kita dari keselamatan terhadap  azab yang dijanjikannya? Seorang mukmin yang menyembunyikan keimanannya itu  berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya hari ini kita berada di tempat-tempat  kekuatan sebagaimana yang dialami oleh Qarun di mana ia memiliki kekayaan dan  kekuatan kemudian terjadilah apa yang terjadi padanya. Siapakah yang akan  menyelamatkan kita dari azab Allah s.w.t ketika datang? Siapakah yang dapat  menolong kita dari seksaan-Nya jika menimpa kita? Tindakan melampaui batas kita  dan usaha kita untuk membohongkan kebenaran telah membuat kita  rugi."
Perkataan lelaki mukmin itu memuaskan para hadirin. Orang  lelaki itu adalah seseorang yang tidak begitu menampakkan loyalitinya kepada  Fir'aun. Ia bukan dari kalangan pengikut Musa. Tampaknya ia berbicara dengan  motivasi untuk mempertahankan kekuasaan Fir'aun, dan menurutnya tidak ada  sesuatu yang dapat menjatuhkan kekuasaan Fir'aun seperti kebohongan dan tindakan  yang melampaui batas dan membunuh jiwa-jiwa yang tidak  berdosa.
Dari  sinilah kata-kata lelaki mukmin itu memancarkan kekuatannya yang cukup  mempengaruhi Fir'aun, para menterinya, dan anak buahnya. Meskipun ide Fir'aun  untuk membunuh Musa digagalkan oleh lelaki mukmin itu, namun Fir'aun mengatakan  kata-kata bersejarahnya yang kemudian menjadi contoh dari sikap orang-orang yang  lalim:
"Fir'aun berkata: Aku tidak mengemukakan kepadamu,  melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain  jalan yang benar.'" (QS. al-Mu'min: 29)
Demikianlah pernyataan para penguasa yang lalim ketika  mereka menghadapi masyarakat mereka. Aku tidak melihat pendapatku kecuali sesuai  dengan apa yang aku pertimbangkan. Ini adalah pendapat kami yang khusus. Ia  merupakan pendapat yang membimbing kalian menuju jalan petunjuk, sedangkan  pendapat lainnya salah. Oleh kerana itu, kita harus tetap melawannya dan  membinasakannya. Allah s.w.t menceritakan sikap demikian ini dalam surah  Ghafir:
"Dan seorang laki-laki yang beriman di antara  pengikut-pengikut Fir'aun yang menyembunyikan imannya berkata: 'Apakah kamu akan  membunuh seorang laki-laki kerana dia menyatakan: 'Tuhanku ialah Allah,' padahal  dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan  jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan  jika ia seorang yang benar nescaya sebahagian (bencana) yang diancamkannya  kepadamu akan menimpamu.' Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang  melampaui batas lagi pendusta. (Musa berkata): 'Hai kaumku, untukmu lah kerajaan  pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita  dari azab Allah jika azab itu menimpa kita!' Fir'aun berkata: 'Aku tidak  mengemukakan kepadamu, melainkan apa saja yang aku pandang baik; dan aku tiada  menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.'" (QS. al-Mu'min  28-29)
Perdebatan tersebut tidak berhenti pada batas ini. Fir'aun  mengutarakan kata-katanya tetapi seorang mukmin itu tetap tidak puas dengannya,  kemudian lelaki mukmin itu kembali berbicara:
"Dan orang yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku,  sesungguhnya aku khuatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti kehancuran golongan  yang bersekutu. (Yakni) seperti keadaan kaum Nuh, Ad Tsamud dan orang-orang yang  datang sesudah mereka. Dan Allah tidak akan menghendaki berbuat kelaliman  terhadap hamba-hamba-Nya. Hai kaumku, sesungguhnya aku khuatir terhadapmu akan  seksaan hari panggil-memanggil, (yaitu) hari (ketika) kamu (lari) berpaling ke  belakang, tidak ada bagimu seorang pun yang menyelamatkan dirimu dari (azab)  Allah, dan siapa yang disesatkan Allah, nescaya tidak ada baginya seorang pun  yang akan memberi petunjuk. Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan  membawa keterangan- keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang  apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata: 'Allah  tidak akan mengirimkan seorang (rasul pun) sesudahnya. Demikianlah Allah  menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu. (Yaitu) orang-orang  yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat  besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang  beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan  sewenang-wenang." (QS. al-Mu'min: 30-35)
Kita  perhatikan dalam pembicaraan tersebut terdapat perbezaan dengan pembicaraan  sebelumnya. Lelaki mukmin itu berusaha menguraikan pada pembicaraan akhirnya  tentang bukti-bukti sejarah. Ia menyampaikan kepada Firaun dan kaumnya  argumentasi-argumentasi yang cukup untuk menunjukkan kebenaran Musa. Ia  memperingatkan mereka agar jangan sampai mengganggu Musa. Sebelum masa mereka,  terdapat umat-umat yang menentang rasul-rasul yang dikirim oleh Allah s.w.t,  lalu Allah s.w.t menghancurkan mereka. Mereka adalah kaum Nuh, kaum 'Ad, dan  kaum Tsamud. Zaman mereka tidak terlalu jauh dengan zaman  sekarang.
Sejarah  Mesir menunjukkan bukti kebenaran ucapannya di mana Nabi Yusuf datang dengan  membawa bukti yang jelas kemudian terdapat orang-orang yang merugikan dakwahnya  lalu mereka beriman padanya setelah keselamatan hampir saja tercabut dari  mereka. Lalu apa keanehan di balik pengutusan para rasul dari Allah s.w.t?  Sejarah masa lalu harus menjadi bahan renungan. Bukankah kelompok minoriti  orang- orang mukmin memperoleh kemenangan ketika mereka benar-benar beriman atas  kelompok majoriti yang kafir? Bukankah Allah s.w.t telah menghancurkan orang-  orang kafir? Allah s.w.t menenggelamkan mereka dengan taufan dan Allah s.w.t  menghancurkan mereka dengan kilat atau Allah s.w.t menenggelamkan mereka dalam  bumi. Apa yang kita tunggu sekarang dan dari mana kita tahu bahawa usaha kita  membela Fir'aun mati-matian akan membawa keuntungan bagi kita  semua?
Pembicaraan lelaki mukmin yang intelektual itu mengandung  beberapa peringatan yang mengerikan. Tampaknya ia berhasil memuaskan para  hadirin bahawa ide membunuh Musa adalah ide yang tidak aman. Atau dengan kata  lain, itu adalah ide yang tidak menjamin keselamatan mereka. Oleh kerana itu,  ide tersebut hendaklah ditinggalkan. Setelah itu, lelaki mukmin itu berusaha  untuk menunjukkan kepada mereka kebenaran yang dibawa oleh Musa. Ia yang semula  menggunakan bahasa isyarat, kini berusaha untuk menggunakan bahasa yang terang  dan gamblang. Ia telah berani menampakkan kebenaran:
"Orang yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku, ikutilah aku,  aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya  kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat  itulah negeri yang kekal. Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia  tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa  mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki mahupun perempuan sedang ia dalam  keadaan beriman, maka mereka akan masuk syurga, mereka diberi rezeki di dalamnya  tanpa hisab.'" (QS. al-Mu'min: 38-40)
Akhirnya, keimanan lelaki mukmin itu pun tersingkap. Ia  diketahui sebagai seorang mukmin yang tidak lagi menyembunyikan keimanannya.  Pada akhir pembicaraannya, ia menegaskan:
"Hai  kaumku, bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu  menyeru aku ke neraka? (Mengapa) kamu menyeruku kafir kepada Allah dan  mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak aku ketahui padahal aku menyeru kamu  (beriman) kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun? Sudah pasti bahawa apa  yang kamu seru supaya aku (beriman) kepadanya tidak dapat memperkenankan seruan  apa pun baik di dunia mahupun di akhirat. Dan sesungguhnya kita kembali kepada  Allah dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni  neraka. Kelak kamu akan mengingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku  menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan  hamba-hamba-Nya." (QS. al-Mu'min: 41-44)
Lelaki  mukmin itu mengakhiri pembicaraan dengan kata-kata yang berani ini. Kami kira,  Allah s.w.t telah mengirim lelaki mukmin ini dari kalangan Fir'aun agar Fir'aun  melupakan Musa. Konteks Al-Quran menyingkap bahawa lelaki ini merupakan salah  seorang intelektual Mesir yang mengetahui sejarah dan mampu menganalisis serta  memiliki kemampuan untuk menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa yang lain  sehingga ia mengetahui sebab-sebab dan akhir dari suatu  peristiwa.
Orang  yang beriman itu mampu menggiring akal mereka menuju kebenaran. Fir'aun  tersibukkan dengan lelaki mukmin ini hingga beberapa saat ia lupa untuk  memikirkan Musa. Lelaki mukmin itu berasal dari keluarga Fir'aun. Ia adalah  kerabat dekatnya dan salah seorang pejabat negaranya. Keimanannya terhadap  kebenaran menjadikan istana Fir'aun terbagi menjadi dua kubu: kubu pro Musa dan  kubu anti Musa. Ini bererti kemenangan yang besar bagi Musa. kerana itu,  membunuh lelaki mukmin itu akan mengganggu atau menggoyangkan keberadaan  cendekiawan Mesir di mana ia adalah salah seorang dari  mereka.
Demikianlah, Fir'aun menghadapi masalah yang rasa-rasanya  sulit atau mustahil untuk terpecahkan. Membunuh lelaki mukmin itu tidak akan  memberikan dampak yang baik, begitu juga membiarkannya hidup juga tidak  memberikan dampak yang baik. Akhirnya, mereka membikin suatu konspirasi untuk  menyingkirkannya. Kemudian di sinilah bimbingan Allah s.w.t  diturunkan:
"Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka,  dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk." (QS. al-Mu'min:  45)
Untuk  beberapa saat, Fir'aun disibukkan dengan masalah baru ini, tetapi Fir'aun adalah  Fir'aun. Ia tetap memakai busana kesombongannya; ia tetap menyeksa Bani Israil,  menghina mereka dan menodai kehormatan wanita-wanita serta membunuh anak-anak.  Akhirnya, tibalah waktunya bagi Allah s.w.t untuk bersikap keras kepada keluarga  Fir'aun. Allah s.w.t menurunkan bencana kepada mereka dan menakut-nakuti mereka  dengan azab sehingga mereka mengurungkan niat untuk menghancurkan Musa dan  laki-laki mukmin itu, dan sebagai pembuktian atas kebenaran kenabian Musa. Allah  s.w.t menurunkan tahun-tahun yang kering dan tandus kepada orang-orang Mesir di  mana bumi tampak kering kontang dan sungai Nil pun mengering hingga buah-buahan  jarang sekali ditemukan dan harga semakin mencekik leher. Akibatnya, kelaparan  melanda di sana-sini. Dalam keadaan demikian, orang-orang Mesir menganggap  bahawa kehidupan mereka terancam. Adalah hal yang maklum bahawa seksa yang  seperti ini akan selalu menimpa manusia ketika mereka berpaling dari keimanan  dan takwa.
Allah  s.w.t berfirman:
"Jikalau sekitarnya penduduk negeri-negeri beriman dan  bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan  bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami seksa mereka  disebabkan perbuatannya." (QS. al-A'raf: 96)
Hukum  yang lama diperlakukan atas penduduk Mesir kerana dua sebab: pertama, sikap  dingin mereka terhadap pembunuhan yang dilakukan Fir'aun kepada para tukang  sihir, kedua, sikap dingin mereka terhadap kelaliman penguasa mereka. Aneh  sekali ketika kaum Fir'aun mengembalikan masa paceklik ini dan musibah kelaparan  ini pada suatu sebab yang sangat menghairankan. Mereka mengatakan bahawa apa  yang menimpa mereka kerana kesialan yang dibawa oleh Musa. Kelaparan yang  melanda mereka, kefakiran, dan kekurangan buah-buahan yang mereka rasakan saat  ini adalah disebabkan oleh adanya Musa di tengah-tengah  mereka.
Kemudian  kefakiran mereka semakin meningkat dan mereka semakin menjauh dari kebenaran.  Mereka meyakini bahawa sihir Musa adalah yang bertanggungjawab terhadap apa yang  menimpa mereka pada musim paceklik ini. Mereka mengira dengan kebodohan mereka  bahawa kekeringan yang melanda negeri mereka adalah sebagai alat atau kekuatan  yang digunakan oleh Musa untuk menyihir mereka. Namun perlu diperhatikan bahawa  pemikiran demikian tidak mewakili pemikiran umumnya masyarakat saat itu, tetapi  pemikiran ini datang dan dihembuskan oleh kelompok-kelompok yang berkuasa.  Akhirnya, Allah s.w.t menurunkan azab yang lebih keras kepada mereka. Allah  s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan)  kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan  buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. Kemudian apabila datang kepada  mereka kemakmuran, mereka berkata: 'Ini adalah kerana (usaha) kami.' Dan jika  mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan  orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah  ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan neraka tidak mengetahuinya. Mereka  berkata: 'Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir  kami dengan keterangan itu maka, kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.'  Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai  bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum  yang berdosa. (QS. al-A'raf: 130-133)
Allah  s.w.t mengirimkan berbagai macam azab dengan harapan agar mereka kembali kepada  Allah s.w.t dan melepaskan Bani Israil serta membiarkan mereka pergi bersama  Musa. Allah s.w.t mengirim taufan kepada mereka. Setelah masa paceklik,  datanglah tahun yang penuh dengan air sehingga bumi pun tenggelam dengan air  sehingga mereka tidak dapat bercucuk tanam. Setelah mereka diseksa dengan  sedikitnya air maka kali ini mereka mendapatkan limpahan air yang luar biasa.  Mereka segera datang kepada Nabi Musa sambil berkata:
"Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan  itu) mereka pun berkata: 'Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan  (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika  kamu dapat menghilangkan azab itu dari kami, pasti kami akan beriman kepadamu  dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu.'" (QS. al-A'raf:  134)
Kemudian  Nabi Musa berdoa kepada Tuhannya sehingga azab disingkirkan dari mereka. Air  yang memancar dengan dahsyat itu berhenti dan bumi kembali mengambil air yang  cukup sehingga layak untuk dibuat bercucuk tanam. Nabi Musa meminta kepada  mereka untuk mewujudkan janji mereka, yaitu melepaskan tawanan Bani Israil. Tapi  mereka tidak memenuhinya. Kemudian datanglah tanda kebesaran yang lain yaitu  dalam bentuk turunnya belalang. Allah s.w.t mengirim sekawanan belalang yang  memenuhi tanaman dan buah-buahan. Ketika belalang- belalang itu terbang maka  tanaman-tanaman mereka dan buah-buahan mereka tersembunyi dari pandangan kerana  saking banyaknya belalang- belalang itu. Belalang itu memakan makanan  orang-orang Mesir.
Melihat  keadaan demikian, mereka pun pergi ke Musa dan meminta kepadanya agar berdoa  kepada Tuhannya agar menyingkirkan seksaan ini dari mereka dan mereka berjanji  untuk melepaskan padanya Bani Israil. Nabi Musa pun lagi-lagi berdoa kepada  Tuhannya sehingga Allah s.w.t menyingkirkan azab itu dari mereka. Dan  belalang-belalang itu kembali ke tempat asalnya. Mereka dapat menanami kembali  bumi dengan baik. Lalu Nabi Musa meminta kepada mereka untuk melepaskan Bani  Israil namun mereka menunda-nundanya sehingga Nabi Musa mengetahui bahawa  sebenarnya mereka tidak serius untuk memenuhi janji mereka.
Kemudian  datanglah seksaan Allah s.w.t yang lain, yaitu dikirim-Nya berbagai macam hama.  Tersebarlah hama yang membawa penyakit. Lagi- lagi mereka datang kepada Nabi  Musa dan mengulangi janji mereka dan Nabi Musa pun berdoa kepada Allah s.w.t.  Kali ini mereka pun tetap mengingkari janji mereka. Lalu datanglah seksaan Allah  s.w.t yang lain dalam bentuk dikirim-Nya katak di mana bumi dipenuhi dengan  katak. Katak itu melompat-lompat ke sana-sini dan memenuhi makanan orang- orang  Mesir serta berada di rumah mereka sehingga mereka sangat terganggu dengan  kehadiran katak-katak liar itu. Lagi-lagi mereka menemui Nabi Musa dan kembali  mengulangi janji mereka dan meminta padanya agar ia berdoa kepada Tuhannya agar  Allah s.w.t menyingkirkan azab dari mereka. Tetapi mereka pun tetap mengingkari  janji mereka. 
Selanjutnya, Allah s.w.t menurunkan azab yang lain yaitu  darah di mana sungai Nil berubah menjadi darah sehingga tidak seorang pun dapat  meminumnya. Kita ketahui bahawa mukjizat-mukjizat pertama berupa sesuatu yang  biasa terjadi pada tanaman. Berkurangnya air Nil atau bertambahnya air tersebut  atau serangan belalang atau hama dan katak, semua ini adalah bukan hal baru bagi  orang-orang Mesir. Yang baru adalah kejadian ini terjadi dengan sangat tiba-tiba  dan sangat mencekam. Sedangkan mukjizat atau azab yang lain adalah azab yang  tidak biasa terjadi di daerah Mesir, yaitu azab yang belum pernah terjadi  sebelumnya di mana air sungai Nil berubah menjadi darah.
Perubahan sungai itu menjadi darah hanya terjadi di  kalangan orang- orang Mesir sedangkan Musa dan kaumnya dapat meminum airnya  seperti biasanya. Namun ketika seorang Mesir memenuhi tempat gelasnya dengan air  maka ia akan mendapati bahawa gelasnya penuh dengan darah. Melihat peristiwa  tersebut, orang-orang Mesir tergoncang sebagaimana istana Fir'aun juga  tergoncang melihat seksa yang mengerikan dan baru ini. Lagi-lagi mereka menuju  ke Nabi Musa dan meminta kepadanya agar berdoa kepada Tuhannya dan mereka  berjanji pada kali ini untuk membebaskan orang-orang Bani Israil. Nabi Musa pun  berdoa kepada Tuhannya sehingga azab itu disingkirkan dari orang-orang Mesir.  Meski demikian. istana Fir'aun tidak mengizinkan Musa untuk menemui kaumnya dan  pergi bersama mereka. Lalu bagaimana sikap Fir'aun sendiri? Fir'aun tetap  menunjukkan pembangkangnya dan kesombongannya. Fir'aun mengumumkan di  tengah-tengah kaumnya bahawa dia tuhan. Bukankah - kata Fir'aun - dia memiliki  kerajaan Mesir dan sungai-sungai ini mengalir di bawah kekuasaannya? Fir'aun  memberitahu bahawa Musa adalah tukang sihir yang bohong dan ia hanya seorang  fakir yang tidak mampu menggunakan satu kalung emas dan satu gelang  emas.
Allah  s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa  mukjizat-mukjizat Kami kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa  berkata: 'Sesungguhnya aku adalah dari utusan Tuhan seru sekalian alam. Maka  tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami dengan  serta merta mereka mengetawakannya. Dan tidakkah Kami perlihatkan kepada mereka  sesuatu mukjizat kecuali mukjizat itu lebih besar dari mukjizat-mukjizat  sebelumnya. Dan Kami timpakan kepada mereka azab supaya mereka kembali (kejalan  yang benar). Dan mereka berkata: 'Hai ahli sihir berdoalah kepada Tuhanmu untuk  (melepaskan) kami sesuai dengan apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu;  sesungguhnya kami (jika doamu dikabulkan) benar-benar akan menjadi orang yang  mendapat petunjuk. Maka tatkala Kami menghilangkan azab itu dari mereka, dengan  serta merta mereka memungkiri (janjinya). Dan Fir'aun berseru kepada kaumnya  (seraya) berkata: 'Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan  (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak  melihat(nya)?' Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir  tidak dapat dijelaskan (perkataannya)? Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang  dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya.' Maka  Fir'aun mempengaruhi kaumnya dengan (perkataannya itu) lalu mereka patuh  kepadanya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik." (QS. az-Zukhruf:  46-54)
Perhatikanlah ungkapkan Al-Quran: Maka Fir'aun mempengaruhi  kaumnya dengan (perkataannya itu) lalu mereka patuh kepadanya. Fir'aun memenjara  akal mereka, membelenggu kebebasan mereka, dan menutup masa depan mereka yang  cerah. Fir'aun menodai kemanusiaan mereka sehingga mereka mentaatinya. Bukankah  ketaatan ini aneh? Namun keanehan ini hilang ketika kita mengetahui bahawa  mereka adalah orang- orang yang fasik. Kefasikan menjadikan seseorang tidak  peduli dengan masa depannya dan kepentingannya serta urusannya. Pada akhirnya,  ia akan mendapati kehancuran. Demikianlah yang terjadi pada kaum  Fir'aun.
Allah  s.w.t berfirman:
"Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum  mereka lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut), dan Kami jadikan mereka  sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian." (QS. az-Zukhruf:  55-56)
Tampak  jelas bahawa Fir'aun tidak beriman kepada Musa. Fir'aun tidak menghentikan usaha  untuk menyeksa Bani Israil dan ia tetap merendahkan kaumnya. Maka melihat  kenyataan yang demikian, Musa dan Harun berdoa buruk untuk  Fir'aun:
"Musa berkata: 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah  memberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya dengan perhiasan dan harta  kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan  (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan  kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat  seksaan yang pedih.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya telah diperkenankan  permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan  janganlah sekali-kali mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui.'" (QS.  Yunus: 88-89)
Kemudian  datanglah izin kepada Nabi Musa untuk meninggalkan Mesir dengan disertai oleh  kaumnya yang mengikutinya. Sikap kaum Nabi Musa sangat aneh. Tidak semua kaumnya  beriman kepadanya. Allah s.w.t berfirman:
"Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan pemuda-  pemuda dari kaumnya (Musa) dalam keadaan takut bahawa Fir'aun dan pemuka-pemuka  kaumnya akan menyeksa mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu sewenang-wenang di muka  bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang melampaui batas." (QS.  Yunus: 83)
Selesailah urusan. Allah s.w.t telah menetapkan untuk  membuat suatu keputusan hukum terhadap Fir'aun. Allah s.w.t memerintahkan kepada  Musa untuk keluar dan mengizinkan Bani Israil untuk pergi. Mereka  bersiap-bersiap untuk keluar dan pergi bersama Musa. Mereka membawa  perhiasan-perhiasan mereka lalu datanglah malam kepada mereka. Nabi Musa  berjalan bersama mereka dan menyeberangi Laut Merah dan menuju ke negeri Syam.  Sementara itu, utusan Fir'aun dan intelejennya bergerak. Sampailah berita kepada  Fir'aun bahawa Musa telah pergi beserta kaumnya. Fir'aun mengeluarkan  perintahnya di segenap penjuru kota agar pasukan yang besar berkumpul. Fir'aun  menyampaikan alasan yang aneh di balik pengumpulan tentera itu sebagaimana  disampaikan oleh Al-Quran:
"Dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan  amarah kita. " (QS. asy-Syu'ara': 55)
Fir'aun  telah naik pitam melihat aksi Musa. "Secara peribadi aku telah marah padanya.  Jumlah mereka sedikit namun kemarahan kita terhadap mereka sungguh banyak. Kalau  demikian, ini adalah peperangan." Fir'aun benar-benar seorang penjahat kelas  kakap. Ia tidak berusaha menyembunyikan niatnya di balik kata-kata besarnya.  Misalnya, secara diplomasi ia dapat mengatakan bahawa keamanan kerajaan terancam  atau sistem ekonomi akan hancur jika para pekerja ini yang digaji dengan sangat  murah ini akan keluar. Fir'aun tidak mengatakan semua itu tetapi ia hanya  menyatakan bahawa ia sedang emosi. Nabi Musa membuatnya naik pitam dan ini sudah  cukup untuk mengeluarkan perintah agar para tentera dikumpulkan. Manusia  membenarkan tindakan Fir'aun untuk seribu kalinya setelah membohongkannya. Tiada  seorang pun yang menentangnya dan tidak ada seorang pun yang mempersoalkan sebab  kenapa di balik pengumpulan tentera itu.
Akhirnya, bergeraklah tentera Fir'aun dengan membawa  persenjataan yang lengkap dan mereka berusaha mengejar Nabi Musa. Fir'aun duduk  di atas kenderaan perangnya dan mengawasi tentera di sekitamya sambil tersenyum.  Barangkali ia membayangkan, jika sejak semula ia melakukan itu maka gerak-geri  Musa akan dapat dipatahkannya dan ia dapat membunuhnya. Alhasil, ia sekarang  berada di jalan untuk menangkap Musa dan membunuhnya dan menyelesaikan masalah  seluruhnya.
Nabi  Musa berdiri di depan Laut Merah. Tampak dari kejauhan bahawa debu yang  ditebarkan oleh tentera Fir'aun mulai mendekat. Lalu setelah itu tampak  panji-panji tentera. Melihat hal itu, kaum Nabi Musa merasakan ketakutan. Mereka  menghadapi situasi sangat sulit dan berbahaya: di depan mereka ada laut  sementara di belakang mereka ada musuh. Mereka tidak memiliki kesempatan sedikit  pun untuk berperang dengan pasukan Fir'aun kerana mereka hanya terdiri dari  wanita-wanita, anak-anak kecil, dan orang-orang lelaki yang tidak bersenjata.  Fir'aun akan menyembelih mereka semuanya.
Tiba-tiba terdengarlah teriakan dari kaum Nabi Musa:  "Fir'aun akan menyusul kita dan menangkap kita." Nabi Musa berusaha menenangkan  mereka sambil berkata: "Tidak. Sesungguhnya Tuhanku bersamaku dan Dia pun akan  membimbingiku." Kita tidak mengetahui bagaimana perasaan Nabi Musa saat itu atau  apa yang difikirkannya. Yang jelas, ia tidak mendapat kepercayaan seperti ini  kecuali setelah Allah s.w.t mewahyukan kepadanya agar ia memukulkan tongkatnya  ke lautan itu. Kemudian Nabi Musa pun memukulkan tongkat yang dibawanya kepada  lautan itu.
Demikianlah bahawa kehendak Allah s.w.t pasti terlaksana  meskipun harus bertentangan dengan logik manusia. Allah s.w.t ingin menunjukkan  mukjizat, kemudian Allah s.w.t mewahyukan kepada Musa untuk memukulkan  tongkatnya kepada lautan. Pemukulan tongkat terhadap lautan hanya sekadar sebab  yang kemudian diikuti dengan terbelahnya lautan. Belum sampai Nabi Musa  mengangkat tongkatnya sehingga malaikat Jibril turun ke bumi lalu Nabi Musa  memukulkan tongkatnya ke lautan. Tiba-tiba laut itu terbelah menjadi dua  bahagian: satu bahagian menjadi kering kontang di mana di sebelah kanannya  terdapat ombak dan di sebelah kirinya juga terdapat ombak. Nabi Musa bersama  kaumnya berjalan sehingga mereka dapat melewati lautan. Ini adalah mukjizat yang  sangat besar. Ombak bergelombang: meninggi dan menurun sehingga tampak ada  tangan tersembunyi yang mencegahnya agar jangan sampai menenggelamkan Nabi Musa  atau bahkan membasahinya sekalipun.
Demikianlah Nabi Musa dan kaumnya berhasil melewati lautan.  Sementara itu, Fir'aun sampai ke lautan. Ia menyaksikan mukjizat ini. Ia melihat  lautan terdapat jalan kering yang terbelah menjadi dua. Fir'aun saat itu  merasakan ketakutan tetapi lagi-lagi keras kepalanya dan pembangkangnya tetap  menyalakan api peperangan sehingga ia menyuruh pasukannya untuk maju. Ketika  Musa selesai menyeberangi lautan, ia menoleh ke lautan dan ia ingin memukulkan  dengan tongkatnya sehingga kembali sebagaimana mestinya, tetapi Allah s.w.t  mewahyukan kepadanya agar ia membiarkan lautan seperti semula. Seandainya ia  memukulkan tongkatnya kepada lautan dan laut itu kembali seperti semula nescaya  Nabi Musa akan selamat dan Fir'aun pun akan selamat, sedangkan Allah s.w.t telah  berkehendak untuk menenggelamkan Fir'aun. Oleh kerana itu, Musa diperintahkan  untuk membiarkan lautan seperti semula. Allah s.w.t mewahyukan  kepadanya:
"Dan biarlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka  adalah tentera yang akan ditenggelamkan." (QS. ad-Dukhan:  24)
Fir'aun  bersama tenteranya sampai di tengah lautan. Ia sudah melewati separuhnya dan ia  akan sampai ke tepi yang lain. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepada Jibril.  Lalu Jibril menggerakkan ombak sehingga ombak itu menerpa Fir'aun dan  menenggelamkannya beserta tenteranya. Fir'aun dan tenteranya tenggelam.  Pembangkang telah tenggelam sedangkan keimanan kepada Allah s.w.t telah  selamat.
Ketika  tenggelam, Fir'aun melihat tempatnya di neraka. Kini. ia sedar dan tabir telah  terkuak di depannya. Fir'aun telah menjemput sakaratul maut. Ia telah menyedari  bahawa Musa adalah seorang yang benar dan ia telah menyia-nyiakan dirinya dengan  menentangnya dan berusaha memeranginya. Fir'aun berusaha menunjukkan  keimanannya.
"Hingga bila Fir'aun itu hampir tenggelam berkatalah dia:  'Saya percaya bahawa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani  Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).'" (QS.  Yunus: 90)
Taubat  Fir'aun tidak berguna dan tidak diterima; taubat yang justru disampaikan ketika  ia menyaksikan azab dan akan memasuki pintu kematian. Jibril berkata  kepadanya:
"Apakah  sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah derhaka sejak  dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerosakan." (QS. Yunus:  91)
Yakni,  tidak ada taubat bagimu. Sungguh telah selesai waktu taubat bagimu dan engkau  telah binasa. Selesailah urusan ini dan tiadalah keselamatan bagimu. Yang  selamat hanyalah tubuhmu dan engkau akan dilemparkan oleh ombak ke tepi sehingga  tubuhmu sebagai bukti kebesaran Allah s.w.t bagi orang-orang yang hidup  sesudahmu:
"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu  dapat menjadi peringatan bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya  kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami." (QS. Yunus:  92)
Apa yang  terjadi pada Fir'aun merupakan sunatullah yang abadi yang terjadi sebagai  pelajaran bagi hamba-hamba Allah s.w.t.
Allah  s.w.t berfirman:
"Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata:  'Kami beriman hepada Allah saja dan kami kafir kepada sembahan- sembahan yang  telah kami persekutukan dengan Allah.'" (QS. al- Mu'min:  84)
Allah  s.w.t menceritakan sikap Fir'aun bersama Musa dalam  firman-Nya:
"Dan Kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa: 'Pergilah di  malam hari dengan membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), kerana sesungguhnya kamu  sekalian akan disusuli. Kemudian Fir'aun mengirimkan orang yang mengumpulkan  (tenteranya) ke kota-kota. (Fir'aun berkata): 'Sesungguhnya mereka (Bani Israil)  benar-benar golongan kecil-kecil, dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang  menimbulkan amarah kita, dan sesungguhnya kita benar-benar golongan yang selalu  berjaga-jaga.' Maka Kami keluarkan Fir'aun dari kaumnya dari taman-taman dan  mata air, dan (dari) perbendaharaan dan kedudukan yang mulia, demikianlah halnya  dan Kami anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil. Maka Fir'aun dan bala  tenteranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah kedua  golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut- pengikut Musa: 'Sesungguhnya  kita benar-benar akan disusul.' Musa menjawab: 'Sekali-kali kita tidak akan  tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk  kepadaku.' Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain. Dan Kami selamatkan  Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan  yang lain itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu  tanda yang besar (mukji- zat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak beriman.  Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha  Penyayang." (QS. asy-Syu'ara': 52-68)
Tersingkaplah kejahatan dan kelaliman Fir'aun. Ombak lautan  menggiring tubuhnya ke tepi. Kami tidak mengetahui tepi mana yang dimaksud, yang  menggiring tubuh seseorang yang mengaku dirinya sebagai tuhan; seseorang yang  tidak ada seorang pun yang berani menentangnya. Diduga kuat bahawa ombak  menggiring jasadnya ke tepi barat lalu orang-orang Mesir melihatnya dan  mengetahui bahawa tuhan mereka yang mereka sembah, yang mereka taati adalah  sekadar seseorang yang tidak mampu menjauhkan kematian dari  lehernya.
Setelah  itu, orang-orang Mesir mengetahui kebenaran secara sempurna. Al-Quran al-Karim  tidak menceritakan kepada kita apa yang mereka perbuat setelah jatuhnya rejim  Fir'aun dan setelah tenteranya tenggelam; Al-Quran tidak menceritakan kepada  kita bagaimana reaksi mereka setelah Allah s.w.t menghancurkan apa yang  diperbuat oleh Fir'aun dan kaumnya dan apa yang mereka bangun; Al-Quran tidak  menyinggung semua itu; Al-Quran justru memfokuskan keadaan Musa dan Harun dan  bagaimana peristiwa yang dialami Bani Israil bersama kedua nabi  itu.
Fir'aun  Mesir telah mati. Ia tenggelam di hadapan mata orang-orang Mesir dan Bani  Israil. Meskipun ia telah mati, tetapi pengaruhnya tetap membekas pada jiwa  orang-orang Mesir dan Bani Israil. Sungguh sangat sulit untuk menghilangkan  pengaruh kehinaan yang sekian lama atau sekian tahun tertanam dalam jiwa dan  kemudian jiwa itu menjadi mulia. Fir'aun telah menanamkan pada jiwa Bani Israil  sesuatu yang akan kita ketahui dari ayat-ayat Al-Quran. Fir'aun telah  membiasakan mereka untuk mendapatkan kehinaan. Fir'aun telah menghancurkan jiwa  mereka dari dalam. Fir'aun telah merosak suasana rohani mereka yang bersih.  Fir'aun telah merosak fitrah mereka sehingga mereka menyeksa Musa dan menyakiti  Musa dengan sikap penentangan dan kebodohan.
Mukjizat  pembelahan lautan masih segar di fikiran mereka. Pasir-pasir laut yang basah  masih membekas dan masih terdapat dalam sandal- sandal Bani Israil ketika mereka  lewat di depan kaum yang menyembah berhala. Seharusnya mereka menampakkan  kemarahan mereka atas kelaliman terhadap akal, dan mereka memuji kepada Allah  s.w.t kerana mereka mendapatkan petunjuk pada jalan keimanan dan kebenaran.  Tetapi mereka justru menoleh kepada Musa dan meminta kepadanya agar menjadikan  tuhan lain bagi mereka yang dapat mereka sembah seperti orang-orang itu. Mereka  merasa cemburu ketika melihat orang-orang yang menyembah berhala itu dan mereka  pun menginginkan hal yang sama. Mereka merasakan kerinduan kepada hari-hari  syirik yang lalu yang mereka dapati di bawah naungan Fir'aun. Nabi Musa  mengetahui betapa bodohnya mereka.
Allah  s.w.t berfirman:
"Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu,  maka setelah mereka sampai pada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka,  Bani Israil berkata: 'Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala)  sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).' Musa menjawab:  'Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan).'  Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan  batal apa yang selalu mereka kerjakan. Musa menjawab: 'Patutkah aku mencari  Tuhan untuk kamu yang selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah  melebihkan kamu atas segala umat. Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami  menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab  yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup  wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cubaan yang besar dari Tuhanmu. "  (QS. al-A'raf: 138-141)
Musa  berjalan bersama kaumnya di Saina', yaitu suatu gurun yang di dalamnya terdapat  pohon yang dapat melindungi dari sengatan matahari dan di dalamnya terdapat  makanan dan air. Kemudian rahmat Allah s.w.t turun kepada mereka di mana mereka  mendapatkan al-Manna dan Salwa dan mereka dinaungi oleh awan. Al-Manna adalah  makanan yang rasanya mendekati manis dan ia dihasilkan oleh sebahagian  pohon-pohon yang berbuah di mana angin membawa kepada mereka rasa demikian ini  dari daun-daun pohon. Allah s.w.t juga mengirim kepada mereka as-Salwa, yaitu  salah satu burung yang bernama as-Saman.
Ketika  mereka merasakan kehausan yang sangat saat di Saina' tidak ada setitis air pun  maka Nabi Musa memukulkan dengan tongkatnya kepada batu sehingga batu itu  memancarkan dua belas mata air. Bani Israil terbagi menjadi dua belas cucu maka  Allah s.w.t mengirim air tersebut kepada setiap kelompok. Meskipun mereka  mendapatkan kemuliaan dan kehormatan yang sedemikian rupa, tetapi lagi-lagi jiwa  mereka yang sakit tidak dapat menyedarkan mereka untuk mensyukuri nikmat-nikmat  ini. Mereka justru mendebat Nabi Musa dan mengatakan bahawa mereka bosan dengan  makanan ini dan mereka ingin memiliki bawang merah dan bawang putih serta  kacang-kacangan. Semua makanan ini adalah makanan tradisional Mesir. Bani Israil  meminta kepada Nabi mereka untuk berdoa kepada Allah s.w.t dan mengeluarkan dari  bumi makanan- makanan ini. Nabi Musa melihat bahawa mereka menganiaya diri  mereka sendiri, dan Nabi Musa menyedari betapa mereka merindukan kehinaan mereka  saat mereka bersama Fir'aun. Mereka berani menolak makanan- makanan yang baik  dan makanan-makanan yang mulia, dan sebagai gantinya, mereka malah menginginkan  makanan-makanan yang rendah mutunya. Allah s.w.t berfirman:
"Dan ingatlah ketika kamu berkata: 'Hai Musa, kami tidak  bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohon-kanlah untuk  kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan  bumi, yaitu: 'Sayur-sayuran, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan  bawang merahnya.' Musa berkata: 'Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah  sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu  memperoleh apa yang kamu minta.' Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan  kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) kerana  mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang  tidak dibenarkan. Demikianlah itu (terjadi) kerana mereka selalu berbuat derhaka  dan melampaui batas. " (QS. al-Baqarah: 61)
Nabi  Musa berjalan bersama kaumnya menuju Baitul Maqdis. Nabi Musa memerintahkan  kaumnya untuk memasukinya dan memerangi siapa pun yang ada di dalamnya serta  berusaha menguasai tempat itu. Demikianlah telah datang ujian terakhir kepada  mereka setelah mereka menyaksikan mukjizat dan ayat-ayat Allah s.w.t serta  hal-hal yang luar biasa. Telah datang saat ujian kepada mereka untuk berperang -  kerana mereka sebagai orang-orang mukmin -  melawan kaum penyembah berhala.  Namun kaum Nabi Musa menolak untuk memasuki tanah suci. Nabi Musa berusaha  menyedarkan mereka dengan menceritakan bagaimana nikmat Allah s.w.t yang turun  kepada mereka; bagaimana Allah s.w.t menjadikan di tengah-tengah mereka para  nabi dan menjadikan mereka raja-raja yang mewarisi kerajaan Fir'aun; dan  bagaimana mereka diberi suatu kekayaan dan anugerah yang tidak dapat didapatkan  oleh seseorang pun di dalam dunia.
Kaum  Nabi Musa takut kepada peperangan dan beralasan bahawa di dalamnya terdapat kaum  yang perkasa dan mereka tidak akan masuk ke tanah suci sehingga orang-orang yang  kuat itu keluar darinya. Kitab-kitab kuno mengatakan bahawa mereka keluar dalam  jumlah enam ratus ribu. Nabi Musa tidak dapat mendapatkan seseorang pun di  antara mereka yang siap melakukan peperangan kecuali dua orang. Kedua orang ini  berusaha untuk menyedarkan kaum agar mereka memasuki tanah suci itu dan  berperang. Mereka berdua berkata: "Sungguh hanya sekadar kalian memasuki pintu  darinya maka kalian akan mendapatkan kemenangan." Tetapi Bani Israil menampakkan  ketakutan dan tubuh mereka tampak gementar.
Pada  kali yang lain - sesuai dengan tabiat mereka - mereka merindukan menyembah  berhala ketika melihat ada kaum yang menyembah berhala. Mereka telah rosak dan  mereka telah kalah dari dalam diri mereka; mereka telah biasa mendapatkan  kehinaan sehingga mereka tidak mampu berperang. Yang tersisa hanyalah, mereka  mampu untuk bersikap tidak sopan pada Nabi Musa as dan kepada Tuhannya. Kaum  Nabi Musa berkata kepadanya dalam kalimat yang terkenal:
"Pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu  berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja." (QS. al-Maidah:  24)
Mereka  mengucapkan kata-kata tersebut dengan lantang dan jelas serta tanpa rasa malu.  Nabi Musa mengetahui bahawa kaumnya sangat jauh dari kebaikan. Fir'aun telah  mati tetapi pengaruhnya tetap tertanam dalam jiwa mereka di mana untuk  mengubatinya memerlukan waktu yang lama. Nabi Musa kembali kepada Tuhannya dan  memberitahu-Nya bahawa ia tidak memiliki sesuatu pun kecuali dirinya dan  saudaranya. Nabi Musa berdoa buruk kepada kaumnya agar Allah s.w.t memisahkan  antara dirinya dan mereka. Allah s.w.t menurunkan keputusan-Nya kepada generasi  ini yang telah rosak fitrahnya. Yaitu keputusan yang berupa: mereka disesatkan  selama empat puluh tahun sehingga generasi ini mati atau mereka mencapai usia  senja dan kemudian akan lahir generasi yang baru; generasi yang belum rosak  jiwanya dan mereka akan dapat berperang dan memperoleh  kemenangan.
Allah  s.w.t berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai  kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di  antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikannya kepadamu  apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seseorang pun di antara umat-umat  yang lain.' Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan  Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (kerana takut kepada musuh)  maka kamu menjadi orang-orang yang rugi. Mereka berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya  di dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami  sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka  keluar darinya, pasti kami akan memasukinya.' Berkatalah dua orang di antara  orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas  keduanya: 'Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila  kamu memasukinya nescaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaklah kamu  bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.' Mereka berkata: 'Hai  Musa, kami sekali-kali tidak memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di  dalamnya, kerana itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu  berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.' Berkata Musa: 'Ya  Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu  pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu. 'Allah berfirman:  '(Jika demikian), maha sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama  empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi  (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib)  orang-orang yang fasik itu." (QS. al-Maidah: 20-26)
Dimulailah hari-hari kesesatan. Mereka melewati tempat yang  tertutup. Mereka memulai dari tempat yang mereka akhiri dan sebaliknya. Alhasil,  mereka berjalan tanpa tujuan sepanjang siang-malam, pagi-sore. Mereka memasuki  daratan di daerah Saina'. Nabi Musa kembali ke tempat yang beliau bertemu di  dalamnya untuk pertama kalinya dengan kalimat- kalimat Allah s.w.t. Bani Israil  turun dari at-Thur, dan Nabi Musa mendaki gunung sendirian. Di sana diturunkan  Taurat dan Tuhannya berdialog dengannya. Sebelum Nabi Musa naik untuk bertemu  dengan Tuhannya, ia menjadikan saudaranya, Harun, sebagai khalifahnya untuk  kaumnya. Harun diangkatnya sebagai wakilnya yang bertanggungjawab untuk mengurus  kaumnya. Dan Musa pun pergi menuju Tuhannya.
Allah  s.w.t berfirman:
"Dan telah Kami jadikan kepada Musa  (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan  jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnakanlah waktu yang  telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya  yaitu Harun: 'Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan  janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerosakan'" (QS.  al-A'raf: 142)
Orang-orang dahulu mengatakan bahawa Nabi Musa berpuasa  selama tiga puluh hari sepanjang malam dan siang tanpa mencecah makanan sedikit  pun kemudian Nabi Musa tidak ingin untuk berdialog kepada Tuhannya sementara  mulutnya dalam keadaan seperti mulut orang yang berpuasa. Lalu beliau memakan  sedikit dari tanaman bumi dan beliau mengunyahnya. Tuhannya berkata kepadanya:  "Mengapa engkau berbuka?" Musa menjawab: "Ya Tuhanku, aku tidak ingin berbicara  denganmu kecuali mulutku dalam keadaan baik baunya." Allah s.w.t menjawab:  "Tidakkah engkau mengetahui wahai Musa bahawa mulut orang yang berpuasa di  sisi-Ku lebih baik daripada bau misik. Kembalilah engkau berpuasa selama sepuluh  hari kemudian datanglah kepada-Ku." Nabi Musa as pun melaksanakan  perintah-Nya.
Kami  tidak mengetahui secara pasti, mengapa Nabi Musa berpuasa selama empat puluh  malam, bukan tiga puluh hari. Yang kita ketahui bahawa Allah s.w.t menambah  sepuluh hari yang lain. Setelah itu, turunlah Taurat; turunlah kepadanya sepuluh  wasiat:
1. Perintah untuk hanya menyembah kepada Allah s.w.t dan  tidak menyekutukan-Nya.
2.  Larangan untuk bersumpah bohong atas nama Allah  s.w.t.
3.  Menjaga kehormatan pada hari Sabtu. Dengan  pengertian, memfokuskan hari Sabtu sebagai hari ibadah.
4.   Perintah untuk menghormati ayah dan  ibu.
5.   menyedari bahawa Allah s.w.t yang dapat  memberi dan membagi.
6.   Janganlah engkau  membunuh.
7.   Janganlah engkau  berzina.
8.   Janganlah engkau  mencuri.
9.   Janganlah memberikan kesaksian yang  palsu.
10. Jangan engkau merasa tertipu atau terpikat kepada rumah  temanmu atau Isterinya atau budaknya atau sapinya atau  keledainya.
Para  ulama salaf mengatakan bahawa kandungan sepuluh wasiat ini telah terdapat dalam  dua ayat dalam Al-Quran, yaitu dalam firman-Nya:
"Katakanlah: 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas  kamu oleh Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,  berbuat baiklah terhadap kedua ibu dan bapakmu, dan janganlah kamu membunuh  anak-anak kamu kerana takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan  kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik  yang tampak di antaranya mahupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh  jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang  benar.' Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu  memahaminya. Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara  yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakan takaran dan  timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan  dengan kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku  adil kendatipun dia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian  itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. " (QS. al-An'am: 151-  152)
Allah  s.w.t menceritakan kepada kita bagaimana keadaan Musa ketika ia pergi untuk  menemui janji dengan Tuhannya. Musa ketika berpuasa selama empat puluh malam  bermaksud untuk lebih mendekat kepada Tuhannya. Ketika Allah s.w.t berdialog  dengannya, maka Musa merasakan cinta yang semakin bergelora kepada Tuhannya.  Kami tidak mengetahui perasaan apa yang ada di hati Musa ketika ia meminta  kepada Tuhannya agar dapat melihatnya. Seringkali cinta yang ada di dalam  manusia mendorong dirinya untuk meminta sesuatu yang mustahil. Lalu bagaimana  bayangan Anda terhadap cinta yang berhubungan dengan cinta kepada Allah s.w.t.  Ia adalah hakikat cinta. Kedalaman perasaan Nabi Musa kepada Tuhannya dan  kecintaannya kepada sang Pencipta, semua ini mendorongnya untuk meminta kepada  Allah s.w.t agar dapat melihatnya.
Allah  s.w.t berfirman:
"Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada  waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya,  berkatalah Musa: 'Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat  melihat kepada Engkau.'" (QS. al- A'raf: 143)
Demikianlah dorongan cinta dari para pencinta sejati. Musa  bertanya dan meminta kepada Tuhannya sesuatu yang menakjubkan tetapi Allah s.w.t  menjawabnya:
"Tuhan berfirman: 'Kamu sekali-kali tidak sanggup  melihat-Ku." (QS. al-A'raf: 143)
Seandainya Allah s.w.t hanya mengatakan demikian maka ini  pun sebagai bentuk keadilan dari-Nya, tetapi keadaan di sini adalah keadaan  cinta Ilahi dari Musa. Dorongan cinta yang dibalas dengan dorongan cinta.  Demikianlah Nabi Musa mendapatkan rahmat dari Tuhannya. Allah s.w.t  memberitahunya bahawa ia tidak akan mampu melihat-Nya kerana tak satu pun dari  makhluk yang tidak dapat "menangkap cahaya" dari Allah s.w.t. Allah s.w.t  memerintahkannya agar melihat gunung, dan jika gunung itu masih menetap di  tempatnya maka ia akan dapat melihat Tuhannya.
Allah  s.w.t berfirman:
"Tetapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di  tempatnya (sebagai sediakala) nescaya kamu dapat melihat-Ku. Tatkala Tuhannya  menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan  Musa pun jatuh pengsan. (QS. al-A'raf: 143)
Tiada  seorang pun yang dapat "menangkap" cahaya Allah s.w.t. Nabi Musa mengetahui  hakikat ini dan menyaksikan sendiri. Ash'aq adalah al-Maut (kematian) atau  al-Ighma' (keadaan tidak sedarkan diri atau pengsan). Kami tidak mengetahui  bagaimana keadaan yang dialami Nabi Musa ketika ia kehilangan kehidupannya atau  kesedarannya.
"Maka setelah Musa sedar kembali, dia berkata: 'Maha Suci  Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.'"  (QS. al-A'raf: 143)
Para  mufasir klasik cukup serius meneliti dan memperbincangkan ayat- ayat ini.  Misalnya, mereka bertanya-tanya: bagaimana Nabi Musa meminta kepada Allah s.w.t  agar dapat melihat-Nya, padahal ia tahu bahawa itu adalah hal yang tidak mungkin  atau mustahil. Mereka berselisih pendapat dalam hal itu dan saling adu  argumentasi. Mu'tazilah memiliki pendapat yang lain dan Ahlusunah pun memiliki  pendapat yang lain lagi. Pokok pembicaraan semuanya berkisar pada: bagaimana  seorang nabi tidak mengetahui - padahal ia adalah makhluk Allah s.w.t yang  paling dekat dengan-Nya -  bahawa melihat Allah s.w.t adalah hal yang  sangat mustahil?
Kami  kira bahawa sikap Nabi Musa tersebut menggambarkan puncak cinta dan kedalaman  dari hatinya, yang ini merupakan gambaran yang tinggi dari sejarah yang dilalui  oleh Nabi Musa. Kita sekarang berada di hadapan puncak cinta kepada Allah s.w.t.  Dan seorang pencinta tidak menginginkan selain melihat "wajah" kekasihnya.  Menurut logik akal bahawa melihat Allah s.w.t adalah hal yang mustahil, tetapi  kapan cinta pernah peduli dengan logik itu. Nabi Musa terdorong untuk  mendapatkan pengalaman baru yaitu suatu pengalaman yang kayaknya ia sengaja  melakukannya untuk mewakili kita semua. Nabi Musa nekad dan mendorong kita untuk  meminta. Ia lebih dahulu merasakan keadaan tidak sedarkan diri dan ia telah  membuktikan kepada kita dengan tubuhnya yang mulia dan rohnya yang suci bahawa  tak seorang pun dapat "menangkap" cahaya Allah s.w.t. Nabi Musa dalam keadaan  tak sedarkan diri lalu ketika bangun ia memuja-muja Allah s.w.t dan bertaubat  serta meminta ampun kepadaNya:
"Dia berkata: 'Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada  Engkau.'" (QS. al-A'raf: 143)
Mengapa  Nabi Musa bertaubat? Orang-orang sufi berkata: Ia bertaubat dari dorongan cinta  yang besar di mana ia meminta sesuatu yang mustahil, padahal ia menyedari itu  adalah mustahil. Ini adalah tafsiran yang memuaskan yang didukung oleh konteks  ayat-ayat tersebut. Perhatikanlah ayat-ayat (tanda-kebesaran) Allah s.w.t dan  bagaimana Dia mengingatkan Musa terhadap apa-apa yang diterimanya dari berbagai  macam nikmat. Allah s.w.t berkata kepada Musa:
"Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari  manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara  langsung dengan-Ku. Sebab itu, berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan  kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur. Dan telah Kami  tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan  penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): 'Berpeganglah kepadanya  dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan  sebaik-baiknya.'" (QS. al-A'raf: 144-145)
Ahli  tafsir memperhatikan firman Allah s.w.t kepada Musa: "Sesungguhnya Aku memilih  (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku  dan untuk berbicara langsung dengan-Ku."
Kemudian  dilakukanlah perbandingan antara Nabi Musa dan nabi-nabi yang lain. Dikatakan  bahawa pemilihan ini dikhususkan hanya kepadanya dan di zamannya saja, dan tidak  berlaku di zaman sebelumnya kerana ada Nabi Ibrahim di zaman itu, sedangkan Nabi  Ibrahim lebih baik dari Nabi Musa. Begitu juga pemilihan ini tidak berlaku pada  zaman setelahnya kerana ada Nabi Muhammad bin Abdullah saw dan ia lebih baik  dari mereka berdua.
Kami  ingin menghindari perdebatan ini, bukan kerana kami percaya bahawa semua nabi  sama. Memang Allah s.w.t memberitahu kita bahawa Dia mengutamakan sebahagian  nabi atau sebahagian yang lain dan mengangkat darjat sebahagian mereka atau  sebahagian yang lain, tetapi pengutamaan ini adalah hal yang tidak boleh kita  sentuh. Hendaklah kita beriman kepada seluruh nabi dan kita harus menunjukkan  penghormatan kita kepada mereka semua. Adalah bukan hal yang sopan jika kita  mencuba membanding-bandingkan di antara para nabi. Yang utama adalah, hendaklah  kita meyakini dan mengimani mereka semua. Akhirnya, selesailah perjumpaan Musa  dengan Tuhannya. Kemudian Nabi Musa kembali kepada kaumnya dalam keadaan marah  dan jengkel. Di alam wujud tidak ada seorang manusia yang memiliki kelembutan  dan kerelaan hati yang begitu besar seperti Nabi Musa, tetapi ia diberitahu oleh  Tuhannya bahawa kaumnya telah menyimpang dari jalannya. Oleh kerana itu, ia  kembali dalam keadaan marah dan jengkel kepada mereka. Allah s.w.t  berfirman:
"Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?  Berkata Musa: 'Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu,  ya Tuhanku, agar supaya Engkau redha (kepadaku). Allah berfirman: 'Maka  sesungguhnya, Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka  telah disesatkan oleh Samiri. Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah  dan bersedih hati. " (QS. Thaha: 83-86)
Musa  turun dari gunung dan membawa papan Taurat. Rasa-rasanya hatinya mendidih dan  jengkel. Kita dapat membayangkan bagaimana emosi yang membakar Nabi Musa saat ia  mengayunkan langkahnya menuju kaumnya. Betapa tidak, belum lama Nabi Musa  meninggalkan kaumnya dan menemui Tuhannya, mereka mendapatkan fitnah melalui  Samiri. Fitnah ini adalah, bahawa Bani Israil -  ketika keluar dari Mesir -  membawa banyak dari harta perhiasan orang-orang Mesir dan emas-emas mereka.  Mereka mengambilnya untuk mereka memanfaatkan dalam pesta perayaan mereka.  Kemudian mereka selamat kerana mukjizat pembelahan lautan di mana lautan  menenggelamkan Fir'aun dan tenteranya sehingga harta mereka yang berupa emas  dimiliki oleh Bani Israil.
Harun  mengetahui bahawa emas tersebut bukan milik mereka lalu Harun memintanya dari  mereka dan menimbunnya di tanah. Bani Israil tidak memerlukannya kerana saat ini  mereka sedang tersesat. Mereka berjalan di tengah-tengah gurun sehingga tidak  bermanfaat bagi mereka emas- emas itu. Harun, saudara kandung Musa, menggali  tanah dan meletakkan emas-emas itu lalu menimbunkan di atasnya tanah. Samiri  melihat apa yang dilakukan oleh Harun. Setelah itu, dia mengeluarkannya dan  membuat sebuah patung sapi yang menyerupai sapi Ibis sesembahan orang-orang  Mesir. Samiri adalah seorang pemahat yang mahir. Dia mampu membuat anak sapi  yang menarik di mana ketika dia meletakkannya di arah angin maka akan masuk  darinya udara dari celah bahagian belakangnya lalu keluar dari hidungnya. Samiri  membuat suara yang menyerupai suara sapi yang sebenamya.
Konon,  rahsia kehebatan sapi ini adalah kerana Samiri telah mengambil segenggam tanah  yang dilalui Jibril ketika ia turun ke bumi dalam peristiwa mukjizat pembelahan  laut. Yakni Samiri melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh kaum Nabi Musa.  Kemudian dia mengambil segenggam tanah dari bekas yang dilalui seorang utusan  (Jibril) dan meletakkannya bersama emas. Samiri membuat darinya anak sapi.  Jibril as tidak berjalan di atas sesuatu kecuali sesuatu itu menjadi hidup.  Ketika Samiri menambahkan tanah itu ke emas lalu membuat darinya anak sapi maka  anak sapi itu dapat bersuara seperti anak sapi yang sebenarnya. Demikianlah  kisah Samiri. Kita mengetahui sekarang bahawa jika tanah ditambahkan ke emas dan  melebur maka tanah itu akan terpisah dari emas dan akan meninggalkan bekas  (lubang) di tempat terpisahnya itu. Diduga kuat bahawa Samiri menggunakan tanah  itu seperti tanah yang lain dalam usaha untuk mengeringkan bahagian dalam dari  anak sapi di mana patung itu berubah menjadi patung yang mempunyai  suara.
Setelah  itu, Samiri keluar menemui Bani Israil dengan membawa apa yang dibuatnya. Mereka  bertanya kepadanya: "Apa ini, hai Samiri?" Ia menjawab: "Ini adalah tuhan kalian  dan tuhan Musa." Mereka berkata: "Bukankah Musa sedang menemui Tuhannya?" Samiri  menjawab: "Musa telah lupa ia pergi untuk menemui tuhannya di sana, padahal  sebenarnya tuhannya ada di sini." Akhirnya, Bani Israil menyembah anak sapi  ini.
Barangkali pembaca akan merasa hairan terhadap fitnah ini.  Bagaimana akal kaum itu dapat tunduk sampai pada keadaan seperti ini? Bukankah  mereka telah menyaksikan mukjizat yang besar? Bagaimana mereka dengan mudah  menyembah berhala? Kebingungan tersebut segera hilang ketika kita lihat keadaan  kejiwaan kaum yang menyembah anak sapi itu. Mereka telah terdidik di Mesir pada  saat mereka menyembah berhala dan sangat mengkultuskan anak sapi Ibis. Mereka  terdidik di bawah kehinaan dan perbudakan sehingga jiwa mereka menjadi ternoda  dan fitrah mereka menjadi tercemar. Mereka menyaksikan mukjizat-mukjizat dari  Allah s.w.t tetapi mukjizat itu berbenturan dengan jiwa-jiwa yang putus asa.  Mukjizat ini tidak mampu memuaskan mereka untuk mempercayai kebenaran. Mereka  masih saja dihinggapi keinginan untuk menyembah berhala. Mereka adalah para  penyembah berhala seperti tokoh-tokoh Mesir yang dahulu. Oleh kerana itu, mereka  menyembah anak sapi. Sikap mereka ini tidak terlalu mengagetkan kita. Sebab,  setelah mereka menyaksikan mukjizat pembelahan lautan, mereka melihat suatu kaum  yang menyembah berhala, lalu mereka minta kepada Nabi Musa agar menjadikan tuhan  bagi mereka seperti kaum yang menyembah berhala itu.
Jadi,  masalahnya adalah masalah klasik. Pada hakikatnya, hasrat untuk menyembah  berhala bererti menyembah berhala itu sendiri. Apa yang dilakukan Samiri adalah,  ia memanfaatkan kerinduan kaum untuk menyembah berhala. Kemudian Samiri memilih  agar anak sapi yang diciptakannya berbentuk emas kerana ia mengetahui bahawa  umumnya Bani Israil lemah (mudah terpedaya) pada emas. Akhirnya, fitnah yang  ditimbulkan oleh Samiri tersebar di sana sini. Harun sangat terpukul ketika  mengetahui Bani Israil menyembah anak sapi dari emas. Mereka terbagi menjadi dua  kelompok: minoriti dari mereka beriman dan mengetahui bahawa ini adalah tipu  daya dan kebohongan semata, sedangkan majoriti mereka mengingkari Harun dan  tetap melampiaskan kerinduan mereka untuk menyembah berhala. Harun berdiri di  tengah- tengah kaumnya dan mulai menasihati mereka. Ia berkata kepada mereka:  "Sesungguhnya kalian tertipu dengannya. Ini adalah fitnah (godaan). Samiri telah  memanfaatkan kebodohan kalian dengan menciptakan anak sapi itu. Lembu itu bukan  tuhan kalian dan bukan juga tuhan Musa:
"Sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka  ikutilah ahu dan taatilah perintahku." (QS. Thaha: 90)
Para  penyembah anak sapi menolak nasihat Harun. Kelompok orang- orang yang bodoh itu  tidak mahu lagi menerima nasihat. Harun kembali memperingatkan mereka dan  menceritakan kembali kepada mereka bagaimana mukjizat-mukjizat Allah s.w.t dapat  menyelamatkan mereka, dan bagaimana Allah s.w.t memuliakan dan menjaga mereka.  Tetapi mereka menutup telinga dan menolak segala nasihatnya. Mereka justru  melemahkan posisi Harun dan nyaris saja membunuhnya. Adalah jelas bahawa Harun  lebih lemah daripada Musa, sehingga para kaum tidak takut lagi. Harun khuatir  jika ia menggunakan kekuatan dan menghancurkan berhala-berhala yang mereka  sembah, maka akan terjadi fitnah di tengah-tengah kaum dan akan tercipta perang  saudara. Akhirnya, Harun memilih untuk menunda hal itu sampai kedatangan Musa.  Harun mengetahui bahawa Musa seorang yang kuat yang mampu mengatasi fitnah ini  tanpa harus menumpahkan darah. Sementara itu, Bani Israil terus menari di  sekitar anak sapi. Samiri - mudah-mudahan Allah s.w.t melaknatnya - adalah  penyebab fitnah ini, dan ia menari-nari serta berputar-putar di sekeliling  berhala.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya pada juz kesebelas menyebutkan  fitnah yang timbulkan oleh Samiri. Qurthubi berkata: "Imam Abu Bakar  at-Thurthusi ditanya: "Apa yang dikatakan oleh pemimpin kita al-Faqih tentang  kelompok lelaki yang memperbanyak zikrullah dan menyebut Muhammad saw.  Sebahagian mereka menari-nari sehingga pengsan. Mereka menghadirkan sesuatu dan  memakannya. Apakah hadir bersama mereka boleh atau tidak? Berilah kami fatwa,  mudah-mudahan engkau diberi pahala." Qurthubi menjawab pertanyaan ini dengan  menukil penjelasan gurunya: "Mazhab sufi (yang beliau maksudkan adalah  orang-orang yang menari-nari yang dipraktikkan oleh sebahagian aliran sufi untuk  mengekspresikan zikir) berdasarkan kebodohan dan kesesatan serta sesuatu yang  sia-sia. Islam hanya berdasarkan Kitab Allah s.w.t dan sunah Rasul-Nya. Praktik  tari-tarian seperti itu adalah sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh  pengikut-pengikut Samiri ketika mereka menjadikan anak sapi sebagai tuhan  mereka. Mereka menari-nari di sekitarnya dan berkumpul di situ. Itu adalah agama  kekufuran dan penyembahan terhadap anak sapi."
Nabi saw  duduk bersama sahabatnya dan seakan-akan di atas kepala mereka terdapat burung,  kerana saking hormatnya mereka terhadap beliau. Hendaklah penguasa dan wakilnya  mencegah orang-orang itu untuk hadir di masjid dan selainnya. Dan tidak  diperkenankan bagi seorang pun yang beriman kepada Allah s.w.t dan hari kemudian  untuk hadir bersama orang-orang itu atau membantu kebatilan mereka. Ini adalah  pendapat mazhab Malik, Abu Hanifah, Syafi'i, Ahmad bin Hambal, dan lain-lain  dari para imam kaum Muslim.
Demikianlah pernyataan al-Qurthubi berkaitan dengan masalah  tersebut. Anda dapat membayangkan sejauh mana kecemerlangan fikirannya dan  sejauh mana ketakwaannya. Selanjutnya, kita kembali kepada kisah Nabi Musa. Nabi  Musa turun dari gunung untuk kembali menemui kaumnya. Kemudian ia mendengar  teriakan kaum saat mereka menari-nari di sekitar anak sapi. Kaum itu berhenti  ketika melihat Nabi Musa muncul di depan mereka. Dan tiba-tiba keheningan  menyelimuti mereka. Nabi Musa berteriak dan berkata:
"Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah  dan sedih hati, berkatalah dia: 'Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan  sesudah kepergianku!'" (QS. al-A'raf: 150)
Musa  berjalan menuju ke Harun, lalu ia meletakkan papan Taurat dengan tangannya di  atas tanah. Tampaknya api kemarahan telah membakamya. Musa memegang Harun dari  rambut kepalanya sampai rambut janggutnya sambil berkata:
"Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat  mereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah  (sengaja) menderhakai perintahku?" (QS. Thaha: 92-93)
Musa  bertanya, "Apakah Harun tidak mentaati perintahnya, bagaimana ia mendiamkan  fitnah ini; bagaimana ia tetap bersama mereka dan tidak meninggalkan mereka  serta berlepas diri dari perbuatan mereka; bagaimana ia tetap diam dan tidak  berusaha melawan mereka, bukankah orang yang diam atau membiarkan suatu  kesalahan itu bertanda bahawa ia merestuinya atau bahagian dari kesalahan itu?"  Keheningan semakin meningkat ketika gelora api kemarahan Musa semakin membara.  Harun berbicara kepada Musa dan meminta kepadanya untuk melepaskan kepalanya dan  janggutnya kerana mereka berdua berasal dari ibu yang satu. Harun mengingatkan  Musa akan kedekatan hubungannya melalui ibu, bukan melalui ayah agar hal itu  lebih dapat membuat Musa merasa kasihan kepadanya:
"Harun menjawab: 'Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang  janggutku dan jangan (pula) kepalaku.'" (QS. Thaha: 94)
Harun  memberi pengertian kepada Musa bahawa ia sama sekali tidak bermaksud menentang  perintahnya, dan ia pun tidak menunjukkan sikap merestui penyembahan anak sapi,  tetapi ia khuatir jika ia meninggalkan mereka dan pergi lalu Musa bertanya  kepadanya, mengapa ia tidak tetap tinggal bersama mereka? Mengapa seorang yang  bertanggungjawab kepada mereka justru meninggalkan mereka? Di samping itu, ia  juga khuatir jika ia memerangi mereka dengan kekerasan maka terjadi peperangan  di antara mereka. Lalu Musa akan bertanya kepadanya, mengapa ia membikin  perpecahan di antara mereka dan mengapa ia tidak menunggu kembalinya  Musa.
Nabi Musa dengan 'Auj Bin Unuq
'Auj bin Unuq adalah manusia yang berumur sehingga 4,500 tahun. Tinggi tubuh  badannya di waktu berdiri adalah seperti ketinggian air yang dapat  menenggelamkan negeri pada zaman Nabi Nuh a.s. Ketinggian air tersebut tidak  dapat melebihi lututnya. Ada yang mengatakan bahawa dia tinggal di gunung.  Apabila dia merasa lapar, dia akan menghulurkan tangannya ke dasar laut untuk  menangkap ikan kemudian memanggangnya dengan panas matahari. Apabila dia  marah atas sesebuah negeri, maka dia akan mengencingi negeri tersebut hinggalah  penduduk negeri itu tenggelam di dalam air kencingnya. 
Apabila Nabi Musa bersama kaumnya tersesat di kebun teh, maka 'Auj bermaksud  untuk membinasakan Nabi Musa bersama kaumnya itu. Kemudian 'Auj datang  untuk memeriksa tempat kediaman askar Nabi Musa a.s., maka dia mendapati  beberapa tempat kediaman askar Nabi Musa itu tidak jauh dari tempatnya.  Kemudian dia mencabut gunung-gunung yang ada di sekitarnya dan diletakkan di  atas kepalanya supaya mudah untuk dicampakkan kepada askar-askar Nabi Musa  a.s. 
Sebelum sempat 'Auj mencampakkan gunung-gunung yang dijunjung di atas  kepalanya kepada askar-askar Nabi Musa a.s, Allah telah mengutuskan burung  hud-hud dengan membawa batu berlian dan meletakkannya di atas gunung yang  dijunjung oleh 'Auj. Dengan kekuasaan Allah, berlian tersebut menembusi gunung  yang dijunjung oleh 'Auj sehinggalah sampai ke tengkuknya. 'Auj tidak sanggup  menghilangkan berlian itu, akhirnya 'Auj binasa disebabkan batu berlian itu. 
Dikatakan bahawa ketinggian Nabi Musa a.s adalah empat puluh hasta dan panjang  tongkatnya juga empat puluh hasta dan memukulkan tongkatnya kepada 'Auj tepat  mengenai mata dan kakinya. Ketika itu jatuhlah 'Auj dengan kehendak Allah S.W.T  dan akhirnya tidak dapat lari daripada kematian sekalipun badannya tinggi serta  memiliki kekuatan yang hebat.  
Nabi Musa Bermunajat kepada Allah 
Menurut riwayat sementara ahli tafsir, bahawasanya tatkala Nabi Musa berada  di Mesir, ia telah berjanji kepada kaumnya akan memberi mereka sebuah kitab  suci yang dapat digunakan sebagai pedoman hidup yang akan memberi  bimbingan dan sebagai tuntunan bagaimana cara mereka bergaul dan  bermuamalah dengan sesama manusia dan bagaimana mereka harus melakukan  persembahan dan ibadah mereka kepada Allah. Di dalam kitab suci itu mereka  akan dapat petunjuk akan hal-hal yang halal dan haram, perbuatan yang baik  yang diredhai oleh Allah di samping perbuatan-perbuatan yang mungkar yang  dapat mengakibatkan dosa dan murkanya Tuhan.
Maka setelah perjuangan menghadapi Fir'aun dan kaumnya yang telah  tenggelam binasa di laut, selesai, Nabi Musa memohon kepada Allah agar  diberinya sebuah kitab suci untuk menjadi pedoman dakwah dan risalahnya  kepada kaumnya. Lalu Allah memerintahkan kepadanya agar untuk itu ia  berpuasa selama tiga puluh hari penuh, iaitu semasa bulan Zulkaedah.  Kemudian pergi ke Bukit Thur Sina di mana ia akan diberi kesempatan  bermunajat dengan Tuhan serta menerima kitab penuntun yang diminta.
Setelah berpuasa selama tiga puluh hari penuh dan tiba saat ia harus  menghadap kepada Allah di atas bukit Thur Sina Nabi Musa merasa segan akan  bermunajat dengan Tuhannya dalam keadaan mulutnya berbau kurang sedap  akibat puasanya. Maka ia menggosokkan giginya dan mengunyah daun-daunan  dalam usahanya menghilangkan bau mulutnya. Ia ditegur oleh malaikat yang  datang kepadanya atas perintah Allah. Berkatalah malaikat itu kepadanya: "Hai  Musa, mengapakah engkau harus menggosokkan gigimu untuk  menghilangkan bau mulutmu yang menurut anggapanmu kurang sedap,  padahal bau mulutmu dan mulut orang-orang yang berpuasa bagi kami  adalah lebih sedap dan lebih wangi dari baunya kasturi. Maka akibat  tindakanmu itu, Allah memerintahkan kepadamu berpuasa lagi selama  sepuluh hari sehingga menjadi lengkaplah masa puasamu sepanjang empat  puluh hari."
Nabi Musa mengajak tujuh puluh orang yang telah dipilih di antara pengikutnya  untuk menyertainya ke bukit Thur Sina dan mengangkat Nabi Harun sebagai  wakilnya mengurus serta memimpin kaum yang ditinggalkan selama  kepergiannya ke tempat bermunajat itu.
Pada saat yang telah ditentukan tibalah Nabi Musa seorang diri di bukit Thur  Sina mendahului tujuh puluh orang yang diajaknya turut serta. Dan ketika ia  ditanya oleh Allah: "Mengapa engkau datang seorang diri mendahului  kaummu, hai Musa?" Ia menjawab: "Mereka sedang menyusul di belakangku,  wahai Tuhanku. Aku cepat-cepat datang lebih dahulu untuk mencapai  redha-Mu."
Berkatalah Musa dalam munajatnya dengan Allah: "Wahai Tuhanku,  nampakkanlah zat-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu"
Allah berfirman: "Engkau tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi cubalah lihat  bukit itu, jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya sebagaimana sedia kala,  maka nescaya engkau akan dapat melihat-Ku." Lalu menolehlah Nabi Musa  mengarahkan pandangannya kejurusan bukit yang dimaksudkan itu yang  seketika itu juga dilihatnya hancur luluh masuk ke dalam perut bumi tanpa  menghilangkan bekas. Maka terperanjatlah Nabi Musa, gementarlah seluruh  tubuhnya dan jatuh pengsan. Setelah ia sedar kembali dari pengsannya,  bertasbih dan bertahmidlah ia seraya memohon ampun kepada Allah atas  kelancangannya itu dan berkata: "Maha Besarlah Engkau wahai Tuhanku,  ampunilah aku dan terimalah taubatku dan aku akan menjadi orang yang  pertama beriman kepada-Mu."
Dalam kesempatan bermunajat itu, Allah menerimakan kepada Nabi Musa kitab  suci "Taurat" berupa kepingan-kepingan batu-batu atau kepingan kayu menurut  sementara ahli tafsir yang di dalamnya tertulis segala sesuatu secara terperinci  dan jelas mengenai pedoman hidup dan penuntun kepada jalan yang diredhai  oleh Allah.
Allah mengiring pemberian "Taurat" kepada Musa dengan firman-Nya: "Wahai  Musa, sesungguhnya Aku telah memilih engkau lebih dari manusia-manusia  yang lain di masamu, untuk membawa risalah-Ku dan menyampaikan  kepada hamba-hamba-Ku. Aku telah memberikan kepadamu keistimewaan  dengan dapat bercakap-cakap langsung dengan Aku, maka bersyukurlah atas  segala kurnia-Ku kepadamu dan berpegang teguhlah pada apa yang Aku  tuturkan kepadamu. Dalam kitab yang Aku berikan kepadamu terhimpun  tuntunan dan pengajaran yang akan membawa Bani Isra'il ke jalan yang  benar, ke jalan yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat bagi  mereka. Anjurkanlah kaummu Bani Isra'il agar mematuhi perintah-perintah- Ku jika mereka tidak ingin Aku tempatkan mereka di tempat-tempat orang- orang yang fasiq." 
Bacalah tentang kisah munajat Nabi Musa ini, surah "Thaha" ayat 83 dan 84 dan  surah "Al-a'raaf" ayat 142 sehingga ayat 145 sebagaimana berikut :~
"83~ Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?" 84~  Berkata Musa: "Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera  kepadamu ya Tuhanku, agar supaya Engkau redha kepadaku." { Thaha : 83 ~  84 }
"142~ Dan Kami telah janjikan kepada Musa {memberikan Taurat} sesudah  berlalu waktu tiga puluh malam dan Kami sempurnakan jumlah malam itu  dengan sepuluh {malam lagi}, maka sempurnalah waktu yang telah  ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada  saudaranya, iaitu Harun: "Gantilah aku dalam {memimpin} kaumku dan  perbaikilah dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat  kerosakan". 143~ Dan tatkala Musa datang untuk {munajat} dengan {Kami}  pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman {langsung}  kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku nampakkanlah {Zat Engkau}  kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau." Tuhan berfirman: "Kamu  sesekali tidak sanggup melihat-Ku, tetapi melihatlah ke bukit itu, maka jika  ia tetap di tempatnya {sebagai sediakala} nescaya kamu dapat melihat-Ku."  Tatkala Tuhannya nampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung  itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pengsan. Maka setelah Musa sedar  kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu dan aku  orang yang pertama beriman." 144~ Allah berfirman: "Hai Musa  sesungguhnya Aku memilih kamu lebih dari manusia yang lain {di masamu}  untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku sebab  itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan  hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur." 145~ Dan Kami  telah tuliskan untuk Musa luluh {Taurat} segala sesuatu sebagai pengajaran  bagi sesuatu. Maka Kami berfirman: "Berpeganglah kepadanya dengan teguh  dan suruhlah kaummu berpegang kepada {perintah-perintahnya} yang  sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang- orang yang fasiq." { Al-A'raaf: 142 ~ 145 }
Nabi Harus a.s. berwarna dua
 Nabi Musa Alaihisalam telah diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wataala  supaya pergi ke bukit Sina untuk menerima wahyu. Semasa pemergian  Nabi Musa, segala urusan telah diserahkan kepada saudaranya Nabi Harun  a.s. Pemergian Nabi Musa mengambil masa selama 40 hari dan 40 malam. 
Ketiadaan Nabi Musa a.s telah mengembirakan seorang musuh dalam  selimut bernama Samiri. Dia telah memunafaat masa ini untuk  menyesatkan kaum Nabi Musa yang selama ini telah bersusah payah  membentuk dan memberi keimanan kepada mereka. Sewaktu Nabi Musa  menyeberangi Laut Merah setelah pulang dari Mesir, kaki kuda yang  ditunggangi oleh Nabi Musa telah tenggelam dalam pasir di tengah lautan  yang kering itu. Dengan segala usaha yang dilakukan oleh Nabi Musa,  kuda yang ditungganginya tetap tidak mahu meneruskan perjalanan  untuk menyeberangi Laut Merah. 
Kerana itu Allah telah mengutuskan malaikat Jibrail dengan menunggang  kuda betina. Melihat lawan sejenisnya kuda yang ditunggangi oleh Nabi  Musa telah mengejar kuda yang ditunggangi oleh Malaikat Jibrail. Samiri  yang ikut serta dalam rombongan tersebut telah mengambil segenggam  pasir bekas tapak kaki kuda yang ditunggangi oleh Jibrail dan  disimpannya untuk dijadikan azimat. 
Apabila tiba masa yang sesuai iaitu semasa Nabi Musa bersunyi di Bukit  Sina, Samiri membuat patung seekor lembu daripada emas murni.  Setelah siap, patung itu diisinya dengan pasir yang di ambil dari bekas  tapak kaki kuda Jibrail. Dalam waktu yang singkat sahaja patung lembu  tersebut dapat mengeluarkan suara. Melihat keadaan tersebut, umat  Nabi Musa datang berduyun-duyun kepada Samiri. Samiri memimpin  mereka menyembah patung lembu yang menakjubkan itu. 
Nabi Harun sangat marah setelah melihat umatnya menyembah berhala,  lalu berusaha mencegah umatnya daripada terus syirik kepada Allah  bahkan umatnya mengancam Nabi Harun untuk membunuhnya jika Nabi  Harun terus melarang mereka menyembah patung lembu tersebut. Nabi  Harun tidak dapat berbuat apa-apa untuk melarang mereka daripada  terus menyembah patung tersebut. Setelah kembali daripada Bukit Sina,  Nabi Musa sangat marah kerana melihat umatnya telah murtad.